"Tapi lo yakin, bukan lo penyebabnya?"
Laki-laki dengan tinggi melebihi seratus delapan puluh sentimeter itu menatap ragu orang du hadapannya yang tengah berdecak sembari menghela napas berusaha sesabar mungkin.
Gavin lalu mengusap wajahnya.
"Ya bukanlah, kalau pun gue mau. Gue bisa serang lo langsung, gak perlu lewat Tama. Jadi lo ngerti kan?"
"Diantara mereka berdua itu, salah satunya yang berpotensi jadi orang yang pengen ngilangin nyawa Tama."
Raihan terdiam, seperti menerka-nerka. Karena dua orang yang dicurigai Gavin sangat tidak masuk akal jika sampai berani melukai orang lain bahkan menghilangkan nyawa.
Mungkin, Raihan mencurigai satu orang...
Gavin, kembali berbicara. "Lo tau masalah tentang cewek yang namanya Shila?"
Raihan menggangguk, jelas ia tahu semuanya. Dulu, Raihan sempat menjadi teman dekat Shila sebelum cewek itu menjadi pacar Reitama. Dan menurut penilaian Raihan, Shila adalah gadis baik yang memiliki sifat bijaksana dan dewasa yang belum tentu semua gadis miliki. Mungkin karena itu Reitama menyukai Shila.
"Tau, dulu sebenernya dia udah meninggal. Tapi sampe sekarang Tama masih tetep yakin kalau Shila masih hidup, sampe dia nekat mau nyari tu cewek. Kadang gue heran, sebenernya Shila masih idul atau udah mati." Raihan menggaruk tengkuk lehernya yang tak terasa gatal.
"Nah itu permasalahannya! Si pelaku tau kalau Tama itu masih sayang sama Shila sampe dia bikin Shila palsu..."
Tunggu, Raihan sepertinya bingung. Terlihat jelas dengan kerutan di dahinya. "Shila palsu? Maksud lo?"
"Lo bilang gue penjahat kan? Sebagai penjahat, gue tau. Kalau penjahat bisa nyewa orang lain yang punya muka minimal 70% mirip sama target dia."
Raihan menggeleng. "Gak ngerti."
Menghela napas sabar, Gavin mulai menjelaskan semuanya secara pelan-pelan. Agar adiknya yang berotak lemot itu cepat paham sekaligus mengerti akar dari permasalahan yang menimpa Reitama.
"Intinya, orang yang niat ngebunuh Tama tadi itu orang yang sama. Dia nyewa cewek yang mukanya mirip 65 sampai 70% sama Shila, biar dia bisa mancing Tama masuk ke jebakannya. Contohnya tadi malam, Tama pergi ke gudang itu buat nyari Shila. Sedangkan yang dia dapet malah luka bukan kebahagiaan. Itu ngebuktiin kalau dalang dari semuanya itu emang bener-bener benci Tama, orang jahat juga perlu keberanian besar buat ngelakuin pembunuhan. Yang masih gue heran, motif dia tuh apa?"
"Jadi, Shila yang asli?" tanya Raihan, entah kenapa pikirannya selalu gagal paham apalagi kalau masalahnya tentang pembunuhan, terorlah atau sebagainya yang membuat otak dia seketika berasap.
"Shila yang asli udah meninggal lah, gak mungkin orang bisa ngehidupin orang yang udah mati." Gavin mendengus.
"Jadi, yang perlu kita lakuin. Kita yang gue maksud itu cuma lo dan gue! Gak boleh ada campur tangan siapa pun, karena musuh Tama itu adalah orang-orang yang deket sama dia."
Gavin menarik napas panjang, menatap Raihan sangat lekat sembari memegang bahu cowok itu. Sorot mata tajam yang diberikan Gavin seolah memberikan efek aneh di mata Raihan, bukan karena apa. Selama ini, dia belum pernah bertatap muka dengan Gavin. Biasanya mereka akan beradu argumen, hingga terjadi percekcokkan yang tak bisa dihindari lagi.
"Lo bisa percaya kan sama gue?"
~•~
Terpaut enam jam Reitama berada di dalam ruang operasi. Bahkan sang mentari pun sudah memperlihatkan sinar keemasannya, semalaman Dandra tak henti-hentinya menangis di bahu Arian. Melihat kondisi anak bungsunya dalam keadaan tidak baik-baik saja, tentu membuat Dandra sangat tertekan. Mau bagaimana pun, naluri seorang ibu yang akan merasakan betapa anaknya menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hide Feelings〔✔〕
Ficção Adolescente[ belum direvisi ] "Cowok adalah salah satu makhluk Tuhan yang gak bisa jujur sama perasaannya sendiri." * * * [ warning! gaya kepenulisan masih ugal-ugalan karena waktu itu saya cuma sekedar anak pi...