MBF : 43

394 46 5
                                    

Sorry telat update dari janji sebelumnya😞

Hari ini, gue mengaku kalah berani dibandingkan demas.

Duduk tepat disamping kara, gue melihat dia begitu antusias melihat setiap rangkaian acara di pernikahan uci dan demas.

Sorot mata kara berbinar menandakan betapa bahagianya dia hari ini.

‘gue gak sabar liat binaran mata itu di pernikahan kita kelak kar’ gumam gue dalam hati.

Perihal cinta yang membutakan segalanya. Gue bisa bilang itu benar karena ada demas yang membuktikannya.

Gimana enggak. Saat minggu depan intersif dimulai, dia dengan senang hati menuruti uci yang ingin pergi bulan madu ke Maldives.

Ditengah perjalanan pulang, kara seperti biasa sibuk dengan ponselnya.

Gue tau banget kalo dia kayak gini berarti lagi sibuk main ig.

“ngapain sih fokus terus sama hape nya dari tadi” ujar gue yang berhasil mengalihkan fokusnya.

“ini loh, masa kak demas mau bawain oleh-oleh cucian dari maldives buat kak nano haha” jawabnya.

Seketika hening.

Kara diam begitupun gue yang bingung harus memulai topik perbincangan apa.

Hingga sebuah tanya muncul di otak gue.

“elo gak pengen nikah muda juga kar?” tanya gue.

“muda darimana maksud elo nat? umur kita udah lebih dari dua puluh lima gini masih elo anggap muda?”

Jawaban kara begitu diluar ekspektasi gue.

Saat gue kira dia akan berkelit, kara malah seakan mengisyaratkan jika umur kita sudahlah cukup untuk menikah.

Kara siap menikah sedangkan gue belum.

Kara gak salah, gue membenarkan kalimatnya. Tapi jujur gue belum siap untuk itu.

Gue emang pengen kara sepenuhnya jadi milik gue, gue sayang sama dia dan itu adalah sebuah kebenaran yang gak bisa diragukan.

Tapi, mimpi gue tentang kehidupan setelah menikah tidak semudah itu.

Gue adalah orang yang berprinsip, Kara tau itu.

Boleh diluar sana orang memanggil gue dengan sebutan chaebol karena bokap gue adalah pembisnis yang terkenal seolah kekayaannya tidak akan habis jika di gunakan untuk menopang hidup gue dan kara hingga beranak cucu kelak.

Tapi gue sama sekali gak pengen hal itu terjadi.

Dimasa depan nanti. Gue ingin kara berhenti dari pekerjaannya. Dia hidup, makan dan memenuhi kebutuhannya dari hasil kerja gue.

Dan jika sekarang gue terburu-buru mengikuti nafsu hanya untuk bersatu dengan dia, gue belum siap.

Entah satu atau dua tahun kedepan saat gue mulai bekerja dan menghasilkan pundi sendiri. Gak akan nunggu waktu lama gue bakal seret kara ke hadapan ibunya untuk minta izin nikah sama dia.

“gue belum siap kar kalo buat nikah” ujar gue lagi setelah berfikir keras.

kara sempet diem beberapa saat sebelum kembali membuka mulutnya.

“gue turun di depan deh nat”

“loh kenapa? Kita baru keluar Tol loh ini. Rumah masih jauh kar”

“gapapa, gue pulang naik taxi aja. Turunin gue di depan”

“elo kenapa sih kar, ada-ada aja deh”

My (boy) Friend | Bbyu Vol.1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang