MBF : 39

385 45 4
                                    

Saat panggilan terputus, gue liat kara dengan muka khawatirnya menyusul uci masuk kedalam taxi meninggalkan reza disana.

“gue gak suka elo pengang cewek gue apapun alasannya” ujar gue menghampiri reza disana.

“gue cuma mau bilang apa yang sebenarnya gue rasain sama dia. Perihal dia nolak gue atau mungkin nerima gue dan meninggalkan elo pada akhirnya, itu urusan nanti!”

Sialan! Bukannya gentar dengan perkataan gue, manusia ini malah sengaja mancing emosi gue.

“gue cuma kalah start sepuluh tahun sama elo nat. gue yakin kalo kara pasti disamping gue sekarang kalo dia kenal gue lebih dulu sebelum elo”

“sialan lo!” ujar gue geram meraih kerah kemejanya.

Tindakan gue seketika terhenti karena panggilan masuk di hape gue.

Papa.

Papa minta gue datang ke rumah bersama anak tirinya yang hampir aja gue habisin malam ini.

“kalian kok bisa pulang barengan?” ujar tante anggi saat gue dan reza datang pada waktu yang sama.

“aku ketemu nata di pertigaan depan ma” jawab reza mendusta.

Diruangan papa, gue duduk bersama reza juga om haris.

“soal operasi itu, papa putuskan untuk pergi dan melakukannya nak. Sesuai permintaan kamu” ujarnya membuat gue lega.

“kamu tenang nat. Om yang akan gantikan papa kamu untuk datang ke acara kelulusanmu lusa” tambah om haris.

“Om haris harus ikut papa. Kalian tidak perlu mencemaskan aku disini, lagi pula ada kara dan juga ibunya yang akan hadir nanti. Jadi berangkatlah dan kembali dengan sehat” jawab gue.

Setelah pembicaraan mengenai keberangkatan papa ke melbourne, gue dipaksa untuk tinggal dan menginap dirumah. Hanya untuk malam ini, itulah yang diminta papa sedang gue gak bisa nolak.

“ini, buat ganti baju lo!” manusia menyebalkan yang menjadi kakak tiri gue ini datang dengan pakaian yang dibawa nya.

“gak perlu! Gue bisa pake baju ini dan gausah sok baik sama gue” tangkas gue tanpa memandang wajah reza.

“kita memang rival untuk masalah kara, tapi di depan papa dan keluarga. Elo adik gue dan harusnya elo hargai gue sebagai kakak lo!” ujarnya meninggalkan pakaian yang dibawanya lalu pergi meninggalkan gue.

Cih! Adik katanya.

Sebelum tidur gue sempet cek hape bertanya kenapa gak ada satupun panggilan ataupun teks message dari kara untuk memelas menjelaskan perbuatannya malam ini.

Hingga gue sadar, hape gue mati.

Ah sial!

Mengejar waktu sebelum kara berangkat kerja, gue pamit pulang dini hari bahkan sebelum fajar terbit dari rumah bokap.

KARA:
Nat elo dimana?
Gue dirumah elo dari tadi.

Saat hape gue kembali hidup, hanya ada satu pesan teks dan tiga panggilan dari kara.

“gak niat banget nih anak buat minta maaf sama gue!”

Setengah jam sebelum kara keluar dari kamarnya, gue udah nangkring aja didapur rumah kara dengan sarapan terlezat buatan nyokapnya.

“jadi papa kamu berangkat besok buat operasi?”

“iya tante. Menurut dokter yang menangani papa, semakin lama operasinya di undur maka resikonya akan semakin parah. Nata gak mau mengambil resiko itu hanya untuk keegoisan nata” jawab gue.

My (boy) Friend | Bbyu Vol.1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang