24 - The Beginning of Destruction

68.5K 6.3K 153
                                    

Setelah berpikir panjang semalaman, Aldrich akhirnya mengambil keputusan. Ia akan membatalkan taruhan tentang Almeera antara dirinya dan ketiga sahabatnya. Perasaaannya yang perlahan tapi pasti berubah condong pada gadis cantik itu membuat Aldrich masih tak percaya dia bisa memutuskan sesuatu yang gila seperti ini. Tapi dia juga tak mau Almeera tersakiti. Gadis itu terlalu berharga nilainya bagi Aldrich hingga saat membayangkan raut sedih Almeera membuat jantungnya ikut perih.

Dia bahkan tak peduli lagi resortnya di Bandung harus jatuh ke tangan Mario, Roy, dan Tristan. Itu penukaran yang sepadan dengan seorang Azkayra Almeera. Indonesia negara yang indah, dia bisa menemukan spot menarik lainnya di belahan bumi Indonesia ini untuk dijadikan tempat melepas lelah. Dan dia sudah berencana akan mengajak Almeera juga nantinya...

"Lo gila!"

Teriakan Roy menggema memenuhi ruangan private restaurant yang sengaja disewa Aldrich siang itu untuk pertemuan mereka. Dia sengaja meminta mereka agar menyempatkan waktu karena ingin menyelesaikan perkara taruhan ini dengan segera.

"Lo udah gak waras, man!" kata Roy lagi. Pria itu menggelengkan kepala tak percaya mendengar ucapan Aldrich.

Mario yang sudah mengetahui hal ini hanya diam saja. Tapi Aldrich tak menyangka Tristan juga akan tenang seperti ini. Dia bahkan menyangka Tristan akan menyumpahinya habis – habisan. Tapi pria itu hanya menyandarkan bahu dan melipat tangannya dengan santai seakan apa yang baru saja disampaikan oleh Aldrich adalah perkara biasa.

Ruangan itu kemudian hening sesaat. Keempatnya sedang berkutat dengan pikiran masing – masing.

"Why?" tanya Roy lagi. Pria itu sudah kembali duduk di kursinya. Wajahnya tampak begitu antusias tapi disaat bersamaan dia juga gemas pada Aldrich.

Aldrich menghela napas panjang. "Gue cuma...dia...terlalu baik buat dijadikan taruhan."

Roy tertawa sumbang. "Hah! Sejak kapan lo peduli cewek itu baik atau nggak sebelum tidur sama dia?"

Aldrich menatap Roy intens. "Lo nggak ngerti, it's...complicated."

Roy mengangguk – angguk. "I can see it. You are falling for her, am I right?"

Aldrich menunduk memainkan cangkir cappuccino di hadapannya. Ia tak tahu lagi harus bicara apa, rasanya semua pembelaan dirinya hanya akan sia – sia saja. Entah ketiga sahabatnya ini terlalu pintar, atau perasaannya terlalu transparan untuk ditebak bahkan belum sampai sepuluh menit topik tentang Almeera dibuka.

"God! This is really not you, Al!"

"Gue juga bilang begitu tadi malam." Roy menimpali. "Gadis itu berbahaya. Tapi dia cuma diam aja. By the way lo kenapa diam aja Tris? Nggak kelihatan kaget sama sekali?"

Sementara itu, Tristan yang disebut namanya langsung terkekeh pelan. Tapi baik Aldrich, Mario, dan Roy tau kekehan itu bukanlah suatu pertanda baik.

"Honestly, gue udah nyangka hal ini akan terjadi. Apalagi alasan seorang Aldrich Rahagi Adyastha berhenti ke club kalau bukan cewek itu? Sementara diantara kita berempat, dia yang paling bejat. Gue cuma mau bilang, lo bermain terlalu serius, Al!"

Aldrich mengangguk. "Gue tau. Nggak seharusnya gue larut terlalu jauh dengan taruhan sialan ini. Tapi gue sendiri gak bisa nahan diri gue, Tris. Lo nggak kenal Almeera. Sekali lo bicara sama dia gue jamin lo bakal jatuh lebih parah dari gue. I mean, look at me! Gue bukan tipe laki – laki yang gampang terpesona dengan perempuan , tapi Almeera...dia berbeda! Gue rasanya hampir gila cuma karena gak bisa ngeliat dia satu hari. This is me now! The fool and the dumb, I admit it! Kalian benar, dia berbahaya, tapi bodohnya gue gak mau menyelamatkan diri.

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang