32 - Curahan Hati

72.4K 7K 170
                                    

Petang datang begitu cepat. Para santri yang tadinya memenuhi halaman pesantren untuk olahraga sore satu persatu mulai meninggalkan kegiatan mereka untuk menyongsong maghrib. Rona jingga mulai tampak di kaki langit, menebarkan keindahan tiada tara yang akhir – akhir ini sangat jarang dilihat Almeera.

Sudah tiga hari ia berada di Semarang. Di pesantren yang merupakan rumah tempatnya lahir dan menghabiskan masa kecil dan remajanya. Tempat dimana Abah dan Umminya tercinta berada. Tempatnya pulang dan mengisi kembali energi imannya, dan tempat dimana gema Islam bergaung lebih dahsyat dari tempat lain yang dikenal Almeera.

Gadis itu masih betah duduk di balkon kamarnya seraya melantunkan Al-Ma'tsurat dengan suara lirih. Wajah jelitanya yang dibingkai alis rapi dan bibir tipis kemerahan itu tampak semakin memukau disinari mega senja. Tak siapapun bisa memungkiri, bahwa wajah itu adalah wajah paling indah untuk dilihat. Seantero Gunungpati tahu bahwa Azkayra Almeera adalah bidadarinya Pesantren Al-Furqon. Kecantikan fisik yang ditunjang dengan akhlak dan budi pekertinya yang halus membuatnya menjadi buah bibir dimana – mana. Tak sedikit khitbah yang ditujukan untuknya selama beberapa tahun terakhir, tapi semuanya ditolak dengan halus oleh gadis itu dengan dalih ingin menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu.

Sentuhan di bahunya membuat Almeera refleks menoleh. Senyumnya melebar begitu tahu bahwa Ummi tercintanya-lah yang menghampiri. Sungguh pas sekali, Ummi datang di saat dia juga selesai dengan zikir sorenya.

"Sudah mandi?" Ummi memulai pembicaraan.

"Alhamdulillah sudah, Ummi..."

"Kenapa masih disini? Sebentar lagi maghrib."

Almeera menuntun tangan Umminya duduk di kursi, sementara ia sendiri duduk di lantai dengan tangan memeluk kaki Umminya erat. Ini adalah posisi kesukaannya bermanja dengan Umminya sejak ia masih kecil dulu.

Ummi terkekeh pelan. Tangan wanita yang masih tampak cantik meski sudah tak muda lagi itu mulai mengelus kepala Almeera dengan sayang. Ia paling tahu, jika Almeera sudah bermanja seperti ini, pasti putrinya itu sedang punya masalah.

"Ada masalah apa?" tanyanya lembut.

Almeera tak lantas menjawab. Gadis itu malah membenamkan kepalanya di pangkuan Umminya semakin dalam.

"Langitnya indah ya, Ummi..."

"Tentu saja. Tidak ada ciptaan Allah yang tidak indah..." Ummi menanggapi dengan santai.

Almeera membenarkan ucapan Umminya dalam hati. Setiap ciptaan Allah itu pasti indah, dan bermanfaat. Manusia yang tidak mengerti saja yang masih sering mengeluh dan tidak bersyukur. Padahal Allah menciptakan segala sesuatu memiliki fungsi masing – masing, tak terkecuali dengan lalat yang seringkali di cap sebagai hewan menjijikkan dan penebar penyakit.

"Ummi?"

"Ya."

"Abah mana?"

"Abahmu sedang mandi."

"Mas Ali dan Mbak Shafiyah? Sudah pulang dari cari oleh – oleh?"

"Belum. Mungkin sebentar lagi baru pulang." Ummi Fatma menjawab dengan sabar. Almeera memang seperti ini, suka berbasa – basi terlebih dahulu sebelum bercerita ke topik utama.

"Ummiii..." Almeera kembali memanggil. Kali ini dengan nada manja.

"Iyaa..."

"Kalau Al mau tanya, boleh?"

Ummi tertawa sembari terus mengelus kepala Almeera. "Ya Allah, anak Ummi. Sejak kapan kamu minta izin segala cuma untuk bertanya? Ada apa sayang, hm?"

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang