[BAHASA]
unable to find one's way; not knowing one's whereabouts
"Maybe, we can fix each other."
***
Hidup Zira semula datar-datar saja. Kemudian suatu hari, kepala sekolah memintanya untuk mengajari Alvaro, murid paling badung yang nilainya menempa...
Tears come streaming down your face When you lose something you cannot replace.
Coldplay - Fix you
Zira meletakkan pulpennya di atas buku yang masih terbuka, merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu penat setelah menghabiskan beberapa waktu malamnya untuk belajar. Gadis itu memejamkan matanya sebentar, membiarkan tubuhnya beristirahat sejenak setelah hampir dua jam berkutat dengan soal-soal yang ada di dalam bukunya.
Seperti terlempar kembali ke dalam sebuah ruangan masa lalu, memori tentang Ibunya dulu memenuhi kepala Zira begitu saja. Dulu, saat Ibunya masih ada, pasti beliau akan datang ke kamarnya dengan membawa segelas susu cokelat hangat untuk dirinya, diikuti dengan satu senyuman hangat dan usapan lembut di kepala. Ibunya paham bagaimana Zira yang selalu mencoba menjadi seperti Carel seperti yang Bram mau. Ibunya juga paham bagaimana hal itu membuat Zira merasa dirinya tidak berharga dan hanyalah bayangan dari kakak laki-lakinya itu.
Zira menghela nafas berat. Apa yang lebih buruk dari kehilangan? Bahkan hingga detik ini, Zira tidak pernah bisa berhenti untuk menyesali kecelakaan yang merenggut nyawa Ibunya itu. Seandainya kecelakaan itu tidak terjadi, mungkin sekarang Ibunya masih ada bersama-bersama dengan dia dan Carel.
Akhir-akhir ini, ada tanda tanya yang bersarang di pikiran Zira. Apakah Ibunya tahu bahwa Bram berselingkuh? Apakah selama ini Ibunya tahu, namun memilih menyimpannya untuk dirinya sendiri agar tidak menyakiti Zira dan Carel?
Menebak-nebak jawaban atas pertanyaan itu hanya menimbulkan untaian-untaian rasa sakit yang menekan dada Zira kuat-kuat. Fakta bahwa mungkin untuk selamanya, ia tidak akan pernah mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya itu membuat dadanya dipenuhi oleh rasa sakit. Gadis itu bangun dari kursinya, berjalan keluar dari apartemennya, memilih keluar sebentar untuk mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya.
Namun sebelum ia sampai di pintu depan apartemennya, ada bunyi ketukan yang terdengar membuatnya bergegas dan membuka pintu, mendapati Alvaro yang tengah berdiri di hadapan pintunya. "Dinner with me?" Tanyanya begitu melihat Zira, diikuti dengan sebuah senyum yang muncul di wajahnya.
Zira tampak ragu sejenak sebelum menjawab pelan, "gimana kalau ke tempat kita ngeliat matahari terbit waktu itu?"
Awalnya Alvaro cukup bingung mengapa Zira tiba-tiba mengajaknya ke tempat itu, namun cowok itu tidak menolak. "Whatever my baby want," katanya dengan salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas, membuatnya lebih terlihat seperti sedang menyeringai daripada tersenyum.
Ada rona merah yang menjajah pipi Zira mendengar ucapan Alvaro. "Gu-gue ambil jaket dulu," ucap Zira, hendak berbalik namun Alvaro menahannya.
"Pakai jaket gue aja," kata Alvaro kemudian melepaskan jaket denim yang ia pakai, menyisakan kaos hitam yang membalut tubuhnya, dan menyerahkannya kepada Zira. Zira awalnya ingin menolak, namun cowok itu lebih dahulu menyela, "Gue senang melihat lo memakai jaket gue. Cute."
Zira tersenyum, tidak mengatakan apa-apa namun meraih jaket itu dan mengenakannya. Gadis itu mengunci pintu apartemennya, kemudian menyambut uluran tangan yang Alvaro berikan. "Ayo."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.