13 • No Reason Left

2.4K 418 15
                                    

Halo!💗

Nggak mau panjang-panjang, deh.

Happy reading!✨

---

Hari ini sudah memasuki hari senin. Hari berjalan seperti biasa untuk Alvaro, masuk ke sekolah terlambat, mengikuti beberapa jam pelajaran kemudian bolos, sampai pada akhirnya sebuah panggilan dari Alex, Kakeknya, mengubah rutinitas hariannya.

Sesuai permintaan Alex, Alvaro mendatangi perusahaan Kakeknya setelah pulang sekolah. Alvaro memasuki gedung kantor milik Alex setelah membuang puntung rokoknya di tempat sampah, sedang tidak ingin mencari masalah dengan Kakeknya itu jika ia sampai merokok di dalam ruangan Kakeknya.

Setelahnya, ia melanjutkan langkahnya menuju ke ruangan Kakeknya yang berada di lantai 15 menggunakan lift. Setelah menunggu beberapa saat, lift akhirnya terbuka di lantai yang Alvaro tuju. Lorong yang sepi mengantar Alvaro ke hadapan pintu jati yang tak lain adalah pintu ruang kerja Alex.

Alvaro menekan knop pintu, mendapati Kakeknya tengah melihat beberapa berkas yang langsung ia singkirkan ke sisi meja begitu Alvaro duduk di hadapannya.

Alex tersenyum. Senyum yang sangat hangat dan kebapakkan. "Kamu tau apa yang sangat Kakek senangi dari kamu?"

Alvaro mengangkat salah satu alisnya, cukup terkejut karena Alex memulai pembicaraan dengan sebuah pertanyaan yang cukup membingungkan. Melihat ekspresi Alvaro, Alex tahu cucunya itu tidak memiliki jawabannya. "Kamu terlihat sangat keras kepala, namun selalu datang kesini setiap Kakek meminta."

"Saya udah pernah bilang, hanya Kakek bagian dari keluarga yang masih bisa saya percayai," balas Alvaro.

"Terlalu banyak yang masih bisa kamu berikan kepercayaan Alvaro, kamu hanya takut untuk mencobanya. Contohnya Mam--"

"Ada apa Kakek manggil saya kesini?" Alvaro menyela, tahu apa yang akan dibicarakan Alex jika ia membiarkan kakeknya itu melanjutkan kalimatnya.

Alex menghela nafas panjang, berusaha mengerti dengan sikap cucunya itu. "Besok Kakek ulang tahun. Kamu datang, kan?"

Rahang Alvaro mengeras seketika. Membayangkan dirinya menghadiri ulang tahun Kakeknya, sama saja membayangkan dirinya berada di tengah-tengah orang yang berada di urutan terakhir orang yang ingin Alvaro temui. "Kakek jelas tau jawaban saya."

Alex kembali menghela nafas panjang, sudah menduga bahwa Alvaro, cucunya yang paling keras kepala, akan bereaksi seperti ini. "Alvaro, jangan bersikap seperti ini terus."

Alvaro mengusap wajahnya kasar dan menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi.

"Kamu harus coba berdamai dengan masa lalu, Alvaro. Hidup dengan dendam di dalam hati bukanlah hal yang sepatutnya kamu lakukan," nasehat Alex sekaligus berusaha meluluhkan hati Alvaro, walau ia sendiri tahu akan sia-sia saja. Menghancurkan pertahanan Alvaro yang sudah di bangun pemuda itu bertahun-tahun bukanlah suatu hal yang mudah.

Pemuda itu terlalu keras untuk disentuh.

Pikiran Alvaro berkecamuk. Ia tidak ingin mengecewakan Kakeknya. Di dunia ini, Kakeknya adalah satu-satunya anggota keluarga yang ia percayai, setelah semua orang seakan berbalik memunggunginya.

"Saya nggak bisa, Kek."

Ekspresi Alex berubah kecewa, membuat ada bagian dari hati Alvaro yang rasanya teriris. "Tidak bisa kamu pertimbangkan lagi?"

Alvaro memilih tidak menjawab. Ia berdiri, berpamitan singkat pada Kakeknya sebelum keluar dari ruangan dengan emosi yang menguasai dirinya.

Lost [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang