Dua minggu lalu.
"senyum-senyum aja mandangin hape nya, emang ada tukang lawak tuh di layar hape?" ujar mama duduk disamping gue menawarkan teh.
Malam ini gue free, begitupun nyokap.
Ya, waktu kayak gini itu adalah moment yang langka. Karena semenjak peristiwa 12 tahun lalu, mama melanjutkan hidupnya sebagai wanita karir untuk sekedar melupakan sedih dan tentunya menopang hidup kami.
Mama, wanita paling tegar yang pernah gue kenal. Masih lekat di ingatan gue bagaimana dia menghadapi masa sulitnya kala itu hanya untuk satu alasan. Ya, gue adalah alasannya bertahan.
12 tahun lalu, gue terbangun karena mendengar dua orang dewasa saling meluapkan emosinya, pecahan kaca berserakan dimana-mana dan mama menangis.
Sekitar satu minggu gue tinggal dirumah tante gia. Nata yang polos terus bertanya dimana mama dan papanya, sementara tante gia gak bisa menjawab apa-apa kecuali "mama papa nata baik-baik aja sayang, nata sama tante dulu ya". Selalu itu yang diucapkannya.
Di minggu kedua, tangan gue digenggam erat memasuki ruang rumah sakit, gue benci mencium aroma rumah sakit dan hendak kabur saat itu. Tapi, sosok yang tengah duduk diatas kursi roda itu merentangkan tangannya sambil menangis. Gue lari, bukan kearah pintu keluar melainkan masuk kedalam pelukan wanita itu, dengan luka tangan yang dibalut perban infusan. Nyokap gue depresi.
1 tahun berlalu, tuhan kembali membuktikan kuasanya dengan mendengar doa nata kecil, mama bertahan dan bangkit membangun kembali kehidupannya untuk kehidupan gue.
1 tahun berikutnya, kami mulai terbiasa menjalani semua, kami bahkan baik-baik saja sampai tidak pernah berfikir tentang bagaimana sakitnya kehilangan, kami lupa rasa itu.
Hingga satu hari dimasa damai itu, tuhan mengingatkan kami tentang pilu yang pernah hadir, disebuah mall. Mama menggenggam kuat tangan gue dan menatap tajam sebuah objek yang tak terasa asing.
Keluarga baru papa.
"apaan sih ma, selalu aja godain anaknya." Jawab gue meminum teh hangat perlahan.
"udah jadi kan sama kara?" Tanya nya dan sontak membuat gue kanget, kok mama bisa tau? Gue sama kara udah sepakat buat keep masalah ini, pada siapapun.
"gak usah bohong sama mama, lupa ya kamu kalo bohong sama orang tua itu dosa? Lagian ini mama loh. kamu lagi mikirin apa juga sekarang mama bisa tau" ujarnya lagi. Sok tau banget dah nyokap gue.
"mama lega sekarang, akhirnya mantu mama beneran kara. Bukan orang lain" tambahnya membuat gue menahan senyum.
Selagi meminum teh hangat itu, gue memandang wanita parubaya di samping gue, gak banyak yang berubah pada mama. Hanya saja keriput kecil mulai tampak dilipatan wajahnya dan mama terlihat lebih kurus belakangan ini.
"kenapa liatin mama gitu?"
Gue menggeleng dan kembali sibuk dengan ponsel gue."sebentar lagi impian mama buat punya anak dokter akan terwujud kan nat" mama bernarasi sambil menepuk pelan pundak gue
"mama pengen berada disamping kamu dalam waktu yang lama"
Tambahnya"mama pengen liat kamu pake toga, pake jas putih, pake tuxedo di altar, dan liat kamu gendong anak" omongan mama mulai ngaco
"Mama bisa gak ya bertahan sampai semua itu terwujud"
Gue kaget dengan kalimat terakhir mama"emang mama mau kemana? Mau liburan ke luar negeri gak ngajak anaknya nih"
Ejek gue dan mama hanya tersenyum simpul.
"nak ." panggil nyokap meminta perhatian gue dan berakhir menatap wajahnya
KAMU SEDANG MEMBACA
My (boy) Friend | Bbyu Vol.1
Fanfiction[ C O M P L E T E D ] Butuh waktu sepuluh tahun untuk gue bisa mengungkapkan apa yang selama ini gue pendam. Rasa sayang gue terhadap kara -Nata "cewek bar-bar yang selalu gue kagumi walau saat dia bangun lengkap dengan ilernya, entah sejak kapan ta...