Aldrich menyesap kopi panas ditangannya dengan tenang. Ia memejamkan matanya, berusaha mengabaikan rasa pegal dipunggungnya yang sudah mendera sejak tadi.
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat. Tapi ia belum bisa beristirahat sama sekali. Banyak pekerjaan kantor yang ia bawa pulang karena butuh perhatian segera. Dua hari yang lalu pekerjaannya banyak yang terbengkalai, dan itu adalah kesalahannya. Jadi, membebani Abra untuk mengurusi semua kekacauan ini tampaknya bukan ide yang bagus dan bijaksana.
Ia meraih ponsel yang terletak diatas meja kerjanya dan menghidupkan layarnya dengan cepat. Lima belas panggilan tak terjawab dari Roy dan Mario, dan dua pesan dari Abra.
Pria itu mengabaikan lima belas panggilan tak terjawab dari kedua sahabatnya itu. Ia sangat tahu kenapa Mario dan Roy menghujaninya dengan panggilan – panggilan telfon sebanyak itu. Apalagi kalau bukan untuk mengajaknya ke klub malam ini? Dan untuk sekarang, ia sama sekali tak berminat untuk bergabung dengan mereka.
Ia membuka pesan dari Abra dengan sedikit penasaran. Ternyata keduanya berisi tentang pekerjaan. Cih! Memangnya karena apa lagi sekretarisnya itu mengiriminya pesan kalau bukan karena pekerjaan? Anak itu memang tak kenal waktu kalau sudah menyangkut tentang pekerjaan.
Ponsel yang tadinya tergenggam ditangannya kini sudah tergeletak pasrah diatas meja karena dilempar oleh sang pemiliknya. Aldrich kembali memejamkan mata. Kali ini tak lagi karena sakit dipunggungnya, tapi karena seseorang yang perlahan tapi pasti memenuhi ruang hatinya. Azkayra Almeera. Gadisnya.
Desahan frustasi lolos dari bibir Aldrich. Sejak kemarin ia bertemu Almeera dirumah sakit, ia belum kembali bertemu dengan gadis itu. Almeera sudah kembali sehat dan bekerja seperti biasa- menurut informan yang disewanya-, tapi ia tak tahu langkah apa lagi yang harus diambilnya setelah ini. Almeera pasti tak akan mau dengan mudah menemuinya setelah apa yang terjadi diantara mereka di taman kemarin.
Ia sedikit mengutuk dirinya karena memeluk gadis itu tanpa izin kemarin, tapi ia tak pernah menyesal karena menciumnya saat pingsan. Karena dua hal itu- pelukan dan ciuman- itu adalah sesuatu yang berbeda. Pelukan itu ia lakukan saat Almeera masih dalam keadaan sadar, dan gadisnya itu pasti terkejut bukan main dan berfikir macam – macam. Syukur kalau gadis itu menganggap Aldrich tertarik padanya- karena memang itu semua benar. Tapi bagaimana kalau Almeera malah menjauh darinya?
Sementara ciuman singkat itu ia lakukan saat Almeera tidak dalam keadaan sadar. Dan tak ada satu orangpun yang tahu. Maka dari itu, ia tak perlu khawatir akan konsekuensinya. Oke, Katakanlah dia pengecut karena mengambil kesempatan mencium seorang gadis saat sedang pingsan, tapi itu jauh lebih baik daripada ia lakukan saat gadisnya itu sadar. Dia tak akan pernah punya kesempatan melakukan itu jika ia mengikuti Almeera dan prinsip kolotnya yang tak mau bersentuhan dengan lawan jenis itu...
Sudut bibirnya tertarik begitu mengingat fakta itu. Jika Almeera begitu menjaga dirinya dari sentuhan laki – laki, maka bisa dipastikan ciuman darinya kemarin adalah ciuman pertama gadis itu. Tiba – tiba hatinya berbunga – bunga saat membayangkan hanya dirinya yang pernah merasakan bibir manis itu. Bayangan wajah cantik Almeera yang tertidur pucat dengan dahi yang sedikit berkeringat dan rasa bibirnya yang lembut terus berputar dikepalanya setiap kali ia menutup mata. Hasrat laki – lakinya naik kepermukaan setiap kali mengingat kejadian kemarin. Dan tak dipungkiri, ia jadi semakin menginginkan gadis itu lagi dan lagi...
Sial!
Dan sekarang ia bingung dan seakan mati langkah. Apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Almeera nanti?
Belum selesai memikirkan apa yang harus dilakukannya pada Almeera nanti, pintu kamarnya tiba – tiba dibuka secara paksa. Axel- gadis cerewet itu masuk tanpa permisi dengan cengiran jahilnya dan mengambil tempat duduk diatas ranjang empuk didepan meja kerjanya. Tangannya terlipat didepan dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Almeera (SELESAI)
SpiritualBagi Aldrich Adyastha yang memiliki segalanya, memenangkan pertaruhan dengan ketiga sahabatnya untuk mendapatkan seorang Azkayra Almeera tentu bukanlah perkara sulit. Cukup petik jari, sudah dipastikan gadis itu bertekuk lutut di bawah kakinya. Seti...