Selesai ikut operasi sama dr.Seno, dia sempet manggil gue ke ruangannya buat nge teh bareng katanya.
"gimana dapet pengelaman baru?" ujarnya
"serius dok ternyata kuncinya memang ada pada waktu." Jawab gue setelah meneguk teh hangat.
"apa kabar perempuan yang kamu ceritakan itu? Sudah ada peningkatan?". Gue hampir aja tersedak saat tiba-tiba dr.Seno menanyakan hal yang pernah gue bayangkan sebelumya.
"belum dok, masih lari ditempat." Jawab gue hambar.
"saya penasaran sekali dengan wajah perempuan satu ini, bisa-bisanya kamu bertahan dengan rasa yang sama selama hampir 10 tahun" ujar dr.Seno yang hanya gue balas dengan senyuman pebuh arti.
"dengar nata, ini hanya saran saya berdasarkan pengalaman pribadi. Saya pernah berada diposisi kamu, dia teman kuliah saya. Saya fikir semua akan baik-baik saja sampai nanti saya memutuskan untuk langsung menjadikan dia milik saya seutuhnya ketika saya meraih sukses, proses itu hanya tinggal menunggu sekitar 10% lagi untuk tercapai. Tapi nyatanya, saya terlambat hingga perempuan itu memutuskan lari bersama laki-laki lain, dengarkan usulan saya jangan sebagai senior kamu melainkan sebagai seorang kakak. Mengerti?" ungkap panjang dr.Seno sembari pamit meninggalkan ruangan untuk kembali memeriksa pasien.
Petuah dari dr.Seno terus berkecamuk di fikiran gue bahkan saat gue melaju dengan kecepatan yang tinggi menuju rumah kara.
Today is the day, gue gak mau mengulang pristiwa sama dengan dr.Seno.
"kar, gue mau bilang sesuatu." Ujar gue setelah beradu mulut dengan kara yang disaksikan oleh demas dan uci, sekarang tinggal lah gue dan kara dirumahnya.
Gue sempet ragu antara melanjutkan niat gue atau enggak, tapi liat kara disamping gue sekarang, gue gak bisa nahan hal ini lebih lama lagi.
"maafin gue karena gue ngebentak elo, lagi". Ungkap gue tulus dan tatapan gue sekarang dibalas oleh kara yang mulai berkaca-kaca.
"kar, gue sayang sama elo". Ya, finally I can say it
Gue lega, rasanya gue punya abses besar dimuka gue dan sekarang udah meledak.
Tapi seketika rasa lega itu pudar, kara menitikan air matanya dan gue bingung atas reaksi dia terhadap ungkapan gue.
"elo kok nangis kar? Gue salah ngomong ya". Tanya gue hati-hati.
"elo jangan bentak gue lagi nat, tangan sama kaki gue perih gini bukannya diobatin malah elo marahin". Iya, kara menangis sekarang.
"iya iya, gue minta maaf kar, gue emosi tadi." Jawab gue tapi kara malah nunduk nyembunyiin wajahnya dilipatan tangganya.
"nat, gue" dia ngomong lagi, suara nya samar disertai tangisan tapi gue tetep bisa mendengar kalimatnya.
"gue juga sayang nat sama elo". Sambung kara.
Kalo gue boleh minta, gue pengen iblis atau malaikat yang ada di sekliling gue sekarang buat nyubit keras pipi gue. Ya, agar gue bisa yakin kalo ini bukan mimpi.
Saking kaget dan senang nya gue cuma bisa senyum menatap tingkah dia tanpa berkata apa-apa.
"kok elo diem aja sih nat." ujar dia sambil menghapus sisa airmatanya.
Lagi- lagi gue cuma bisa senyum, kara begitu menggemaskan dengan wajah merahnya, terlebih sekarang dia berdiri lalu pergi dengan kaki pincangnya meninggalkan gue.
"gengsian amat sih lo sampe harus pergi segala." Gue berhasil meraih lengan kara dan memeluk erat tubuhnya. Ini bukan kali pertama gue meluk kara, tapi dalam kasus ini situasi nya berbeda. Gue merasakan damai yang selama ini gue impikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (boy) Friend | Bbyu Vol.1
Fanfiction[ C O M P L E T E D ] Butuh waktu sepuluh tahun untuk gue bisa mengungkapkan apa yang selama ini gue pendam. Rasa sayang gue terhadap kara -Nata "cewek bar-bar yang selalu gue kagumi walau saat dia bangun lengkap dengan ilernya, entah sejak kapan ta...