MBF : 18

493 48 1
                                    

Sepanjang jalan menuju rumah sakit, gue gak berhenti merapalkan doa agar kondisi mama nata tidak separah yang diberitahu ibu lewat text messages nya.

Ya, ibu ternyata lebih dulu menghubungi gue tentang keadaan mama yang jatuh pingsan di kantor sore tadi. Tapi karena ponsel sengaja gue simpen di kamar, alhasil ibu gak punya pilihan lain selain langsung menghubungi nata.

Nata yang duduk dibangku tengah bersama gue dan uci hanya diam tanpa berkata apapun, disaat seperti ini gue gak bisa berbuat apa-apa selain menggenggam erat tangannya.

Sekitar pukul tiga pagi kita semua sampai di rumah sakit, mama memang dilarikan ke rumah sakit tempat nata praktek karena jaraknya yang tidak jauh dari kantornya.

Disana gue mendapati ibu yang tengah sibuk mengurus ini itu sendirian.

Ibu yang sadar akan kehadiran kami langsung menghampiri gue dan nata dengan wajah khawatir tapi tetap meyakinkan jika keadaan mama baik-baik saja.

Setelah sekitar sepuluh menit masuk kedalam ruangan, nata keluar tanpa kata dan menghilang.

Ya, sesuatu yang ibu rahasiakan adalah kenyataan bahwa mama dinyatakan Koma sejak tidak sadarkan diri.

"ma, ini kara ma" ujar gue menggenggam tangan mama

Hati gue nyeri melihat sosok tegar mama yang terbaring dengan berbagai alat ditubuhnya. Tuhan kenapa hal ini terjadi mendadak dan tepat dihari ulang tahun nata, hari yang seharusnya dimaknai dengan rasa syukur oleh nata dan kini sebaliknya.

Saat pagi tiba. Kak demas, kak nano, kak cadel beserta uci dan ibu pamit pulang biar bisa gantian jagain mama di RS nanti.

Walau disergapi rasa khawatir, nyatanya tubuh gue gak bisa berbohong. Gue lelah dengan mata yang mulai memberat.

Gue gak yakin seberapa lama gue menutup mata hingga gue sadar dan terbangun karena dinginnya tangan nata yang mengelus pipi gue.

"pulang aja dulu, gue gapapa disini sendiri" ujarnya dan gue hanya menggelengkan kepala menolak permintaannya.

Sekita sepuluh menit gue kembali dari kamar mandi hanya untuk sekedar membersihkan diri.

Gue masuk ke ICU tempat mama dirawat tanpa mendapati nata disana.

Tak lama setelah gue masuk, seorang laki-laki tampan berjas putih datang dengan mengetuk pintu terlebih dahulu. Gue kenal wajah itu, dr.Seno

"selamat pagi" sapanya

"pagi dok" jawab gue tersenyum simpul

dr.Seno terlihat mengamati wajah gue aneh, untuk sesaat gue fikir kalo masih ada iler disekitar bibir gue sampe segitunya ini dokter ganteng liatinnya.

"kara kan?" Lah, dia kenal juga sama gue

"iya dok, saya kara"
Jawab gue dan sesaat setelahnya dr.Seno datang mendekat dan menawarkan tangannya untuk berjabat

"akhirnya saya ketemu kamu tanpa harus menunggu nata mengenalkan kamu kepada saya" ujarnya dan gue bingung dengan kosa kata dokter. Berbelit!

"nata nya dimana ya kara"

"saya juga kurang tau dok, tadi saya keluar sebentar dan waktu kembali nata gak ada"

dr.Seno hanya mengangguk menanggapi jawaban gue

"well, kara maaf jika saya harus meminta sesuatu sama kamu di pertemuan pertama kita" ujarnya dan membuat gue kembali bingung.

Apaan nih? Mau minta apa dia, gue takut.

"saya tau kamu pasti mengenal nata lebih baik dari pada saya, saya juga tau sejauh mana hubungan kalian hingga saya yakin, hanya kamu yang bisa menjadi alasan nata untuk tegar sekarang."

"sebagai seorang dokter, nata tidak akan bisa dibohongi tentang bagaimana buruk keadaan mamanya saat ini. Koma karena pecah pembuluh darah." tambahnya

"nata bisa saja terlihat baik-baik saja di depan kita semua tapi saya yakin hatinya ikut lumpuh melihat mamanya terbaring seperti ini. Nata adalah salah satu mahasiswa yang sangat dekat dan bahkan sudah saya anggap adik sendiri, jadi saya minta sama kamu, tolong kuatkan nata. Kita mungkin masih bisa melihat senyum tersungging dibibirnya nanti, tapi saya yakin hanya kamu yang bisa melihat tangis di hatinya"

"dan hanya kamu yang bisa mengobatinya" narasi dr.Seno berakhir dengan senyum penuh harap sembari melangkah keluar ruangan.

Selang beberapa menit setelah dr.Seno keluar, nata kembali dengan beberapa air mineral dan makanan padat lainnya.

Nata duduk disamping gue dan menawarkan apa yang ia bawa.

"kenapa" tanyanya yang mungkin bingung melihat gue yang menatap lekat wajahnya tanpa berkata apapun like a Psikopat

"can I hug you?" Tanya gue dan tanpa menunggu jawaban nata, gue memeluk tubuhnya dengan erat.

Untuk beberapa saat nata hanya terdiam hingga akhirnya tubuhnya bergetar, tangan kekarnya membalas pelukan gue tak kalah erat dan sedikit isakan yang tertahan dapat dengan jelas gue dengar.

"its oke, keluarin aja sayang, keluarin kalo itu bisa bikin kamu sedikit lebih tenang" ujar gue yang ikut menangis menepuk pelan punggungnya.

Sekitar tengah hari, ibu kembali dan meminta gue beserta nata untuk pulang, nata yang bersikeras untuk tinggal akhirnya luluh saat dr.Seno berjanji akan dengan siaga membantu menjaga mamanya.

Ditengah perjalanan pulang, gue gak bisa berhenti melihat nata.

"mata elo lama-lama keluar kar kalo liatin gue terus"

Gak tau kenapa hati gue gak terima waktu nata manggil gue dengan panggilan'elo'

"kamu! Aku pengen kita berhenti manggil elo gue!" jawab gue dan jelas membuat nata bingung.

"dih, kerasukan setan laut ya lo tiba-tiba pengen ngalay macem si demas sama si uci?" sanggahnya. Dan untuk pertama kalinya gue bersyukur bisa berantem sama nata.

"yaudah, kalo elo gak mau. Kita putus!" jawab gue gak serius

"apaan sih lo! kayak anak paud banget"

"biarin, emang elo pacaran sama anak paud! Kenapa? Gak suka? Yaudah pacaran aja tuh sama emak-emak senior elo dirumah sakit yang gincunya merah banget kayak cabe!" jawab gue sarkas

Nata hanya memandang aneh mendengar penuturan gue dan berakhir dengan gelak tawa kita.

Jelas terdengar ditelinga gue renyahnya tawa nata, tapi dr.Seno bener! Hati nata jelas menangis dan gue bisa liat itu.

Sampe dirumah, gue sama nata mandi karena bau seribu rupa udah kecium banget ditubuh kita. Gue sama dia mandi di rumah kita masing-masing tapi.

Jangan nething!

Kelar mandi gue nyamperin nata yang ternyata udah ketiduran di sofa ruang tengahnya.

Nata udah mandi, gue yakin karena wajah pucatnya terlihat lebih seger dari sebelumnya.

Gue gak berani ganggu dia karena sama seperti gue, tubuhnya meminta hak untuk istirahat.

Sekitar sepuluh menit gue nemenin nata, panggilan masuk dari ibu.

Feeling gue udah gak enak, ada dua kemungkinan yang terjadi pada mama. Mama siuman dan, mama kritis.

"sayang, bisa kesini sama nata?" gue meyakinkan hati gue kalo yang gue dengar bukan suara ibu yang menahan tangis, tapi telinga gue gak bisa bohong. Ibu nangis disebrang telpon.

Saat panggilan dari ibu terputus, gue berjalan mendekati nata dan sebenarnya gak tega buat bangunin dia dari mimpi dan berpindah pada mimpi lain yang lebih nyata, mimpi buruk untuk nata dan gue.

Sumpah! Part ini dipaksain banget karena harus publish tapi belum nulis apapun sampe tengah mlm 🙀
.
.
.
Deapark-

My (boy) Friend | Bbyu Vol.1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang