Halo🙆
Happy reading!✨
---
Dengan wajah nyaris tanpa ekspresi, Alvaro memasuki gedung perusahaan Kakeknya saat waktu menunjukkan pukul 06.20. Semalam, ia menerima pesan dari Alex yang menyuruhnya untuk datang kesini sebelum pergi ke sekolah, dan Alvaro menurutinya.
"Bagaimana kabar kamu, Alvaro?" Adalah pertanyaan yang langsung dilemparkan Alvaro saat pemuda itu masuk ke dalam ruangan Alex.
Ruangan Alex beraroma pengharum ruangan lemon saat Alvaro memasukinya. Dibelakang kursi kerja Alex, ada jendela raksasa yang menunjukkan pemandangan kota Jakarta pada pagi hari yang selalu berhasil menarik perhatian Alvaro setiap cowok itu memasuki ruang kerja Alex.
Alvaro duduk di hadapan Alex sembari mengedikkan bahunya. "Seperti yang Kakek lihat," ucap Alvaro, kemudian cowok itu melanjutkan, "ada apa Kakek manggil saya kesini?"
"Besok ulang tahun kamu, kamu rayakan dimana?"
"Saya nggak berniat untuk merayakannya."
Alex menghela nafas, sudah menduga akan mendapatkan jawaban sejenis ini dari cucunya itu. "Tidak terpikirkan untuk kamu pulang dan merayakannya bersama-sama dengan Mama kamu?"
Rahang Alvaro seketika mengeras mendengar pertanyaan dari Kakeknya. "Kakek jelas tau jawaban saya. Dan lagi, saya nggak pernah menganggap perempuan itu sebagai Ibu saya."
"Kakek kehabisan cara untuk menghadapi kamu, Alvaro," tutur Alex dengan suara yang mulai meninggi. "Kamu tidak bisa terus-terusan hidup seperti yang kamu mau, tanpa memperdulikan orang lain yang jelas peduli dengan kamu."
Alvaro muak dengan pembicaraan seperti ini; dihakimi oleh orang-orang yang bahkan tak mengerti apa yang terjadi. Mereka tidak paham, dan juga tidak ingin mencoba untuk paham.
"Saya datang kesini bukan untuk mendengar ini semua, Kek," tukas Alvaro dengan ekspresi yang menunjukkan bahwa ia tidak ingin mendengar apapun lagi. "Kalau tujuan kakek menyuruh saya datang kesini hanya untuk menyuruh saya pulang, Kakek jelas tau jawabannya tanpa perlu kehadiran saya disini."
"Mau sampai kapan kamu menjadi anak pembangkang seperti ini, Alvaro?" Hardik Alex. "Kakek selama ini sudah cukup sabar untuk menghadapi kamu. Sikap kamu yang seperti ini tidak akan membuat keadaan lebih baik."
"Jadi Kakek juga sekarang menyalahkan saya?" Ucap Alvaro dingin. "Saya pikir saya bisa mempercayai Kakek, tapi ternyata enggak. Kakek sama seperti yang lainnya."
"Alvaro---"
Alvaro bangkit dari duduknya, menandakan ia sudah selesai. "Alvaro, Kakek belum selesai berbicara."
Tapi Alvaro tidak peduli, cowok itu keluar begitu saja dari ruangan, dan mengambil langkah lebar untuk segera meninggalkan gedung milik Kakeknya itu.
Nafas Alvaro memburu seiring dengan langkah kakinya. Ia muak dengan semua tuduhan yang orang-orang lemparkan kepada dirinya tanpa berniat mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Bahkan Alex, kakeknya yang ia pikir bisa menjadi orang yang ia percayai juga bersikap sama. Menghakiminya, menyalahkannya tanpa tahu apa yang ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] unable to find one's way; not knowing one's whereabouts "Maybe, we can fix each other." *** Hidup Zira semula datar-datar saja. Kemudian suatu hari, kepala sekolah memintanya untuk mengajari Alvaro, murid paling badung yang nilainya menempa...