Aldrich langsung bernapas lega begitu mendengar jawaban Almeera. Rasanya lebih menakjubkan dari memenangkan tender milyaran rupiah. Terlebih lagi saat dia bisa melihat tekad kuat pada mata indah Almeera yang berbinar, ruang kosong disudut hatinya yang dingin terasa terisi secara perlahan.
Keesokan harinya, seorang kurir mengantarkan kiriman paket kekantor Aldrich yang ditujukan atas nama Abraham Mikail. Tapi begitu membaca notes kecil disudut kiri paket itu, sekretaris itu langsung tau bahwa kiriman itu sebenarnya ditujukan untuk bosnya.
"Kiriman paket, bos..." Abra meletakkan paket berat itu keatas meja Aldrich. Aldrich yang sedang mengecek proposal mendongakkan kepalanya sekilas.
"Dari siapa? Udah kamu periksa?"
"Nggak tau dari siapa. Disini dialamatkan ke saya, tapi ada notes yang mengatakan bahwa kiriman ini sebenarnya untuk bos."
Aldrich mengerutkan kening. Baru pertama kali ini ada orang yang mengirim paket untuk dirinya tapi lewat perantara Abra.
"Buka aja." Perintahnya.
Abra mengambil cutter kecil dari laci meja Aldrich, kemudian dengan cekatan membuka paket tersebut.
"Packaging-nya rapi banget bos, isinya gak mungkin bom kan? Mana berat begini!"
"Kamu ini kalau ngomong suka ngelantur!"
Tak sampai semenit kemudian, kotak paket itu akhirnya terbuka sempurna. Abra meraih sebuah amplop berwarna coklat muda dari dalam kotak kemudian membukanya. Pria itu menarik napas sejenak sebelum membaca.
"Assalamualaikum wr. wb..."
Abra menghentikan bacaannya. "Waalaikumussalam, eh tumben banget pake salam? Biasanya paket yang datang pake selamat pagi selamat siang..."
Aldrich yang fokus pada berkas – berkasnya akhirnya menghentikan kegiatannya. Pria itu cepat – cepat berdiri dan merebut amplop ditangan Abra. Senyum lebar terlukis dari bibirnya begitu dugaannya tentang si pengirim paket misterius ini benar – benar orang yang terlintas dikepalanya. Pantas saja paket itu di alamatkan pada Abra, karena 'gadis' itu tak mengetahui namanya yang sebenarnya.
"Udah sana, keluar kamu!" Usirnya pada Abra. Ia sedikit mendorong pria itu menuju pintu membuat pria itu berteriak tak terima. Aldrich sudah tak sabar untuk membaca surat ditangannya.
Begitu Abra keluar, Aldrich kembali duduk dikursi kebesarannya. Pria itu terkekeh begitu membaca tulisan yang ditujukan padanya.
Assalamualaikumm wr.wb...
Semoga Allah merahmati bapak dalam kebaikan.
Pak Aldrich, ini buku yang kemarin saya janjikan. Mudah – mudahan bermanfaat.
-Azkayra Almeera-
Aldrich berputar – putar dikursinya membaca kertas itu. Tulisan Almeera sangat rapi, tak seperti tulisan dokter yang kata orang – orang mirip ceker ayam alias berantakan. Meskipun isinya sangat pendek dan terkesan tak bertele – tele, ia bahkan membacanya sampai berkali – kali. Rasanya amazing saat membayangkan Almeera menulis kertas ini khusus untuknya.
"Lo emang benar – benar sakit, Al!" Gumamnya pada diri sendiri. "Tapi penyakit ini rasanya menyenangkan..."
Setelah puas meneliti setiap inci kertas coklat itu dan sesekali menghirup aromanya, Aldrich beralih membongkar isi kardus yang tak terlalu besar dari Almeera. Isinya beberapa buku tebal yang dari judulnya terdengar menarik.
Sapaan Cinta dari Allah, Hakikat Kehidupan, The True Moslem, Vitamin Hati, Shirah Nabawiyah, La Tahzan dan beberapa judul buku lainnya. Aldrich membuka satu buku bersampul hitam dan gold berjudul The True Moslem dan membolak balik isinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Almeera (SELESAI)
SpiritualBagi Aldrich Adyastha yang memiliki segalanya, memenangkan pertaruhan dengan ketiga sahabatnya untuk mendapatkan seorang Azkayra Almeera tentu bukanlah perkara sulit. Cukup petik jari, sudah dipastikan gadis itu bertekuk lutut di bawah kakinya. Seti...