Halo!
First, im so sorry karena nggak update selama berhari hari.
Masuk ke sekolah dan langsung disambut oleh tugas yang bejibun adalah salah satu alasannya.
And now, im not feeling well.
Jadi aku harap kalian bisa mengerti, ya😊
Happy reading!✨
---
"Gimana?"
Alvaro menatap gadis di hadapannya itu lekat-lekat. Ada setitik rasa harap di dalam mata gadis itu yang membuat Alvaro tertegun.
"Setidaknya lo mencoba, 'kan?" Sambung Zira.
Alvaro menarik nafas panjang. "Oke. Mulai hari ini, jam tujuh, di apartemen gue. Apartemen nomor delapan belas."
"Apartemen lo?"
Alvaro mengangkat salah satu alisnya. "Kenapa? Takut gue macem-macemin?"
Zira membuang muka mendengar kalimat frontal itu keluar dari mulut Alvaro untuk menyembunyikan pipinya yang memerah. "O-oke, di apartemen lo," cicitnya.
Alvaro mengedikkan bahu. "See you, jenius."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Alvaro berbalik dan berjalan menuju ke motornya kembali, melajukan motornya meninggalkan gedung sekolah juga Zira.
Pun Zira juga akhirnya menggerakan kakinya menuju ke gerbang sekolah, hendak menunggu taksi lewat. Langit sudah mulai berwarna oranye, dan sekolah sudah tidak seramai tadi. Tersisa beberapa anak yang masih menunggu jemputan dan anak-anak basket yang tengah latihan di lapangan.
Langit sudah mulai oranye dan tak ada satu pun taksi yang lewat. Zira memilih berjalan ke belokkan di depan karena ada pangkalan ojek di depan sana. Memang cukup jauh, namun itu lebih baik daripada ia menunggu disini dan membuang waktu hingga langit sepenuhnya gelap.
Kening Zira mengernyit begitu sebuah motor menyesuaikan kecepatannya dengan langkah kakinya. Begitu sang pengendara membuka helm full-facenya, Mata Zira spontan membulat.
Itu cowok yang ia temui di kedai kopi waktu itu, yang tak lain adalah Arkan.
"Nice to see you again, Ceenazira," adalah kalimat pertama yang Arkan ucapkan, ditemani satu senyuman yang tersungging di bibirnya. "Masih ingat gue, kan?"
Zira mengangguk kaku. Jelas ia mengingat cowok di hadapannya ini. "Inget, kok. Arkan, kan?"
Arkan tampak terkejut. "Gue nggak expect lo tau nama gue."
"Gue baca di bordiran baju lo waktu itu."
Arkan mengangguk paham. "Lo mau kemana?"
"Ke pangkalan ojek di belokkan depan."
"Mau gue anterin aja?"
"Hh?" Itu respon spontan Zira mendengar tawaran tiba-tiba dari Arkan. "Ng-nggak usah. Gue mau naik ojek di depan kok. Makasih tawarannya."
Menerima tawaran cowok yang baru ia temui sekali dan hanya sekedar mengetahui namanya saja tidak terdengar seperti ide yang baik bagi Zira. Itulah alasan mengapa ia memilih menolak tawaran Arkan. Lagipula, itu akan terasa merepotkan.
"Gue duluan, ya. Takut keburu malam."
Zira sudah berjalan beberapa langkah, namun Arkan yang menyerukan namanya membuat langkahnya terhenti. "Ceenazira!"
Zira menoleh, dan mendapati Arkan tengah menatap ke seberang jalan. "Sepertinya lo harus mengurungkan niat lo untuk jalan ke pangkalan ojek."
Zira mengikuti arah mata Arkan hanya untuk mendapati segerombolan preman yang tengah duduk di depan ruko yang sudah tutup tengah menatap ke arahnya dengan tatapan yang tidak dapat dikategorikan baik sembari berbisik-bisik. Bahkan salah satu dari mereka sudah bangun dan hendak menyeberang ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] unable to find one's way; not knowing one's whereabouts "Maybe, we can fix each other." *** Hidup Zira semula datar-datar saja. Kemudian suatu hari, kepala sekolah memintanya untuk mengajari Alvaro, murid paling badung yang nilainya menempa...