Sorry for typo
* * *
Hiruk pikuk para penumpang terlihat jelas dipandangan mata biru milik seorang pria yang tengah menyenderkan punggungnya di kursi tunggu saat menginjak lantai Bandara Soekarno Hatta setelah lebih dari dua tahun lamanya tinggal di Amerika.
Matanya terpejam dengan kepala menengadah ke atas, tangannya sengaja menarik resleting jaket biru yang ia kenakan ke bawah. Memperlihatkan kaus putih yang melekat di tubuhnya.
Tak lama, seorang pria seumuran datang bersama seorang supir dengan cengiran kuda khasnya. Sudah sejak dulu, maka tak ayal masih membekas sampai sekarang.
Pria berbola mata hitam legam yang karap kali disapa Daren itu menepuk pundak sahabatnya yang tengah terpejam.
Mendapat tepukan berkali-kali, cowok itu membuka matanya langsung dibuat terkejut dengan tingkah Daren yang langsung memeluknya erat layaknya teletubies.
"Woi bro, udah lama kita gak ketemu. Anjir lah lo tambah ganteng ae, kesaing kan gue." Daren melepas pelukannya beralih menepuk pundak cowok itu untuk kedua kali.
Daren adalah sahabat lamanya sejak sekolah menengah atas, sampai sekarang pun kedekatan mereka tidak berkurang sedikit pun. Maka tak heran, kedekatan mereka tak perlu di pertanyakan lagi. Karena cowok itu sudah menganggap Daren seperti saudaranya sendiri. Bahkan, Daren lah yang membantunya saat mendapatkan beberapa masalah dan keterpurukan dimana seorang anak remaja tidak berlaku seperti yang seharusnya.
Cowok itu terkekeh sembari mengajak Daren menuju mobilnya, diikuti sang supir yang menarik koper anak dari majikannya di belakang.
Sudah terpaut dua tahun mereka tidak bertemu, sekedar komunikasi lewat telepon saja hampir tidak pernah. Dan tentu saja, alasan terbesarnya ialaha kesibukang masing-masing. Secara kedua pemuda itu sudah memasuki jenjang perkuliahan, cukup bisa ditolelir.
"Gimana sama kuliah lo disana? Ada bule cantik gak?" Daren bertanya sembari tersenyum memperlihatkan lesung pipi andalannya.
"Kuliah gue? Baik kok. Cewek disana cantik-cantik, manis, tapi sayang..." ucapan cowok itu mengantung.
"Sayang kenapa?"
"Cie, bilang sayang duluan. Untung gue bukan tipe cowok baperan." cowok itu mengerling jahil, refleks menunjuk Daren dengan jarinya.
"Gak usah ngerceh dulu, elah. Belajar humor sama gue nanti. Kenapa sama cewek bule disana?"
"Tapi sayang, semuanya gak asik di ajak bercanda. For your information, mereka terlalu. Erhm ... garing."
Sontak Daren sedikit tergelak mendengar pengakuan cowok di sampingnya yang sengaja mengecilkan suara di akhir kalimat. Yang membuatnya tertawa lagi adalah ucapan sahabatnya yang sedikit mogok-mogok karena faktor tidak biasa dalam bahasa Indonesia.
"Makanya lo ajarin mereka humor. Ngelambe juga boleh tuh, asik kek nya denger bule tukang gosip. Haha,"
Tawa Daren meledak, sedangkan si pendengar hanya memutar bola matanya sesekali menghembuskan napas pelan.
Selama di perjalanan, keduanya diam tidak ada yang berani mengeluarkan sepatah kata pun dari mulut. Cowok itu menatap keluar jendela, memperhatikan setiap kendaraan yang berjalan berlainan arah dengan mobil yang ia tumpangi.
Sampai rasa rindu mulai timbul di hati kecilnya. "Pak, tolong antarkan saya ke tempat yang sering saya kunjungi dulu. Masih ingat kan?"
Pak Santoso, si supir mengangguk. Lalu memutar stir ke arah jalanan yang lebih sepi daripada jalan raya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hide Feelings〔✔〕
Teen Fiction[ belum direvisi ] "Cowok adalah salah satu makhluk Tuhan yang gak bisa jujur sama perasaannya sendiri." * * * [ warning! gaya kepenulisan masih ugal-ugalan karena waktu itu saya cuma sekedar anak pi...