Tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun, Liliana menunduk. Menggigit bibir bawahnya sembari menelan saliva dengan susah payah. Ia cemas, khawatir sekaligus takut.
Apa Liliana pantas disebut sebagai perempuan yang hobi mempermainkan hati cowok? Apalagi cowok-cowok baik seperti Jason dan Reitama. Setega itukah gadis mungil ini?
"Kenapa Jeje nanya itu?"
"Aku pengen tau perasaan kamu yang sebenernya, apa kamu bahagia kalau bareng aku atau engga. Kamu nyaman sama aku atau engga. Kamu masih suka aku atau engga?"
Tanpa Jason sadari, pertanyaan terakhir yang ia ucapkan berhasil mencelos hati Liliana.
Gadis itu meremas bagian ujung bajunya. "Maaf Je, tapi Lily──"
"PAKEEEETTT!!!"
Mendengat lentingan suara memekakkan telinga itu, keduanya kompak menoleh ke arah pintu. Langsung mendapati cengiran dari orang dengan sepiring mie goreng hangat digenggamannya.
"Ganggu aja si tapir!" umpat Jason, mendengus. Langsung menjitak Darren yang tengah menunduk sembari meletakkan sepiring mie goreng itu di atas meja.
Darren cengengesan, ikut duduk dengan santainya di sebelah Jason. "Jadi, kapel kesayangan gue lagi ngomongin apa nih? Babang mau denger dong."
"Yaaaa... gitu deh." Liliana membalas sekenanya, mengambil sendok serta garpu dan memakan mie goreng itu dengan lahap. Diam-diam, ia bersyukur atas kedatangan Darren, karena secara tidak langsung sudah menyelamatkan Liliana dari pertanyaan maut Jason yang tak bisa Liliana jawab dengan pasti.
Karena dia pun masih ragu. Apa dia masih menyayangi Jason? Masih menyukai Jason seperti beberapa tahun lalu? Atau justru, Liliana suka Reitama?
Ah! Permainan takdir, terkadang Liliana benci dengan takdir yang membingungkan.
"Kapan?"
Liliana mendongakkan kepalanya. Menatap Jason yang tengah berbincang dengan Darren.
"Gue berangkat besok. Palingan ntar gue nginep di hotel kali ya? Abisnya gue males kalo harus tinggal serumah sama bokap." Darren menghela napasnya sembari memijit pangkal hidungnya perlahan.
"Yaudah, terserah si. Lagian, maaf-maaf'an kek lo sama bokap. Masih mending lo punya bokap yang perhatian, masih punya nyokap. Masih punya keluarga utuh," komentar Jason. Tanpa sadar luka yang sudah susah payah ia pendam, kembali menyembul, mengeluarkan darah. Mengingat keluarganya yang tak bisa lagi ia selamatkan, yang tak bisa lagi ia persatukan.
"Ya mungkin nanti. Tapi bakal gue coba," kata Darren dengan singkat, sebelum cowok itu beranjak dari sofa, mengemas pakaiannya yang ada di lemari untuk keberangkatan ke Bogor besok. Menemui Papa nya yang selama ini tak Darren lihat.
Menghela napas. Jason menyandarkan punggungnya di kepala sofa, memejamkan matanya sekilas sembari memijat keningnya. Seketika, pikiran cowok itu kembali terngiang pada peristiwa beberapa tahun lalu dimana Papanya dengan susah payah mengajarkan Jason naik sepeda di sore hari. Lalu beralih pada Mamanya yang kerepotan membeli obat di warung, meskipun waktu itu sedang hujan deras. Mamanya rela basah kuyup, demi melihat Jason yang tengah demam bisa sembuh dan bisa bersekolah di esok hari.
"Gue benci mereka."
Tanpa sadar, sebulir cairan bening jatuh dari ujung mata Jason. Namun, dengan cepat cowok itu menyekanya.
"Je? Gapapa?" Liliana bertanya pelan sembari memiringkan kepalanya menatap Jason, gadis itu sudah selesai memakan mie nya.
"Eh. Li, gimana kalo besok kita pergi keluar? Aku mau ngajakin kamu jalan-jalan." Jason mendongakkan kepalanya, menatap Liliana dengan senyuman.
Kembali seperti semula.
Tersenyum.
Agar luka itu tak bisa dilihat siapa pun, kecuali dirinya dan Tuhan.
"Kemana?" Liliana menaikkan sebelah alisnya. Menggeser piring kotor itu ke pinggir meja, menatap Jason dengan mata berbinar-binar.
"Emmm, ke mall? Ke danau? Ke taman? Atau kemana aja terserah. Besok, aku mau kamu bahagia. Jadi aku bakal lakuin semua yang kamu mau, ok?"
Jason beranjak dari tempatnya duduk, berjalan mendekati Liliana. Mengacak puncak kepala gadis yang tengah bengong itu, terkekeh kecil. Jason mendekatkan wajahnya ke telinga Liliana, membisikkan sesuatu.
"Tuan Putri-nya Jason harus bahagia. Gak boleh sedih..."
~•~
"Abang bejat lo gimana?" tanya Reitama tiba-tiba, wajah cowok itu datar, sorot matanya menatap ke televisi, sama sekali enggan memandang Raihan.Raihan mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel, mendongak. Menatap Reitama sembari menghela napas pelan lalu entah datang darimana, senyuman tipis itu terukir di bibir Raihan.
"Abang gue udah gak bejat. Dia udah berubah jadi Anak Bunda, jadi lo gak perlu khawatir. Dia kayaknya udah insap," balas Raihan. Mengingat kejadian di rumah dimana Gavin mau tinggal serumah lagi dengan dia dan Bundanya. Keluarga kecil Raihan kembali utuh──walaupun tidak ada kehadiran Papanya. Tapi sejauh ini, Raihan sudah cukup bersyukur.
"Dia katanya mau bantuin lo."
Reitama mengerutkan kening. "Bantuin gue? Buat apa?"
"Biar lo gak lagi terus kepikiran Shila, karna sebenernya Shila itu udah gak ada trus──"
"Iya gue tau. Gue sadar, Shila gak bisa gue dapetin lagi." Reitama menghela napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Tak lagi tertarik dengan acara di televisi, Reitama lebih memilih mendengarkan perkataan Raihan.
Sambil meyakinkan hatinya: bahwa dalam mencintai, mungkin tak semua bisa bersatu.
"Bukan itu doang yang mau gue omongin. Ada hal lain, tentang orang-orang yang mukulin lo di dalem gudang. Orang-orang bayaran itu, sebenernya bos mereka ada di deket kita. Bahkan salah satu temen-temen kita, cuma gue gak bisa langsung tunjuk. Tapi yang pasti, bos mereka orang yang punya dendam sama lo. Deket sama lo sama tau titik kelemahan lo, makanya dia gunain kelemahan lo buat ngejebak bahkan mau ngabisin lo," ungkap Raihan panjang lebar.
"Kalau gak ada Gavin, mungkin sampe sekarang Lily masih nangis..."
Tanpa sadar, kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulut Reitama. Ketukan dihatinya mulai terdengar, otaknya juga menyuruh Reitama mengatakan itu.
Hal yang benar-benar menjadi alasan Reitama tetap bertahan.
Dan tentunya membuat teman-teman yang berada di kamar itu sedikit terkejut dengan perkataan Reitama selanjutnya.
"Gue udah kehilangan Shila. Gue gak mau Lily juga ilang dari hidup gue," katanya.
* * *
Aduh sulid.
Kasian Tama... atau kasian Jason?👀
Udah ya💜
Dadah👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Hide Feelings〔✔〕
Dla nastolatków[ belum direvisi ] "Cowok adalah salah satu makhluk Tuhan yang gak bisa jujur sama perasaannya sendiri." * * * [ warning! gaya kepenulisan masih ugal-ugalan karena waktu itu saya cuma sekedar anak pi...