43 • Stay

2K 295 12
                                    

Halo🙆

Happy reading!✨

---

Alvaro menyusuri koridor Rumah Sakit dengan langkah-langkah panjang yang terburu-buru. Sebentuk rasa khawatir dan kalut terlihat jelas di wajahnya. Ia mengabaikan rasa dingin yang menusuk kulitnya karena menembus hujan saat perjalanan menuju ke rumah sakit ini. Cowok itu menghentikan langkahnya di depan ruang operasi dan menemukan Arkan yang sedang duduk di kursi tunggu, sedangkan di ujung lorong, ada seorang pria dewasa dan perempuan di sampingnya yang tengah berbicara dengan beberapa petugas kepolisian.

"Zira kenapa?" Tanya Alvaro langsung. Nafasnya terengah-tengah, bukan hanya karena rasa lelah setelah setengah berlari dari tempat parkir hingga ke ruang operasi yang berjarak cukup jauh, namun juga karena ketakukan dan kekhawatiran yang tengah menguasai dirinya sekarang.

"Dia ditabrak di depan apartemen," jawab Arkan kemudian menghela nafas. Panjang. Ekspresinya terlihat lebih tenang, namun tetap tak bisa menyembunyikan rasa khawatir yang menyelimuti sorot matanya. "Tulangnya retak dan kehilangan banyak darah. Ada cedera hebat di kepala," jelasnya secara detail dalam sebaris kalimat singkat.

Alvaro seakan kehilangan tenaganya begitu Arkan menyelesaikan kalimatnya. Pemuda itu terduduk di kursi tunggu yang berhadapan dengan Arkan, memejamkan matanya dan menghembuskan nafas berat.

"Dia akan bertahan," ucap Arkan, entah ditujukan oleh Alvaro atau kepada dirinya sendiri. Sebaris kalimat yang diharapkan dapat memperkuat keyakinan bahwa Zira akan baik-baik saja, walau tidak ada kepastian untuk itu. "Dia kuat. Dia akan baik-baik aja."

Setelahnya, keduanya tenggelam dalam keheningan. Baik Alvaro maupun Arkan tak henti-hentinya menatap jarum jam di jam tangan mereka masing-masing, berharap waktu dapat bergulir lebih cepat.

Alvaro melarikan jemarinya di helaian rambutnya yang lembab, menyandarkan kepalanya di dinding. Pikirannya dipenuhi dengan rasa takut yang menciptakan kemungkinan demi kemungkinan yang membuat pikirannya semakin kacau.

Zira tidak mungkin meninggalkannya, Alvaro yakin itu.

Kesenyapan melingkupi mereka berdua untuk waktu yang cukup lama. Yang mampu ditangkap oleh telinga mereka hanyalah obrolan samar-samar antara petugas kepolisian dengan Bram dan sesekali bunyi brankar pasien yang didorong. Sesaat kemudian, Arkan memecah keheningan dengan satu kalimat singkat, katanya, "Gue minta maaf." 3 kata itu membuat Alvaro membuka matanya yang semula terpejam, kemudian menatap pemuda itu sekilas. Hanya itu, karena Alvaro tak memberikan respon apapun, membiarkan sederet permintaan maaf itu berlalu begitu saja tanpa jawaban.

Alvaro tak ingin tahu apakah sosok di hadapannya itu benar-benar memaknai permintaan maafnya, atau benar-benar menyesali perbuatannya,.

Untuk sekarang, Zira adalah satu-satunya hal yang memenuhi kepalanya.

Untuk sekarang, Zira adalah satu-satunya hal yang memenuhi kepalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lost [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang