Sejauh ini, apa kalian ada tokoh favorit? Kalau ada, alasannya?
Happy reading!✨
---
Sudah 2 hari semenjak Alvaro pergi tanpa kabar.
Sudah 2 hari juga, setiap Zira hendak masuk atau keluar dari apartemennya, gadis itu selalu menyempatkan diri untuk menengok ke arah apartemen Alvaro yang berhadapan langsung dengan apartemennya, sedikit menaruh harapan bahwa cowok itu sudah ada disana, dan setiap kali ia mencoba, sebanyak itu juga harapannya pupus karena yang ia dapatkan hanyalah pintu yang tertutup rapat dan tak menunjukkan adanya tanda-tanda Alvaro sudah pulang.
Zira membenci fakta bahwa dirinya merasa tidak tenang beberapa hari ini hanya karena rasa khawatirnya kepada Alvaro. Ia tidak ingin mengakuinya, tapi ia juga tak bisa mengabaikan setitik rasa peduli yang muncul di hatinya terhadap Alvaro.
Hari ini, jam pelajaran Olahraga di kelas Zira kosong karena guru yang berhalangan hadir. Oleh karena itu, Zira memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan sekolah daripada harus berada di dalam kelasnya yang diisi oleh anak-anak perempuan yang tengah berkumpul dan bergosip atau anak laki-laki yang tengah mabar di ponsel masing-masing.
Gadis itu duduk bersila di depan rak buku yang berada cukup tersembunyi karena terletak di sisi ruangan paling belakang, sehingga tidak ada orang yang berlalu lalang disana. Ia meraih pensil dari sakunya kemudian mulai menggoreskan ujungnya di atas kertas kosong dari buku tulis yang ia bawa.
Sementara tangannya bergerak membentuk sebuah sketsa, pikiran Zira melayang jauh, lagi-lagi jatuh kepada sosok bertubuh jangkung dengan wajah dingin dan tatapan tajamnya. Tak lain adalah Alvaro Pradipta.
Zira juga sudah sempat bertanya kepada Reno, apakah cowok itu sudah mengetahui keberadaan Alvaro ataukah belum, dan yang Zira dapatkan hanyalah gelengan kepada dari Reno yang mewakili jawaban belum.
Ini artinya sudah 2 hari juga Zira tidak mengajari Alvaro seperti yang biasa ia lakukan. Rasanya... Aneh. Seperti Zira kehilangan satu rutinitasnya walau ia belum terlalu lama menjadi pengajar untuk Alvaro. Zira tahu, dirinya sudah mulai terbiasa menghabiskan beberapa jam di apartemen Alvaro, mengajari cowok itu, walau pada awalnya semua terasa tidak mudah.
Zira baru tersadar dari lamunannya saat ponselnya berdenting sekali. Gadis itu meraih ponselnya dan berdecak pelan melihat pemberitahuan yang muncul, menunjukkan baterai ponselnya yang ternyata sudah lowbat. Gadis itu memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku seragamnya, kemudian mengalihkan pandangannya ke kertas yang sudah tidak lagi kosong itu.
Zira mengerjapkan matanya beberapa kali, mendadak membeku karena sebelum ia mampu mencernanya, sosok berwajah dingin itu sudah terbentuk sebagai sketsa di kertasnya. Zira sama sekali tidak sadar bahwa dirinya telah menggambar Alvaro di kertas bukunya.
Zira menggelengkan kepalanya sembari merutuki dirinya sendiri di dalam hatinya. Tangannya bergerak hendak merobek kertas itu sebelum seseorang dengan sigap meraih buku tersebut dari genggamannya. Zira mengangkat wajahnya dan seketika tercekat melihat orang yang baru saja meraih hasil gambarnya.
Alvaro Praditpa, tengah berdiri di hadapannya dengan tangan yang memegang sketsa cowok itu. Entah mana yang Zira harus pikirkan terlebih dahulu, kemunculan Alvaro yang teramat tiba-tiba, atau gambarnya yang sekarang berada di tangan Alvaro.
"A-alvaro?" Gumam Zira.
Alvaro menatap sketsa Zira yang berada di tangannya, kemudian mengangkat wajahnya dan menatap Zira tepat di manik mata dengan satu seringai yang terbentuk di bibirnya. "Miss me that much, Cee?"
Zira mengatupkan bibirnya rapat-rapat, berusaha mengabaikan pipinya yang sudah memanas mendengar pertanyaan Alvaro. Zira berdiri, hendak meraih buku tulisnya yang berada di tangan Alvaro. "Ba-balikin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] unable to find one's way; not knowing one's whereabouts "Maybe, we can fix each other." *** Hidup Zira semula datar-datar saja. Kemudian suatu hari, kepala sekolah memintanya untuk mengajari Alvaro, murid paling badung yang nilainya menempa...