Empat hari berlalu dengan sangat lambat. Hari ini adalah hari yang sangat dinanti – nanti oleh Aldrich setelah lebih seminggu Almeera menghilangkan diri. Kemarin sore Edy menelponnya dan mengatakan bahwa gadisnya itu akan menghadiri acara pelepasan sebelum ke Inggris selama dua hari di hotel Berlian, dan ini adalah kesempatannya untuk berbicara sekaligus meminta maaf pada Almeera.
Sejak pagi, pria itu asyik mondar – mandir saja di kamarnya. Otaknya mulai menyusun kata – kata apa saja yang harus diucapkannya nanti. Ia tak ingin nanti hanya berdiri diam dan jadi orang dungu saat berhadapan dengan Almeera, sebab Aldrich yakin Almeera pasti masih marah padanya. Dan orang marah biasanya tak ingin berlama – lama melihat wajah orang yang menjadi objek kemarahannya.
Sudah cukup seminggu ini saja dia jadi orang linglung. Pekerjaannya berantakan karena memikirkan Almeera. Ia merasa bersalah, dan juga merindukan gadis itu. Untung saja ada Abra yang cekatan dan bisa diandalkan untuk mengurusi kantor.
"Almeera...aku minta maaf. Semuanya nggak seperti yang kamu pikirkan..." ia memulai dialog di depan cermin. Sedetik kemudian ia menggerutu. "Basi banget lo Al!"
"Ehm...aku akui, awalnya aku setuju dengan taruhan itu. Tapi begitu mengenal kamu...aku sadar...Aaaarrrgghhh! Terlalu receh..."
"Almeera...aku nggak pernah ketemu perempuan kayak kamu sebelumnya... Astagaaa...gue harus ngomong apaaa?" ia menggaruk kepalanya dengan brutal, berharap ada ide kata - kata brilian tapi tak murahan yang bisa diungkapkannya pada Almeera nanti.
"Lo nggak kerja?" suara Axel bertanya dari pintu kamar yang sedikit terbuka. Aldrich menoleh. Adiknya itu tampak sudah rapi dengan pakaian formal, siap untuk berangkat ke rumah sakit. Sedangkan dia, tubuhnya masih terbalut jubah tidur berwarna coklat tua, dan tentu saja dalam keadaan belum mandi.
"No..."
Axel melangkah masuk dan duduk diatas ranjang yang masih berantakan. "Why?" tanya gadis itu heran. Di rumah ini, selain Papa, Aldrich adalah orang yang paling bersemangat jika menyangkut pekerjaan meskipun pria itu tak pernah pulang lewat dari jam lima. Baginya bekerjalah yang harus dilakukan dengan cerdas, bukan menambah intensitas waktu yang ujung – ujungnya membuatnya kelelahan.
"Gue harus ketemu Almeera hari ini..."
"Oh ya?" Axel menatap Aldrich tertarik. "Dimana?"
"Dia punya acara di hotel Berlian sejak kemarin. Acara pelepasan sebelum ke Inggris..."
Axel manggut – manggut. "Jam berapa lo mau ketemu dia?"
"Agak sore, mungkin."
"And..." Axel mengerutkan kening tak mengerti. "Kenapa lo nggak masuk kerja? Lo kan ketemu dia nanti sore, masih ada beberapa jam buat lo kerja..."
Aldrich mendengus. Pria itu ikut mengambil tempat duduk diatas ranjang bersama Axel.
"Gue harus persiapan, Xel. Apa aja yang harus gue omongin nanti sama dia, gue nggak mau jadi orang bego yang cuma liatin dia doang dan gak tau harus ngomong apa..."
Axel menggaruk dagu. "Elo? Gak tau...harus ngomong apa?" tanyanya bingung.
Aldrich mengangguk cepat. "Look, Almeera...she is not one of my client or my business partner. Selama ini setiap kali gue sama dia, gue kayak...gimana ya gue ngomongnya...slave to their mistress."
"You mean, everything on her is just too beautiful, and...suddenly you are speechless and act like a dumb?" Axel terkikik geli.
Aldrich menggeram dan melempar bantal ke wajah Axel. "Sialan lo!" umpatnya. Tapi Axel bisa melihat wajah kakaknya itu memerah. Tawa gadis itu makin membahana. Oh God, baru kali ini dia lihat Aldrich benar – benar seperti orang tolol gara – gara seorang perempuan! Almeera, you are amazing! Four thumbs!
![](https://img.wattpad.com/cover/125404390-288-k323595.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Almeera (SELESAI)
SpiritualBagi Aldrich Adyastha yang memiliki segalanya, memenangkan pertaruhan dengan ketiga sahabatnya untuk mendapatkan seorang Azkayra Almeera tentu bukanlah perkara sulit. Cukup petik jari, sudah dipastikan gadis itu bertekuk lutut di bawah kakinya. Seti...