Rewind : Nata

268 30 5
                                    

Gue bener-bener bodoh. Ngapain juga coba gue percaya gitu aja sama desas desus berita yang belum juga bener.

Kan jadi gini imbasnya.

Gue jadi ngerasa bersalah tiap kali jalan sama dinda, karena dasarnya gue emang gak punya feel apapun sama dia. Pristiwa gue nembak dia tempo hari lalu itu cuma karena gue taunya kara jadian sama si ano, dan gue gak mau kalah dari dia.

Tapi saat gue tau kalo berita itu cuma  kabar burung, gue jadi terjebak diantara rasa menyesal dan gak enak.

Dinda cewek manis dan baik, gue gak tega kalo harus mutusin dia gitu aja. Tapi disatu sisi juga gue gak tahan saat kara selalu dengan sengaja menjaga jaraknya dengan alasan takut ganggu gue dan dinda.

Hello kar, yang ganggu itu dinda. Bukannya elo!

"Kak, bisa temenin aku beli kado buat mama gak nanti?" tanya dinda saat jam istirahat datang.

"Harus sama aku banget ya? Bukannya kalo cari hadiah buat cewek itu enaknya ditemenin sama cewek juga?" jawab gue.

"Kak nata udah ada janji ya sama kak kara?" lagi, pertanyaannya membuat gue merasa gak enak.

Aduh dosa deh gue giniin anak orang.

Gara-gara si kara sih ah!

"Yaudah, kamu tunggu aku di kantin aja nanti bubar sekolah" ungkap gue singkat sebelum meninggalkannya.

Sekali aja deh, sekali aja gue turutin kepengennya dia.

"Heh! Ngapain lo bengong? Kayak sapi pilek tau gak" kara datang mendepak punggung gue.

Kadang gue fikir, apa sih lebihnya cewek bar-bar ini dibanding dinda yang jelas-jelas jauh lebih, lebih, lebih baik dari dia.

(Lebihnya aja tuh sampe tiga kali ya!)

"Sakit sih kar, gak mikir ya lo" jawab gue

"Apaan yang sakit? Gini doang lo sakit?" sanggahnya menampar kembali punggung gue.

Udah pengen gue patahin aja tuh tangannya.

Untung gue sayang kar!

"Gue gak balik barengan elo ya nanti" ungkap gue.

"Kenapa? Mau jalan sama dinda?"

Kan, harus jawab apa coba gue.

"Santai aja kali, cowok sama cewek pacaran itu wajar kok kalo jalan berdua" kok gue sakit ya denger lo bilang gitu kar, "Gue bisa balik barengan uci kok nanti" tambahnya kemudian.

Seperti yang udah gue minta, dinda dengan setianya menunggu gue di kantin. Padahal gue udah sengaja ngumpet dulu di uks selama lebih dari dua jam dan matiin hape. Berharap saat gue ke kantin, dinda udah cabut karena lama nunggu.
"Ayo, dind" ungkap gue.

"Udah kak?" tanya nya yang gue balas dengan anggukan.

Sekitar satu jam berkeliling di sebuah mall, netra gue bertemu dengan sosok yang tidak asing.

Iya, kara sama uci.

Ngapain coba itu dua bocah berkeliaran, bukannya langsung balik aja sih tadi.

Gue sih berharap mereka gak liat gue, setidaknya agar gue terhindar dari ejekan mereka.

"Eh, ada romeo!" teriak uci antusias saat melihat gue berdiri disamping dinda yang sedang memilah beberapa aksesoris perempuan.

Kentara banget gue bisa melihat ekspresi tidak nyaman antara kara sama dinda.

"Bukannya elo bilang mau langsung balik tadi?" tanya gue pada mereka.

"Dih, suka-suka gue dong" jawab kara.

Setelah melihat tegangan listrik yang terpatri diantara mata kara dan dinda, uci segera menyeret tangan kara untuk pergi dan berakhir dengan menabrak seseorang sehingga menjatuhkan minuman panas yang dipegangnya pada baju kara.

"Woy neng! Hati-hati dong jalannya. Tumpah kan tuh kopi saya" teriak si pemilik kopi itu.

"Maaf pak, teman saya kan gak sengaja" jawab gue menengahi hingga akhirnya orang itu pergi.

"Elo gapapa?" tanya gue panik saat melihat uci tengah berusaha mengusap baju kotor kara dengan tissue

"Gue gapapa kok" jawabnya santai.

Gapapa gimana coba, kopi panas baru aja tumpah di bagian perutnya. Mana ada dia bisa gapapa.

"Ayo balik" ungkap gue menarik tangannya.

"Nat, elo apa-apaan sih!" kara berontak dengan menarik tangannya dari genggaman gue.

Wajah kara seakan mengisyaratkan sesuatu dengan mengalihkan pandangannya pada dinda yang dengan jelas melihat jika gue mengenggam tangan kara.

"Gue balik sama uci aja" ungkapnya.

"Enggak! Elo balik sama gue" tangkas gue "dind sorry, aku balik duluan ya. Kalo mau, minta uci aja buat temenin kamu" tambah gue yang setelah itu menyeret kara pulang.

...

"Yang kena tumpahan kopi tadi jadi merah gak?" tanya gue saat datang ke rumah kara.

"Merah dikit" jawabnya singkat sibuk dengan ponselnya.

"Kalo orang ngomong tuh di liat muka nya bege!" protes gue mengambil hape nya.

"Nat ih! Apaan sih, siniin hape gue" kara mulai berontak.

"Tuh! Olesin di yang merahnya" jawab gue melemparkan salep kearahnya.

...

"Kak, aku mau bicara" dinda datang ke kelas gue tanpa gue duga.

"Kenapa, dind?"

"Kak nata tuh sayang gak sih sama aku?"

Mampus! Gue harus jawab apa.

Bilang aja elo gak sayang sama dia, bilang kalo elo khilaf waktu nembak dia- setan berbicara

Jangan jadi cowok pengecut! Hati cewek itu gak sedangkal pemikiran lo, dinda itu cewek baik. Elo gak boleh bikin dia kecewa- malaikat menyanggah.

Gue paling benci pertikaian, tapi dengan jelas gue terus mendapat bisikan-bisikan berbeda dari sisi kiri dan kanan gue.

"Aku minta maaf, dind" jawab gue.

Biarlah sekali aja dalam hidup gue ngikutin omongannya setan.

"Gapapa kok kak. Aku ngerti, makasih banyak ya buat semua nya" jawabnya singkat setelah itu berlari.

Nasi udah jadi bubur sih, gue rasa ini keputusan final. Gue emang brengsek, tapi mau gimana lagi. Makin lama gue bertahan, artinya makin lama gue membodohi diri gue dan dia.

Tak lama setelah gue dan dinda putus, dia pindah sekolah karena alasan pribadi.

Gue harap karma yang akan gue terima akan dosa gue terhadap dinda kelak itu gak bakal berat.

Gue janji, gue akan berdoa semoga dinda bisa bersama dengan orang yang disayanginya juga menyayanginya.

Sama seperti gue, bersama dengan kara.

.
.
.



Besok kita bertemu di buku sebelah ya ❤

...

Deapark.

My (boy) Friend | Bbyu Vol.1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang