07 • First Day

2.7K 452 23
                                    

Halo!

Sejauh ini, apa kalian ada tokoh favorit dari cerita ini? Alasannya?

Happy reading!✨

---

Zira berulang kali menarik dan menghembuskan nafasnya seraya berjalan mondar-mandir di kamarnya. Jarum jam mulai merambat ke angka 7, dan Zira mulai menyesali mengapa dirinya mengiyakan tawaran kepala sekolah.

Tidak. Ia tidak boleh menyerah bahkan sebelum mencoba. Lagipula, ia hanya perlu menjelaskan materi kepada Alvaro, meminta cowok itu mengerjakan beberapa nomor soal, dan selesai.

Hanya itu.

Satu tarikan nafas, dan Zira segera menggerakan kakinya menuju keluar dari apartemennya dengan mendekap beberapa buku. Setelah mengunci pintu apartemennya, ia langsung bergegas menuju ke apartemen Alvaro yang ternyata berhadapan dengan miliknya. Selama ini Zira hanya sekedar tahu bahwa kamarnya berada satu lantai dengan Alvaro, tanpa tahu dengan tepat yang mana apartemen cowok itu. Apartemennya berada di ujung kiri lorong, sedangkan Alvaro berada di ujung kanan.

Zira mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu dihadapannya itu. Hampir dua menit Zira ada disana, sebelum Alvaro datang membukakan pintu. Entah cowok itu benar-benar tak mendengarnya, atau justru masa bodoh.

Alvaro tidak mengatakan apapun, hanya berbalik tanpa menutup pintu, memberi tanda untuk Zira agar masuk ke dalam. Zira mengikuti Alvaro hingga sampai di ruang tengah cowok itu. Di luar dugaan Zira, apartemen Alvaro terkesan rapi. Entah karena Alvaro jarang berada disini, atau kemungkinan kedua yang sepertinya mustahil, Alvaro rajin membersihkan apartemennya.

Zira cenderung mempercayai opsi pertama.

"Bisa kita mulai, jenius?" Satu kalimat dengan nada terkesan dingin yang dilontarkan Alvaro membuat Zira tersadar dan menoleh hanya untuk mendapati Alvaro yang sudah duduk di sofa, menatapnya dengan datar.

Pun Zira ikut duduk di sofa, dan membentangkan jarak beberapa jengkal dari Alvaro. "Hari ini gue rasa kita belajar Matematika dulu, karena itu pelajaran dasar."

Alvaro tak merespon, hanya menatap Zira yang tengah membuka buku paket Matematika. "Lo nggak ngerti yang mana?"

"Jawaban jujur? Semuanya."

Rasa terkejut melintas di sorot mata Zira. Untuk ukuran ranking 1 paralel seperti Zira, jawaban kelewat santai Alvaro memang mengejutkan. Bagaimana cowok itu bisa bersantai sementara pelaksanaan Ujian Nasional tinggal menghitung bulan?

Namun mengingat bagaimana cowok itu hampir tidak pernah berada didalam kelas selama jam pelajaran, hal tersebut sepertinya memang wajar.

Zira berusaha terlihat tenang, dan mulai menerangkan. Zira tidak bisa menebak apakah Alvaro mendengarkannya dengan seksama atau tidak karena ekspresi cowok itu selalu sama; dingin dan terkesan tidak peduli. Walaupun Zira tidak benar-benar sepenuhnya ingin mengajari Alvaro, ia cukup tahu diri, bahwa saat ia mengiyakan tawaran kepala sekolah, itu artinya ia sudah menerima tanggung jawab yang diberikan. Oleh karena itu, Zira tidak ingin melakukannya dengan seenak hati.

"Lo udah paham?" Adalah pertanyaan yang dilontarkan Zira ketika 15 menit sudah berlalu.

"Mungkin."

"Kalau gitu, lo coba kerjain ini." Telunjuk Zira menunjuk 5 buah soal di dalam buku paket.

Alvaro mengikuti permintaan Zira tanpa mengatakan apapun. Cowok itu meraih buku tulis dan pulpen milik Zira, lalu mulai mengerjakan soal yang diberikan Zira. Menatap pemandangan dihadapannya saat ini masih terasa aneh bagi Zira. Berada sedekat ini dengan Alvaro, juga fakta bahwa cowok itu sedang berkelut dengan rumus matematika. Suatu hal yang tidak pernah siapapun duga akan terjadi.

Lost [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang