29 - Air Mata Almeera

70.9K 6.7K 227
                                    

'Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya'

***

Allah seringkali berfirman dalam Al-Qur'an, setiap ujian yang dijalani dengan sabar dan ikhlas akan diganjar pahala. Dan sebagai hamba, Almeera percaya akan hal itu. Dia bukanlah seorang wanita yang memiliki iman seteguh Sumayyah, yang meskipun dirajam dengan kejam tak luntur sedikitpun kecintaannya pada Allah. Juga bukanlah wanita yang memiliki tingkat kesabaran setinggi Al-Khansa hingga bisa ikhlas bahkan bahagia kehilangan empat orang putra kesayangannya dalam perang menegakkan panji – panji islam. Dia hanya seorang Azkayra Almeera yang masih selalu lalai. Yang masih sering berkeluh kesah. Yang terkadang juga masih sering su'udzhon pada qodarullah.

Tidak! Bahkan secuil debu pun dia belum bisa seperti mereka.

Almeera sangat suka membaca kisah – kisah teladan para sahabat. Bagaimana indahnya hidup mereka saat menyerahkan semua urusan pada Allah. Kemilau kesahajaan mereka tak akan lekang oleh zaman. Bagaimana mungkin mereka bisa mencapai tingkat iman setinggi itu?

Allah tak akan memberikan ujian melebihi batas kemampuan hamba-Nya. Tapi hari ini, Allah seakan hendak menguji kesabaran dan keikhlasan Almeera yang tak seberapa itu.

Bermula dari suasana hatinya yang tiba – tiba sesak saat ia bangun untuk sholat malam, kemudian berlanjut hingga ia melakukan kesalahan di hari terakhirnya bekerja di rumah sakit. Almeera sudah menangis beberapa kali hari ini. Bukan karena pesta perpisahan yang diadakan oleh para dokter dan suster tempatnya bekerja selama setahun ini, tapi karena satu alasan yang ia sendiri pun tak bisa pahami.

Sholat dhuha membuat hatinya sedikit membaik, tapi kecemasan masih meliputinya. Ia mengira – ngira apa yang sebenarnya terjadi dengannya hari ini? Ia sudah menelpon Ummi dan Abah, kedua orang tercintanya itu Alhamdulillah dalam keadaan baik – baik saja. Begitu juga dengan Mas Ali dan mbak Shafiyah.

Saat waktu zhuhur tiba, Almeera tak bisa lagi membendung isak tangisnya. Dalam sujudnya ia memohon pada Allah agar memberikannya ketenangan hati. Ia bermuhasabah, apakah Allah sedang menegurnya karena sesuatu? Laa haula walaa quwwata illa billaah...

Hingga beberapa jam sesudahnya, dia baru tahu apa penyebabnya dia begitu sedih hari ini....

Nisa mengajaknya ke kafe dekat rumah sakit begitu jam kerja selesai. Gadis itu ingin memberikan kenangan terakhir pada Almeera sebelum berangkat ke Inggris katanya. Almeera hanya tersenyum kecil, padahal besok – besok mereka masih bisa datang kesini. Hari ini memang hari terakhir ia bekerja di rumah sakit. Berkas – berkas pengunduran diri sudah ia tandatangani sejak beberapa hari yang lalu. Para rekannya sesama dokter dan suster juga sudah mengucapkan selamat jalan, tapi hari ini bukan hari terakhirnya di Jakarta. Ia masih punya waktu disini hingga minggu depan.

Nisa sudah menghabiskan dua potong cake sementara Almeera baru menyeruput beberapa teguk coklat panas dari cangkirnya saat tiba – tiba saja seorang pria berkulit putih dan bermata sipit menghampiri mereka. Almeera mengenalnya. Dia adalah Tristan, pria yang sudah dua kali bertemu dengannya. Pertama saat di supermarket, dan kedua saat di restoran mbak Nadia.

Tristan tersenyum lebar pada Almeera dan Nisa. Kedua gadis itu membalas senyum dengan seadanya.

"Boleh saya duduk? Ada yang saya mau bicarakan dengan kamu dokter Almeera..."

Almeera dan Nisa berpandangan. Almeera berpikir ia tak punya urusan apapun dengan Tristan, lalu apa yang kira – kira akan dibahas oleh pria itu? Tapi tidak apa – apa, mungkin saja penting, pikirnya.

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang