Assalamualaikum dan selamat pagi...
Gak sesuai janji, aku malah cepetin update karena nanti malam agak sibuk...hahay
Part terakhir Assalamualaikum Almeera, sengaja aku kasi part paling panjang.
WARNING! PART BAPER PARAH! SINGLELILLAH DIANJURKAN MELIPIR,
BAPER DITANGGUNG SENDIRI!
Selamat membaca!!
***
"Assalamualaikum..."
Aldrich menoleh begitu mendengar suara lembut Almeera menyapa indra pendengarannya. Almeera baru saja kembali dari memeriksa kondisi Umminya yang setelah acara usai tadi merasa sedikit tidak fit, mungkin kelelahan karena melayani begitu banyak tamu. Rumah sudah lumayan sepi. Mas Ali sudah pasti saat ini menemani Mbak Shafiyah berisitirahat di kamar, sedangkan keluarga Aldrich sudah pulang ke Jakarta tadi sore begitu juga Ashley dan Christian yang katanya ingin berjalan-jalan di Jakarta dan melihat rumah sakit milik dokter Adrian. Dokter Adrian langsung bisa akrab dengan kedua bule Inggris itu di pertemuan kedua, dan Aldrich sangat tahu itu karena semata-mata Ashley dan Chris adalah dokter seperti Papanya itu.
Aldrich mengulurkan tangan dengan senyum lebar. Almeera menyambut dengan malu-malu. Gadis itu terkesiap kecil begitu Aldrich mengecup punggung tangannya.
"Wa'alaikumussalam. Ummi bagaimana?"
"U...Ummi alhamdulillah...ehm, baik, hanya sedikit kelelahan."
Aldrich mengangguk-angguk. "Alhamdulillah..."
"Mas lihat apa?" Almeera mengalihkan pembicaraan begitu Aldrich mulai menatapnya dalam, rasanya masih canggung ditatap sedemikian rupa oleh suaminya.
Aldrich mengacungkan benda yang dipegangnya dengan senyum lebar. Almeera ikut tersenyum melihat benda yang dipegang Aldrich.
"Ketemu dimana?" tanyanya.
"Tadi Mas iseng lihat kumpulan buku-buku koleksi kamu, dan tiba-tiba ketemu ini diatas meja belajar."
Almeera meraih benda yang dipegang Aldrich. Bolpoin berwarna silver hadiah perkenalan dari Aldrich di taman Primehealth Hospital tiga tahun yang lalu. Almeera masih sangat ingat doa Aldrich saat itu, 'semoga suatu hari nanti kamu menjadi dokter yang hebat'.
"Melihat bolpoin ini rasanya Mas kembali ke masa lalu. Waktu itu Mas menemani Axel ke mall untuk mencari gamis untuk hadiah perkenalan dengan kamu, saat melewati toko alat tulis Mas teringat kamu dan juga ingin memberikan hadiah. Mas pikir bolpoin adalah hadiah yang paling tepat untuk seorang Azkayra Almeera meskipun harganya tidak mahal."
Almeera mengerjap. Tidak mahal apanya? Almeera pernah menanyakan harga bolpoin dengan bentuk, merk, dan model yang sama persis seperti bolpoin dari Aldrich itu di sebuah toko buku, dan ia dibuat ternganga karena harganya yang hampir mencapai angka empat jutaan. Almeera bisa mendapat satu truk pulpen biasa dengan harga segitu.
"Oh, tidak mahal ya?"
Aldrich hanya tertawa ringan mendengar nada tak percaya dari istrinya. "Ya, memang mahal jika dibandingkan dengan harga bolpoin biasa..." katanya. Almeera bisa-bisa syok kalau tahu dulu ia pernah mengeluarkan uang bahkan sampai puluhan juta hanya untuk seorang perempuan yang tidur satu malam dengannya. Na'uzubillah, jangan sampai istrinya tahu hal itu!
"Oh ya, cerita apa tadi dengan Abah?" Almeera meletakkan bolpoin yang dipegangnya diatas meja dan menghadap Aldrich. Aldrich meraih pinggang Almeera dan menuntun istrinya menuju balkon. Almeera terkesiap karena pergerakan yang tiba-tiba itu, tapi kemudian berusaha dengan cepat menguasai diri. Almeera mulai berpikir bahwa penilaiannya terhadap Aldrich selama ini mungkin saja salah. Ia mengira setelah tiga tahun berlalu Aldrich berubah menjadi sosok pendiam, tapi sekarang...bahkan saat pernikahan mereka belum berjalan dua puluh empat jam saja suaminya ini sudah tak canggung lagi melakukan kontak fisik dengannya. Almeera tak masalah sebenarnya, hanya saja ia yang belum terbiasa dengan segala macam bentuk sentuhan fisik dengan unsur kesengajaan dengan lawan jenis seperti ini tak ayal dibuat terkaget-kaget olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Almeera (SELESAI)
SpiritualBagi Aldrich Adyastha yang memiliki segalanya, memenangkan pertaruhan dengan ketiga sahabatnya untuk mendapatkan seorang Azkayra Almeera tentu bukanlah perkara sulit. Cukup petik jari, sudah dipastikan gadis itu bertekuk lutut di bawah kakinya. Seti...