Halo🙆
Akhirnya update lagi.
Maaf banget karna update yang super telat ini. Seminggu ini tugas dan ujian benar-benar numpuk.
Nggak mau banyak ngomong lagi,
Happy reading!✨
---
Alvaro duduk di ruang tengah apartemennya sembari menatap jam yang terpasang di dindingnya. Jarum jam bahkan sudah menuju ke angka 8, namun Zira tak kunjung datang ke apartemennya seperti yang biasa gadis itu lakukan.
Berminggu-minggu mengajari Alvaro, Zira tak pernah tak tepat waktu seperti ini sebelumnya. Gadis itu selalu datang pukul 7, sesuai dengan perjanjian mereka.
Alvaro berdecak pelan, mulai membertimbangkan keputusan untuk datang ke apartemen Zira yang hanya berjarak beberapa meter dari apartemennya untuk mengecek alasan ketidakhadiran gadis itu malam ini. Setelah berdebat cukup lama dengan dirinya sendiri, cowok itu memutuskan untuk mendatangi apartemen Zira.
Alvaro bangkit dari duduknya, keluar dari apartemen kemudian melangkah menuju apartemen Zira setelah mengunci pintu apartemennya sendiri. Begitu ia sampai di hadapan pintu apartemen Zira, cowok itu mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu apartemen tersebut.
Beberapa menit berlalu sampai Zira datang membukakan pintu dengan piyama yang masih membalut tubuhnya. Rambut panjang gadis itu dikuncir asal-asalan dengan hidung yang memerah. "Alvaro?" Zira berkata dengan suaranya yang terdengar serak.
"Lo sakit sejak kapan?" Reflek, Alvaro menyentuh kening Zira yang terasa panas dengan telapak tangannya. Zira mampu merasakan jantungnya yang berdebar lebih cepat diantara rasa sakit yang menjalari tubuhnya. "Ba-baru pagi tadi," ucap Zira kaku. Kemudian gadis itu teringat sesuatu. "Oh iya, maaf hari ini nggak bisa ngajarin lo dulu."
"Nggak usah pikirin itu. Lo mending istirahat sekarang."
Zira tak menjawab, namun wajah gadis itu menunjukkan bahwa ia ingin mengatakan sesuatu namun ragu melakukannya. "Gue... boleh minta tolong?" Tanya Zira ragu-ragu.
Alvaro mengangguk. "Ada apa?"
"Bisa tolong buatin gue bubur?" Tanya Zira. Gadis itu tadi sempat mencoba untuk melakukannya sendiri, namun badannya yang terasa lemas dan kepalanya yang terasa berat membuat Zira menyerah untuk melakukannya.
Anggukan kepala dari Alvaro membuat sebuah senyum samar muncul di wajah Zira tanpa sadar. Gadis itu menyingkir, memberikan Alvaro ruang untuk masuk. Dengan langkah terseok-seok, Zira berjalan menuju ke dapur dengan Alvaro yang mengikutinya.
Zira duduk di meja makan, membiarkan Alvaro menyiapkan alat masak yang ada di dapurnya. Tinggal sendirian bertahun-tahun tanpa orang tua membuat Alvaro mau tak mau harus belajar melakukan banyak hal, termasuk memasak, walaupun ia terkadang memilih membeli makanan di luar.
Alvaro tak mampu mengabaikan rasa khawatir yang menyelinap masuk ke dalam dadanya saat melihat Zira tadi. Lucu, Alvaro merasa begitu khawatir saat Alvaro pikir ia sudah benar benar mati rasa. Alvaro sadar, ada beberapa hal yang berubah dari dirinya semenjak Zira masuk ke dalam kehidupannya beberapa minggu lalu, saat kepala sekolah meminta gadis itu menjadi pengajar untuk dirinya. Alvaro merasa sedikit lebih hidup setelah bertahun-tahun ia menjalani hari yang tak terasa seperti nyata.
Menit demi menit berlalu begitu saja dengan keheningan yang mengisi, hanya sesekali suara batuk Zira yang terdengar. Sekitar 20 menit kemudian, Alvaro meletakkan semangkuk bubur hangat di meja makan, tepat di hadapan Zira. "Makasih," ucap Zira. "Maaf ngerepotin lo," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost [Completed]
Fiksi Remaja[BAHASA] unable to find one's way; not knowing one's whereabouts "Maybe, we can fix each other." *** Hidup Zira semula datar-datar saja. Kemudian suatu hari, kepala sekolah memintanya untuk mengajari Alvaro, murid paling badung yang nilainya menempa...