Semenjak kepergian manusia setengah iblis seperti Gavin, ada beberapa perbedaan yang terjadi.
Awalnya, keadaan kafe cukup ramai dengan pengunjung yang berdatangan memesan sesuatu yang di sediakan disini.
Namun, ketika keributan itu terjadi, semua orang terlihat gusar akan masalah pribadi yang dibawa ke tempat umum seperti ini. Layaknya orang marah, mereka berhamburan meninggalkan kafe kala melihat sang pelaku hampir saja mencelakai seseorang. Tapi ada beberapa dari mereka yang tetap tinggal demi melihat aksi yang dilancarkan Reitama.
Semuanya bersorak senang, begitu pun dengan Liliana yang tak kalah heboh dengan teman Reitama lainnya.
Kini, hanya ada tujuh remaja itu yang berada di dalam kafe. Bagaikan menyewa tempat ini, suasana begitu sunyi. Hanya terdengar suara lalu lintas dari sebrang sana dan lampu yang berkedip warna-warni disekitaran jalan yang mulai menggelap.
Para petugas kafe lebih memilih membereskan meja dan kursi yang sempat berjatuhan bahkan rusak, tidak ada satu pun dari mereka yang meminta ganti rugi.
Hal itu membuat Raihan beruntung. Tapi tak seberuntung sekarang ketika Reitama berbicara sangat ketus.
"Lo bangsat! Abis cuci otak dimana lo, sampe punya pikiran cetek gitu," umpat Reitama.
Jujur, dia sangat kesal dengan tingkah 'sok berani' yang Raihan coba tunjukkan tadi. Bukannya berhasil, tapi sepertinya senjata sudah makan tuan.
Raihan tak tahu siapa musuh yang sebenarnya sedang ia hadapi.
Reitama mengacak rambutnya, masih gusar. Cowok itu melepas jaket hitam yang ia kenakan dan menyampirkannya ke bagian atas kursi.
Semua orang terdiam, hembusan angin terasa sangat mencengkam apalagi bila dibarengi dengan wajah Reitama yang nampak emosi.
"Gak bisa jawab, hm?" ucap Reitama. "Udah tau abang lo penjahat, pake acara manas-manasin segala. Sampe segitunya rasa benci lo sama dia?"
Pada akhirnya, pertanyaan itu dibiarkan menggantung di udara. Raihan sudah tak memperdulikan ucapan Reitama mengenai kakaknya lagi. Ia lelah, sudah cukup orang itu mempermainkannya.
Hingga menimbulkan beberapa luka lebam disekitar rahang dan sudut bibirnya, semua ini terjadi karena Gavin. Ucapan Raihan benar, Kakaknya itu terlihat seperti sampah. Bahkan sampah pun lebih baik daripada Gavin karena secara terang-terangan menunjukkan sisi busuknya.
Ia tak habis pikir, tabiat Gavin makin menjadi-jadi. Sikap kriminalitas dari cowok itu semakin parah, bahkan Gavin bisa saja menjadi pembunuh ulung.
Raihan memijat pangkal hidungnya yang terasa nyeri, bahkan David yang sedang mengobati luka Raihan sampai berhenti melakukan gerakan.
"Gak usah, diperpanjang soal masalah tadi. Anggap angin lalu, gue pusing mikirinnya." kata Raihan.
Tak tega melihat Raihan yang sepertinya tertekan, Reitama hanya mengangguk samar sembari berhenti berbicara tentang perihal yang sama lagi.
Tidak berniat mengajukan pertanyaan lainnya, melihat kondisi Raihan yang sepertinya dibuat pening karena Gavin.
"Berhenti drama guys, mending kita main permainan aja biar seru. Jangan melanklonis gitu ah!" seru Dinar lantang, memecah keheningan.
Raihan mendongak. "Permainan?"
"Iya, permainan," Dinar terlihat berpikir sejenak. "Gimana kalau main Truth or Dare aja."
"Nah! Seru tuh!" Bara mengacungkan jempolnya.
Memberika kode pada David dan Austin yang nampak kebingungan dengan sikap Dinar yang seketika ingin memainkan Truth or Dare.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hide Feelings〔✔〕
Fiksi Remaja[ belum direvisi ] "Cowok adalah salah satu makhluk Tuhan yang gak bisa jujur sama perasaannya sendiri." * * * [ warning! gaya kepenulisan masih ugal-ugalan karena waktu itu saya cuma sekedar anak pi...