“tumbenan elo minta makan di tempat kayak gini kar, biasanya juga pengen bakso pinggiran jalan” ujar nata saat kita masuk ke sebuah restoran tempat dimana gue janjian dengan om rama.
“elo aneh banget kar hari ini” tanyanya membuat gue semakin gugup.
“gue mau elo ketemu sama seseorang nat” akhirnya gue berani membuka suara setelah bungkam dari tadi
“temen lo?” tanyanya
Gue menggeleng hingga akhirnya om rama datang dengan reza.
Saat mereka datang, nata sempat mengalihkan pandangannya ke arah gue sebelum dia pergi.
Lagi, seperti yang sudah-sudah.
“nak tunggu” ujar om rama sebelum nata menjauh
Dan tanpa gue duga, nata kembali mendekatkan langkahnya
“apa yang sebenarnya kalian inginkan? Kenapa kalian menggunakan kara untuk melakukan semua ini? Apa yang ingin kalian tunjukkan?! Oh gue tau, elo pengen pamer depan gue sebagai anak sematawayang seorang ramajaya?” ungkap nata random dan terfokus pada reza
“ambil! ambil semua. Ambil semua yang memang sudah mutlak menjadi milik lo sejak dua belas tahun lalu”
Dengan jelas gue melihat rahang nata mengeras menahan emosinya, matanya memerah menahan tangis yang selama ini dipendamnya seorang diri.
“nak dengarkan papa-“
“cukup! Gelar papa sama sekali tidak pantas disandang anda. Tuan rama”
nata berhasil memotong kalimat papanya yang belum usai dengan tuduhan tajam itu.Gue kira nata udah kelewatan sekarang
“nat, gue mohon setidaknya duduk dan kita bisa bicara” kali ini reza menyuarakan pendapatnya.
“gak ada hal yang begitu penting sampai kita harus duduk bersama. Gue pergi” ujarnya kali ini dan benar-benar melangkah keluar.
“tolong kejar nata kar” kalimat reza berhasil mengalihkan pandangan gue dari kepergian nata.
Dan disana, dengan jelas gue melihat setetes air mata keluar dari pelupuk laki-laki paru baya yang kini terhuyung memegang dada nya.
“om rama gapapa?” tanya gue khawatir.
“om baik-baik saja nak, tolong. Kejar nata” jawabnya mendudukkan tubuhnya dibantu oleh reza.
“nat, nata!” panggil gue berlari mengejar nata.
“kenapa elo bikin gue kecewa lagi kar? Elo paling tau gue gak pengen ketemu mereka”
“nata dengerin gue dulu, gue lakuin ini buat elo nat. Ini permintaan alm.mamah juga, elo tau itu kan?”
“jangan bawa-bawa mama di situasi ini kar! Gue kecewa sama elo”
“oke kalo alasan mama gak berhasil bikin lo sadar! Gimana kalo ternyata om rama, bokap lo nat. Dia sedang sakit keras dan berusaha mengemis maaf dari anaknya sebelum meninggal”
Gue fikir setidaknya alasan ini dapat mencairkan sedikit bongkahan es amarah di hati nata, tapi ternyata-
“gue gak perduli kar! Gue gak perduli sekalipun dia mati”
Jantung gue seakan berhenti berdetak. Nata yang gue kenal gak mungkin mengatakan kalimat seperti ini.
Entah kenapa hati gue ingin membela nata disaat otak gue tercengang dengan sikapnya. Hingga tanpa sadar tangan gue berhasil mendaratkan satu tamparan di pipinya.
“elo udah kelewatan nat. Kalimat lo bukan hal yang pantas dikatakan seorang dokter yang mengetahui jika ayahnya sekarat” gue nangis karena sadar telah menampar laki-laki yang gue sayang. Tapi hati gue juga kecewa mengingat laki-laki itu adalah orang yang sama dengan pengecut yang selalu lari dari masalahnya.
Setelah pertengkaran itu, gue pulang naik angkutan umum meninggalkan nata yang terpatung sendirian.
Dan selama itu pula gue berhasil menjaga jarak dari nata begitupun sebaliknya.
Sesekali gue berpapasan dengan nata di depan gerbang rumah saat pergi ataupun pulang kerja.
Tapi tidak satupun dari kita yang mencoba untuk memulai damai.
“kar, ibu tadi ke toko kain beli bahan buat acara wisuda nata. Tapi ibu bingung loh ma-“ ibu menghentikan kalimatnya ketika menyadari gue hanya termenung tanpa memperdulikannya.
“kenapa? Berantem sama nata lagi?” tanya ibu
“om rama minta bantuan kara buat bujuk nata biar mau ketemu sama dia bu”
“terus nata nya mau?”
“jelas nata nolak, dan yang bikin kara gak habis fikir. Sikap nata udah kelewatan banget di depan om rama”
“sayang, coba kamu rasakan kalo kamu berada di posisi nata. Emang kamu bakal semudah itu memaafkan orang yang sudah melukai hati ibu?”
Gue menggeleng menyalahkan pernyataan ibu.
“jadi disini kamu harus mencoba menghargai keputusan nata. Kita memang bisa mencoba untuk membantu tapi tidak untuk memaksa”
Entah kenapa semua perkataan ibu itu selalu lah benar dari sudut pandang manapun.
“sekarang kamu temui nata, sudah dua hari ini dia gak datang ke toko ibu seperti biasanya. Ibu khawatir dia kenapa-kenapa”
Setelah mengumpulkan semua kesadaran, gue berhasil mengurungkan ego gue dan datang ke rumah nata.
Betapa terkejutnya gue mendapati nata yang tengah tidur menggulung dirinya menggunakan selimut dengan suhu badan yang begitu panas.
“nat elo kenapa?” ujar gue menghambur kearahnya sedang dia hanya menggigil menyerukan kalimat ‘mama dengan matanya yang tertutup.
Sekitar jam sepuluh malam, nata dilarikan ke rumah sakit segera setelah ambulance datang.
“nata baik-baik saja kok kara, kamu gak usah khawatir” ujar dr.Seno setelah merapikan nata usai diperiksanya.
“pastikan dia banyak minum dan mengisi perutnya saat dia sadar ya, nanti saya kembali setelah jadwal operasi” tambahnya
“terimakasih dok” jawab gue yang dibalas senyuman doksen sebelum dia pergi.
Sepuluh menit setelah itu, nata mulai membuka matanya.
“elo gapapa nat?” tanya gue mendekat
“gue di rumah sakit kar?” tanyanya parau yang gue balas dengan anggukan.
Melihat nata terbaring lemah di ranjang rumah sakit membuat gue merasa bersalah dengan sikap gue selama satu minggu ini.
“dokter juga bisa sakit ya ternyata nat” ujar uci saat datang bersama personil lainnya di esok hari.
“sakit apa lo! paling juga capel sama kala-nya gue” tambah kak cadel yang membuat wajah pucat nata mengepul. Haha
Sekuat itu pertemanan antara nata, kak dem, kak cadel dan juga kak nano. Saat mendengar nata sakit, mereka langsung kembali dari tempat asal mereka hanya untuk melihat keadaan nata.
Iya, menanti waktu kelulusan mereka kembali ke Negara mereka masing-masing untuk hibernasi sementara katanya.
Setelah membuat kebisingan sekitar lebih dari lima jam di ruangan nata, akhirnya mereka segerombol pergi menyisakan gue dan nata.
“nata gue mau minta maaf” ujar gue sambil mengupas jeruk untuk nata
“karena nampar wajah ganteng gue?” sialan! Sakit aja masih mau ngajak perang dia.
“iya, dan juga-“
“gue mau ketemu sama dia kar, gue mau ketemu papa”
Apa gue gak salah denger.
Coba boleh rewind sekali lagi.
“elo serius nat?”
Nata mengangguk
“tapi gue gak mau pergi sendiri, gue pengen elo ikut” tambahnya yang dengan pasti gue balas dengan anggukan.
......
Deapark-
KAMU SEDANG MEMBACA
My (boy) Friend | Bbyu Vol.1
Fanfiction[ C O M P L E T E D ] Butuh waktu sepuluh tahun untuk gue bisa mengungkapkan apa yang selama ini gue pendam. Rasa sayang gue terhadap kara -Nata "cewek bar-bar yang selalu gue kagumi walau saat dia bangun lengkap dengan ilernya, entah sejak kapan ta...