9 - Bimbang

85.3K 7K 120
                                    

Warning!

Chapter ini mengandung bahasa dan alur yang sedikit vulgar, bijak – bijaklah dalam membaca!

Bukan sengaja, tapi saya terpaksa memilih kata – kata tersebut untuk menunjukkan bagaimana brengseknya empat sekawan ini. Merasa menggenggam dunia padahal mereka hanya menggenggam angin.

Sekali lagi saya tekankan, chapter ini tidak ditulis dengan maksud untuk ditiru. Nauzubillah, jangan sampai! Ambil hikmahnya saja, bagaimana tercela dan rendahnya seorang manusia saat mereka memanfaatkan dan menjadikan jiwa lain sebagai taruhan untuk kesenangan.

Enjoy!

Jam menunjukkan pukul sembilan malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Tapi suasana di Querentin club masih tampak lengang. Hanya beberapa orang saja yang tampak baru memasuki club dan belasan wanita dengan lenggok berlebihan dan dandanan seronok berseliweran dengan lipstick merah menyala membingkai bibir mereka. Plus baju kurang bahan dan tas mahal. Cantik memang! Tapi Aldrich tak berminat sama sekali. Fokusnya saat ini hanyalah untuk segera bertemu dengan ketiga Mario, Roy dan Tristan.

Entah kenapa tiba – tiba Tristan mengajak bertemu malam ini. Katanya tentang Almeera, gadis taruhan mereka itu. Apa maksudnya?

Belum sampai sepuluh langkah menelusuri lantai klub, seorang wanita cantik menghampiri Aldrich dan memegang lengan pria itu. Senyumannya dibuat semanis mungkin untuk menarik perhatian pria itu. Aldrich mendengus. Ia sedang tak berminat untuk bermain – main dengan wanita malam ini.

"Udah lama kamu nggak kesini sayang..." Kata wanita itu manja. Tangannya mulai bermain – main didada Aldrich. Pria itu langsung menepis tangan itu dan menjauhkan diri dari wanita itu.

Bukannya merasa sakit hati, wanita itu malah semakin giat mendekati Aldrich. Kali ini lengannya sudah memeluk tubuh Aldrich dengan erat.

"Aku kangen sama kamu..."

"Lepas!"

Wanita itu mendongak menatap mata Aldrich. Nyalinya langsung ciut begitu melihat tatapan dingin dari netra hitam pria itu. Perlahan – lahan pelukannya terlepas. Dengan wajah kikuk ia langsung mundur dan berlalu dari tempat itu. Semua orang di klub itu tau bagaimana seorang Aldrich Adyastha. Perkataannya adalah mutlak. Pria itu adalah tipe seorang yang bahkan tega melakukan hal yang terduga jika ia tak menyukai sesuatu.

Aldrich mendengus. Baru saja menginjakkan kaki disini, tapi moodnya sudah dibuat hancur seketika. Pria itu kembali mengayunkan langkahnya menuju ruang VVIP tempat dia dan ketiga sahabatnya berkumpul.

Begitu masuk keruangan itu, matanya langsung menangkap sosok ketiga sahabatnya. Mario dan Roy sedang asyik tertawa cekikikan dilayani oleh wanita – wanita penggoda disamping mereka. Sementara Tristan tampak sedang sibuk sendiri dengan ponselnya disudut sofa. Tak biasanya sahabatnya yang satu itu absen menggiring wanita setiap kali ia datang ke klub.

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang