39 - Setitik Asa

76.2K 7.6K 420
                                    

Satu bulan pasca keluar dari rumah sakit...

Banyak yang berubah. Selain waktu yang tak pernah berhenti mempermainkan manusia dan malam – malam sunyi yang dilewati dengan merindukan Almeera, Aldrich Rahagi Adyastha juga bertransformasi menjadi pribadi yang baru. Setelah kondisinya dinyatakan baik dan diperkenankan pulang sebulan yang lalu, pria itu mulai membenahi diri. Berhubung hingga saat ini ia masih berstatus sebagai pengusaha rasa pengangguran—karena ia belum diperkenankan untuk kembali bekerja oleh Papa dan Eyangnya—Aldrich menghabiskan waktu dengan membaca buku dan menonton video – video bertema agama dari ponselnya sementara urusan pekerjaan ia serahkan pada Abra.

Ia benar – benar menepati janjinya untuk kembali pulang ke rengkuhan Tuhan, dan pencariannya baru saja dimulai. Ia benar – benar bersyukur karena masih diberikan kesempatan bernafas setelah mengalami koma selama satu setengah bulan. Allah maha baik. Dari kecelakaan yang menimpanya, ia belajar banyak hal. Tentang pengorbanan untuk orang yang dicintai, tentang mahalnya kesehatan, dan yang paling penting tentang kesempatan kedua yang dikaruniakan Allah padanya dan tak boleh ia sia – siakan.

Aldrich juga bisa merasakan keluarganya lebih hangat dan intim. Jika selama ini keluarganya memang akrab dan saling menyayangi tapi lebih terkesan seperti membawa haluan masing – masing, sekarang sudah jauh berbeda. Eyang, Papa dan Axel selalu menyempatkan diri untuk makan malam di rumah bersama dengannya. Mereka akan menghabiskan waktu dua jam di meja makan membahas tentang banyak hal sambil menyantap makanan lezat. Ya, Aldrich baru menyadari betapa lezatnya makanan yang ia makan selama ini setelah merasakan bagaimana tidak enaknya makanan rumah sakit.

"Jadi, saranku...jangan sampai Papa lepasin Roy dari rumah sakit. Karena udah terbukti dia-lah salah satu orang yang bikin rumah sakit Papa jadi tempat check up ibu hamil terfavorit di seantero Jakarta..."

Bramastya dan Adrian tergelak. Keduanya tak sanggup menahan tawa mendengar Axel sejak tadi mencerca Roy habis – habisan. Mengatainya pria mesum yang hobinya bermain – main dengan asset perempuan. Ya Allah...pembahasan apa ini?

"Kamu cemburu..."

"No, I am not!" Axel dengan cepat menyangkal. "Buat apa aku cemburu? Karena dia terkenal dan digilai ibu – ibu yang mengkambinghitamkan calon anak mereka untuk mepetin dokter mesum kayak dia? Cih... kalau aja mukanya mirip Mang Parjo, aku yakin gak bakalan ada yang mau jadi pasiennya."

"Kamu mulai merendahkan orang karena Roy, princess..." Eyang memperingatkan.

"Aku bukannya merendahkan orang Eyang. Tampan atau jelek itu relatif. Aku menghormati orang yang lebih tua, dan respek pada mereka yang juga berprilaku baik padaku. Tapi mata dan hati manusia tak bisa ditolak untuk menilai."

"Jadi secara tidak langsung lo mau bilang Roy itu tampan, begitu?" Aldrich iseng bertanya.

Axel mendelik garang. "Gue bukan pemuja cowok tampan, brother! Buat apa tampan tapi brengsek?"

"Dan apa Roy termasuk ke kategori pria brengsek?"

"For now, yes! Gue kadang sampai nyiapin kantong muntah kalau dengar gombalannya."

Bramastya dan Adrian lagi – lagi terbahak sementara Aldrich hanya menyunggingkan senyum geli. Axel memang penghidup suasana. Papa yang cenderung kaku itu pun bisa tertawa begitu lepas jika sedang bersama adiknya.

"Hati – hati, princess... kamu bisa – bisa jatuh cinta padanya nanti..."

Axel melotot horror seraya mengetuk – ngetuk sendok diatas piring dessert-nya. "Amit – amit! Gak bakalan aku jatuh cinta ke dia even in million years! Aku lebih baik jadi perawan tua daripada berakhir sama manusia cabul kayak dia!"

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang