"Lo si ah, pake acara ngikut segala. Kan jadi repot," omel Austin tak henti-hentinya disepanjang jalan. Dan sekarang dia sedang berkacak pinggang menatap Liliana sedikit sewot karena langkah gadis itu sangat lamban.
Mungkin siput saja bisa jalan lebih cepat dibanding gadis yang memakai baju berwarna merah muda dengan rambut dicepol asalan itu.
Liliana berdecak sembari menghembuskan napas kasar.
"Eh? Tadi yang ngajakin ke Café siapa ya?" tanya Liliana melirik Raihan tanda menyindir.
Lantas Raihan yang merasa sedang ditatap memundurkan wajahnya tanda tak tahu apa pun. Kenapa pula jadi ia yang di salahkan, dasar cewek!
"Kok jadi gue sih?" protes Raihan.
"Terus tadi yang bilang mau ngejagain sepanjang jalan siapa ya? Coba dong kasih tau Lily lupa," sambungnya.
Liliana menyibakkan rambutnya dengan tangan, memberikan kesan angkuh yang langsung dibalas Austin dengan bergidik ngeri.
Mendapatkan lirikan mata sinis itu, Austin menatap Liliana tak kalah sinis. Seperti ingin ngajak perang.
"Lah, daritadi gue udah jagain lo. Liat nih, gue jagain lo dari banyaknya mobil yang berlalu lalang. Kurang apa coba? Kalau lo jalannya lama kan salah lo sendiri. Pake acara pincang segala, gak sekalian ngesot aja biar kek sudel bolong!"
Austin menunjuk wajah Liliana dengan jarinya yang membuat gadis itu mundur selangkah sembari mengerutkan kening, sesekali menggerutu sebal.
Sedangkan David yang berjalan disamping Austin pun menepuk jidatnya sembari menghembuskan napas berusaha bersabar dengan tingkah Adiknya yang kembali kumat.
Adik gue ini emang pintar! Batin David.
Ia menyikut lengan Austin yang membuat cowok itu berbalik menatapnya, dengan sorot mata penuh tanda tanya tapi masih terlihat tampang tablo dari Austin.
David menyunggingkan senyum, sangat manis. "Itu suster ngesot, bulut!"
Saking kesalnya dengan Austin, David mengerakkan tangan. Ingin sekali mencabik-cabik wajah Adiknya yang polos itu.
Menyadari umpatan David, Austin menyengir sembari menggaruk rambutnya yang tak gatal dan tidak kutu'an. "Oh iya ya, hehehe.
"Bego sih, makanya naruh otak tuh di kepala bukan di lutut!" kata Bara ikut-ikutan kesal.
"Lah? Kamu lupa ya? Sekrup di otak Austin kan udah kendor, kudu diperbaikin lagi terus dikasih oli biar ada isinya." Dinar tertawa puas diikuti dengan Liliana yang terkekeh kecil.
"Kasian, jangan diledek terus Austinnya..." Reitama ikut menimbrung.
"Aku padamu bang." Austin memeluk Reitama bagaikan teletubies, "liat cuma dia doang yang per──"
"Langsung bully aja, biar mantap." sambung Reitama lalu tertawa penuh kemenangan.
"Caya." Austin melanjutkan ucapan sebelumnya lalu melepaskan pelukan antara cowok itu dengan perasaan dongkol dan kesal.
"Sialan!"
Bagaimana tidak, Reitama yang awalnya hanya memasang muka kalem kini sedang tertawa puas bak penjahat dalam dongeng.
"Tama!" Austin memicingkan matanya, "mulai sekarang kita musuhan!"
Bukannya merasa takut akan sorot mata Austin, Reitama justru semakin tertawa karena wajah Austin yang serius lebih terlihat seperti badut. Sangat konyol dan mengelikan.
"Terserah lo. Udah ah, gue masuk duluan. Daripada di luar." tawa Reitama mulai reda.
Berjalan memasuki Galaxy Café mendahului teman-temannya yang masih berdiri di depan jendela Kafe sambil berdebat masalah kebodohan Austin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hide Feelings〔✔〕
Ficção Adolescente[ belum direvisi ] "Cowok adalah salah satu makhluk Tuhan yang gak bisa jujur sama perasaannya sendiri." * * * [ warning! gaya kepenulisan masih ugal-ugalan karena waktu itu saya cuma sekedar anak pi...