14 :: Surat

1.7K 112 2
                                    

Dua jam sudah setelah tiba di hotel ini, meratapi sekiling sudut kamar yang terasa asing namun cukup nyaman. Reitama meletakkan ponsel dengan case berwarna hitamnya di atas nakas yang berada dipinggir ranjang king size yang kini ia duduki.

Gerakan luwesnya kemudian beranjak, menutup gorden berwarna putih membuat keadaan kamar tak secerah tadi. Langit pun sudah berubah kekuningan dengan matahari, sang pusat tata surya yang mulai tenggelam dibalik gedung pencakar langit dan perlahan menghilang.

Austin dan Bagas si ketua OSIS yang menjadi teman satu kamar Reitama sedang keluar, entah kemana mereka pergi.

Reitama mengambil gelas, lalu menuangkan air dari teko ke dalam gelas itu. Meminumnya dengan sekali tegukan, hampir saja Reitama tersedak karena terkejut mendengar pintu tiba-tiba di buka dengan kasar.

Hatinya tak henti mengumpat atas perbuatan ketiga temannya yang baru saja masuk.

Reitama melihat Raihan dan David yang sudah terduduk di sofa sebelah pintu, sedangkan Austin sudah terkepar di atas kasur dengan posisi tengkurap dan tangan terlentang.

Wajah mereka seperti tidak merasa bersalah sedikit pun, padahal jika Reitama memiliki penyakit jantung pastilah ia langsung terkapar di lantai kala mendengar suara pintu dibanting itu.

"Udah ngegodain pegawai hotelnya?" Reitama berjalan, duduk di sofa sebelah David dan Raihan.

Merasa bosan dengan tingkah ketiga temannya yang seperti tidak ada kerjaan, sampai harus berkeliling sana-sini hanya untuk mencari 'mangsa'.

David menyengir kuda bagaikan orang bodoh, sedangkan Raihan menyandarkan punggungnya ke kepala sofa, terlihat sangat santai. "Kita gak jadi godain pegawai hotel kok, rata-rata udah tante-tante semua. Toh, kita punya kerjaan lain, iye gak?"

David menyenggol bahu Raihan, yang membuat cowok itu berseru. "Yoi."

"Kerjaan? Ngerecehin cewek 11 IPA 2 lagi?" Reitama menghembuskan napas pelan. "Gak kapok-kapok lo kena pukul terus sama cewek garangnya."

"Enggak! Gue gak godain mereka! Gue dateng ke kamarnya Lily, godain Dinar," ucap Austin tiba-tiba, begitu antusias.

Austin mengubah posisi nya menjadi terduduk di pinggir ranjang, melihat teman-temannya yang duduk di sofa. "Btw, gue baru tau kalau Lily sekamar sama cewek yang kemarin."

Reitama menaikkan sebelah alisnya. "Cewek yang mana?"

"Itu lho, cewek yang kemarin nyelonong gabung aja sama kita di kantin. Dia sempet liatin gue sinis banget, songong tai." Austin menggeram kesal mengingat kejadian beberapa menit lalu.

David terkekeh. "Ya wajar lah, orang dia ngelirik Austin terus yang ngeidipin sebelah mata kek orang cacingan."

"Bego si lo jadi orang, cewek kayak gitu digodain." Raihan ikut menimbrung.

Reitama hanya terdiam, mencerna segala ucapan para temannya. Sedikit takut kalau Carla akan melakukan sesuatu pada Liliana dan Dinar. "Terus muka dia gimana pas liat Lily sama Dinar?"

"Muka dia?" Austin memberi jeda ucapannya, tak lama tersengar suara decakan dan helaan napas. "Songong banget dah cem nenek lampir, matanya sinis kalau Lily senyum, omongannya ketus keliatan kalau dia jahat kek Medusa."

"Sebenernya lo ada hubungan apa sih sama Carla? Kayaknya tu cewek ngincar perhatian lo banget," kata David menatap Reitama lekat, cowok itu juga memiringkan posisi duduknya menghadap Reitama.

Ada jeda selama beberapa detik sebelum Reitama mengeluarkan suaranya, ia menggaruk tengkuk kepalanya yang tak terasa gatal sambil mencari kata-kata yang pas. "Gimana ya? Setau gue, itu pun dari orang lain loh ya ... bukan dari Carla nya langsung. Yang gue denger, Carla suka sama gue."

Hide Feelings〔✔〕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang