49 - Gerbang Cinta

76.4K 8.6K 752
                                    

Assalamualaikum dan selamat pagi...

Almeera update!

Yang kangen mana suranyaaa?

***

Perjalanan menuju pesantren berlalu dalam keadaan sedikit sunyi. Aldrich baru saja menelpon Yusuf dan mengatakan bahwa Ummi Fatma dan Almeera kembali bersamanya ke pesantren. Yusuf sangat senang mendengarnya. Urusannya sepertinya masih akan berlangsung lama, jadi lebih baik Ummi dan Almeera pulang ke pesantren bersama Aldrich daripada menunggu lama.

Aldrich sedikit melirik kaca spion, memperhatikan Almeera yang duduk kursi belakang. Almeera sedang bersandar di bahu Umminya dengan wajah pucat dan kening berkerut. Aldrich khawatir sekali, terutama saat Almeera menghembuskan nafas berat dan beristighfar beberapa kali seolah menegaskan rasa sakit yang dirasakannya. Tapi apa yang bisa dilakukan pria itu sekarang selain berdoa untuk kesembuhann Almeera? Aldrich pernah mendengar dari Axel period pain itu tak ada obatnya. Apa benar?

Sementara itu, Ummi Fatma mengelus–elus lengan Almeera dengan lembut. Bibir Aldrich tertarik membentuk senyuman begitu mendengar beliau sedang melafalkan ayat–ayat suci Al-Qur'an untuk menenangkan Almeera. Cara kedua wanita yang dihormati Aldrich itu berinteraksi...membuat pria itu semakin yakin bahwa ia tak menjatuhkan pilihan yang salah karena mencintai Almeera dan keluarganya.

"Kok sudah sampai saja Al? Bukannya kemarin di telpon katanya mau datang ke pesantren nanti siang ya?"

Aldrich sedikit melirik ke kursi belakang mendengar pertanyaan Ummi Fatma. Matanya tak bisa ia tahan untuk tak melirik Almeera. Gadis itu sudah membuka mata, dan ternyata sedang menatap Aldrich dengan tatapan sayu karena menahan sakit.

"Rencananya begitu Ummi. Tapi ternyata tadi Abra mengajak saya berangkat pagi–pagi. Dia ingin pulang ke rumah orangtuanya katanya. Jadi sekalian saja. Ini saya baru dari sana..."

Aldrich bisa mendengar Ummi Fatma mengatakan 'ohhh'. Suasana kembali tenang hingga beberapa saat kemudian Aldrich menanyakan kabar pada Ummi Fatma. Ia sempat terlupa karena terlalu sibuk dengan hal ini dan itu.

"Ummi dan Abah apa kabar? Sehat?" Almeera juga apa kabar? Tentu saja ini hanya diutarakan Aldrich didalam hati. Malu rasanya menanyai kabar gadis yang disukai didepan ibunya.

"Alhamdulillah seperti yang kamu lihat. Abah juga sehat. Papa dan Eyangmu apa kabar? Sehat?"

"Alhamdulillah semua sehat, Ummi. Axel juga sehat."

Keluarga Aldrich-Adrian, Bramastya dan Axelia Adyastha sudah cukup akrab dengan keluarga Kyai Muhsin. Setengah tahun pertama Aldrich berada di pesantren, ketiga anggota keluarganya itu cukup sering berkunjung seolah Aldrich adalah anak kecil yang seringkali menangis karena homesick. Alasan mereka sangat mengada–ada, ingin melihat proyek panti resort yang sedang on progress, padahal Aldrich tau, mereka sedang mencari–cari celah untuk bisa dekat dengan keluarga Almeera, terutama Kyai Muhsin dan Ummi Fatma.

Tapi karena kunjungan itu juga Aldrich bersyukur. Setelah mengenal keluarga Almeera, kehidupan beragama keluarganya jadi membaik. Eyang mulai membiasakan diri untuk sholat lima waktu di masjid dan mendengarkan kajian rutin jika beliau tidak sibuk. Begitu pula Papa. Axel sekarang sudah berangsur–angsur melebarkan hijabnya meskipun belum selebar Almeera. Aldrich selalu berdoa semoga kehidupan keluarganya menjadi semakin lebih baik kedepannya.

Sebenarnya, tadi, saat masih berada di rumah, Aldrich masih sempat merasakan deg – degan yang luar biasa. Hari ini ia akan melamar gadis pujaannya pada kedua orangtuanya. Meski dari nada suara Kyai Muhsin di telpon kemarin sepertinya—garis bawahi kata 'sepertinya'—menerima i'tikad baiknya dengan tangan terbuka, tapi tetap saja Aldrich tak bisa menghilangkan rasa gugupnya.

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang