Kaki jenjang itu melintasi kerumunan manusia yang tengah menatapnya dengan pandangan yang berbeda-beda. Reitama tau, mereka tengah membicarakan dirinya yang kalah dalam pertandingan basket kemarin. Bahkan ada beberapa dari mereka yang mengumpat dan menyalahkan Reitama atas kekalahan SMA Dharma Bangsa.
Semua murid laki-laki rata-rata terus menghujat Reitama karena cowok itu tidak berguna menjabat sebagai kapten basket, tapi tanpa mereka ketahui menjadi seorang ketua bukanlah hal yang mudah dan bisa dipandang sebelah mata. Ketua sama saja sebagai panutan bagi orang-orang yang berada di bawahnya. Dan Reitama sendiri mengakui kalau kemarin dirinya lalai dalam pertandingan, tanpa disadari semua orang Reitama sudah berlaku tidak profesional sebagai ketua.
Tas ransel itu dilempar ke atas meja dengan kasar membuat orang yang berada di sebelahnya terperanjat lalu dengan cepat merubah ekspresinya.
"Kenapa lo?" tanya Raihan dengan muka datar.
Reitama menggeleng. "Gak papa."
Lalu mendudukkan bokongnya di kursi kayu yang di dominasi dengan coretan tipe-ex itu dengan muka masam.
Sejak kemarin malam, Reitama terus memikirkan bagaimana Shila bisa menghilang secara tiba-tiba bagaikan gadis itu tersedot ke dalam perut bumi. Mengingat bagaimana keadaan Reitama yang sangat percaya akan keberadaan Shila, cowok itu sudah tidak bisa mundur pada kepribadian biasanya.
Reitama mengacak rambutnya merasa frustasi, membuat Raihan yang sedari tadi mengamati hanya mengerutkan dahinya dalam diam tanpa mau bertanya.
Getaran di saku itu membuat Reitama mengalihkan pikirannya, ponselnya bergetar dan Reitama mengambil benda pipih itu dengan wajah tanpa ekspresi. Sama seperti biasanya.
+6283010474283
Lantai II, gedung II
sekarang!Reitama menaikkan sebelah alisnya, menatap layar ponsel itu dengan heran. Lalu pandangannya berjumpa dengan sebuah kertas penuh coretan yang tergelak di bawah kaki Reitama. Sempat terinjak beberapa waktu lalu.
Tanpa pikir panjang, Reitama meraih kertas itu dan melihat isi di dalamnya.
Tidak ada apa-apa, hanya coretan tidak jelas. Yang Reitama yakini, kertas ini pasti bekas seorang cewek karena hampir semua tulisannya tertulis nama cowok dengan hiasana berbentuk hati. Dan kalimat-kalimat menjinjikan lainnya yang membuat siapa saja yang membacanya pasti merasa geli.
Tanpa di sengaja, Reitama meneliti tulisan kecil yang terdapat di bawah kertas. Tulisan itu sangat kecil dan tidak jelas bentuknya, ditambah tinta merah yang berantakan disekitarnya membuat kalimat-kalimat yang tertulis sedikit tidak jelas.
Manik matanya meneliti setiap kata itu, agar bisa membacanya walaupun tulisan bertinta merah itu sangat tidak jelas bentuknya.
"Datang kalau lo mau tau yang sebenernya." Reitama membaca kalimat itu.
Seketika sorot matanya menatap lurus ke depan, tak disadari urat-urat di leher Reitama mulai bermunculan dengan rahang yang menegas.
Telapak tangan Reitama yang terkepal kuat itu bahkan meremas kertas tadi hingga bentuknya tidak jelas.
Sejurus kemudian, Reitama berdiri. Refleks menggebrak meja di depannya sampai membuat orang lain yang berada di kelas ini terkejut begitu pun dengan Raihan.
Cowok itu ingin bertanya, namun Reitama sudah terlebih dahulu beranjak dari kelas sembari melempar kertas yang ada di genggamannya ke tong sampah.
Tak peduli bel masuk sudah berbunyi, Reitama tetap berjalan sesuai kemauannya. Walaupun di koridor bertemu Pak Tambo yang akan mengajar di kelasnya, Reitama tetap tak menghiraukan keberadaan guru itu. Bahkan saat Pak Tambo berteriak memanggil nama nya pun, Reitama sama sekali tak menggubris bak tidak memiliki telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hide Feelings〔✔〕
Roman pour Adolescents[ belum direvisi ] "Cowok adalah salah satu makhluk Tuhan yang gak bisa jujur sama perasaannya sendiri." * * * [ warning! gaya kepenulisan masih ugal-ugalan karena waktu itu saya cuma sekedar anak pi...