MBF : 35

330 45 7
                                    

Sepanjang jalan menuju tempat yang ingin kara datangi, dia bersikap aneh seolah menyembunyikan sesuatu.

Dan ya, dugaan gue benar. Ada maksud lain saat kara mengajak gue ketempat ini, tempat dimana sudah hadir bokap gue dan anak tirinya.

"nak tunggu" ujar laki-laki itu saat kaki gue melangkah pergi meninggalkan mereka.

Gue muak dengan kalimatnya yang seolah tidak pernah terjadi apa-apa antara gue dan dia dua belas tahun lalu.

"apa yang sebenarnya kalian inginkan? Kenapa kalian menggunakan kara untuk melakukan semua ini? Apa yang ingin kalian tunjukkan?! Oh gue tau, elo pengen pamer depan gue sebagai anak sematawayang seorang ramajaya?"
Ujar gue mengajak bicara anak tirinya.

"ambil, ambil semua. Ambil semua yang memang sudah mutlak menjadi milik lo sejak dua belas tahun lalu" tambah gue

"nak dengarkan papa-"
Sumpah! Lelucon apa yang sedang dimainkan orang ini.

Menyebut dirinya seorang 'papa setelah perilaku busuk yang dilakukan terhadap nyokap gue.

"cukup! Gelar papa sama sekali tidak pantas disandang anda. Tuan rama"

"nat, gue mohon setidaknya duduk dan kita bisa bicara" -reza

"gak ada hal yang begitu penting sampai kita harus duduk bersama. Gue pergi" jawab gue meninggalkan tempat itu.

Gue gak habis fikir kenapa kara mau aja ngelakuin hal ini setelah dia berjanji dua kali sama gue sebelumnya.

"kenapa elo bikin gue kecewa lagi kar? Elo paling tau gue gak pengen ketemu mereka" kalimat gue meninggi saat kara berlari mengahampiri gue.

"nata dengerin gue dulu, gue lakuin ini buat elo nat. Ini permintaan alm.mama juga, elo tau itu kan?"

"jangan bawa-bawa mama di situasi ini kar! Gue kecewa sama elo"

"oke kalo alasan mama gak berhasil bikin lo sadar! Gimana kalo ternyata om rama, bokap lo nat. Dia sedang sakit keras dan berusaha mengemis maaf dari anaknya sebelum meninggal"

"gue gak perduli kar! Gue gak perduli sekalipun dia mati" entah kenapa kalimat itu keluar begitu mudah dari mulut gue.

Hingga sebuah tamparan berhasil menyadarkan gue dengan kalimat yang gue rutuki itu.

"elo udah kelewatan nat. Kalimat lo bukan hal yang pantas dikatakan seorang dokter yang mengetahui jika ayahnya sekarat" ujar kara menitikan air matanya sebelum meninggalkan gue.

Anggaplah gue gila sekarang.

Gue hanya terduduk melamun disamping pusara mama tanpa melakukan apapun selama berjam-jam.

"nata harus gimana maa" ujar gue mengusap nisan itu.

Setelah pertengkaran dengan kara, yang gue lakukan hanyalah mengurung diri di rumah ataupun keluar menuju toko kue kara untuk memastikan jika dia baik-baik saja melalui ibunya.

Saat gue kembali ke rumah, gue sempat melihat kara yang turun dari bus berjalan menuju gerbang rumahnya dan bungkam tanpa mengatakan apapun seolah tidak melihat gue.

"bisa nata ketemu sama om?" ujar gue saat sebuah panggilan yang gue tuju terhubung.

Dan disini lah gue, duduk menunggu kedatangan om haris.

Setelah bertukar sapa dan saling menanyakan kabar, akhirnya inti dari alasan gue mengajak om haris bertemu terjawab sudah.

"setelah kepergian kamu dan mama mu dua belas tahun lalu. Rama menghukum dirinya karena telah gagal mempertahankan keluarganya, itulah yang dia keluhkan pada om. selama satu tahun penuh dia kehilangan arah mencari keberadaan kalian yang seakan disembunyikan oleh keluarga Tari mama kamu."

My (boy) Friend | Bbyu Vol.1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang