6 - Diskusi

91.8K 8.2K 80
                                    

Almeera tak tahu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Almeera tak tahu. entah apa yang merasuki dirinya sore ini sehingga ia setuju saja dengan tawaran Aldrich untuk mengantarkannya. Ia tahu, apa yang ia lakukan saat ini adalah sebuah kesalahan, melanggar prinsipnya dan menyalahi hati nuraninya. Sepanjang perjalanan, hatinya terus saja dilanda gelisah, dan tiba - tiba saja rasa menyesal menghampiri dirinya. Mengapa ia mau saja ikut dengan laki - laki ini? Mengapa ia tak menunggui Mas Ali saja pulang dari kampus? Menunggu sekitar sejam lagi rasanya bukan masalah besar besar jika ia punya buku ditangannya. Kemana perginya teori - teori mahram dan non mahram yang selama ini dipelajarinya? Kemana hilangnya semua nasehat Abah dan Umminya tentang menjaga pergaulan dengan lawan jenis?

Aduhai Almeeraa....

Berkali - kali gadis itu melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya. detak jarumnya terasa lambat berlalu. Sementara jarak menuju rumah Mas Ali pun masih lumayan jauh.

"Mau temani saya makan malam dulu, dokter?" Suara bariton pria yang sedang menyetir disebelahnya memecah lamunannya. Almeera menoleh. Tampak netra sepekat malam pria itu sedang menatap kearahnya.

Almeera menundukkan kepalanya. Astaghfirullah ya Rabbi... sekarang ia makin yakin, masuk kedalam mobil pria ini benar - benar sebuah kesalahan. Ada apa dengan perasaan yang tiba - tiba mengganggu ini?

"Dokter Almeera?" Suara pria itu memanggilnya lagi - lagi menyapa gendang telinganya.

"Eh, i...iya..."

"Bisa temani saya makan malam dulu sebentar?"

Almeera menggigit bibir dalamnya. Pria bernama Aldrich itu memang benar - benar pandai memilih kata. Kalau dia bertanya 'Mau makan malam dulu?' maka Almeera akan tegas menjawab 'tidak usah!', tapi pria itu bertanya dengan permintaan yang jelas - jelas tak bisa ditolaknya. 'Bisa temani saya makan malam dulu sebentar? Saya benar - benar lapar sekarang..."

Dia bisa saja menolak. Tapi ia juga tak tega dengan permintaan Aldrich. Bagaimana jika tiba - tiba pria itu pingsan karena kelaparan? Atau penyakit maag-nya kambuh? Bisa gawat kan? Atau bisa - bisa ia dilemparkan kejalanan... Oke, dilemparkan kejalanan rasanya lebih baik daripada duduk semobil berdua dengan pria ini. Jalanan masih ramai, dan hujan juga sudah reda.

"Saya janji tidak akan lama..." Kata pria itu lagi.

Almeera memutar otaknya dengan cepat. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Menyanggupi permintaan pria ini hanya akan menambah dosa yang lain. Tapi untuk menolak rasanya... tidak tega!

Aha!

Ditengah kekalutan fikirannya akan tawaran Aldrich, tiba - tiba saja ia teringat dengan Nadia, salah seorang murid Abahnya dulu dipesantren. Wanita itu membuka restoran seafood tak jauh dari tempat ini. Ia sekalian bisa minta tolong kakak kelasnya itu untuk mengantarkannya pulang nanti.

Menjadi seorang putri dari seorang kyai besar pesantren membuat hidupnya seolah dimudahkan Allah. Santri abahnya tersebar dimana – mana, dan silaturrahim antara mereka Alhamdulillah terus tetap terjaga hingga sekarang. Selain Mas Ali, faktor itu juga yang membuat Almeera mantap dan yakin untuk melanjutkan kuliah di Jakarta.

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang