Halo!
Semoga kalian masih menunggu cerita ini💗💗
Oh iya, tolong dibaca ya celotehanku diakhir chapter ini😊
Happy reading!✨
---
Waktu menunjukkan pukul 06.20 saat Zira selesai bersiap untuk pergi ke sekolah. Gadis itu meraih buku-bukunya yang ada di meja belajar dan memasukannya ke dalam tas sekolahnya. Setelahnya, gadis itu bergegas keluar dari apartemennya. Secara kebetulan, Zira mendapati Alvaro yang juga baru saja keluar dari apartemen cowok itu.
"Morning, jenius." Alvaro menyapa Zira---entah bisa dikategorikan sapaan atau tidak karena intonasi Alvaro yang jauh dari intonasi orang normal saat menyapa, juga cowok itu tak menatap Zira---sembari melangkah menuju ke lift, begitu juga dengan Zira.
Jujur, Zira tidak suka bagaimana Alvaro memanggilnya dengan sebutan 'jenius'. Dan tentunya, itu tidak bisa disebut pujian karena nada bicaranya yang selalu terkesan mengejek dan arogan.
"Cee-na-zi-ra," ucap Zira pada akhirnya, setelah membiarkan Alvaro memanggilnya 'jenius' untuk sekian lama. Gadis itu menekan setiap suku kata dari namanya. Berharap dengan begitu, Alvaro mau merubah caranya memanggil dirinya. "Itu nama gue. Stop calling me jenius."
Lift berdenting dan pintunya bergeser terbuka. Lift yang kosong membuat Zira membentangkan jarak sejauh mungkin dengan Alvaro di dalam sana. "Dan bukannya lo memang jenius?"
"Bukan. Dan gue tau lo juga nggak bertujuan untuk memuji."
"Oh, oke," balas Alvaro masih seperti biasa; nada bicara santai dan wajah datarnya. "Morning, Cee."
Zira menatap Alvaro yang tengah balik menatapnya. "Cee?" Zira membeo.
Seumur-umur, tidak pernah ada yang memanggilnya seperti itu. Terdengar sangat aneh di telinga Zira. "Cukup Zira."
Alvaro mengedikkan bahu, acuh tak acuh dengan ucapan Zira. "Tapi gue suka manggil lo Cee."
Ada bagian hati Zira yang berdesir, namun gadis itu berusaha mengabaikannya. "Tapi nggak pernah ada yang manggil gue kayak gitu."
Lift terbuka di lantai satu. Zira dan Alvaro keluar secara bersamaan. Salah satu sudut bibir Alvaro terangkat saat mengucapkan, "good. Gue bisa jadi satu-satunya."
Zira terdiam untuk beberapa alasan. Mungkin karena pemilihan kata Alvaro, atau bagaimana cowok itu menatap. Atau memang ia memang selalu berhasil dibuat bungkam oleh Alvaro.
"Bye, Cee," ucap Alvaro, hampir berbisik dengan suaranya yang rendah, kemudian berjalan keluar dari gedung apartemen, meninggalkan Zira yang masih setia berada di tempatnya.
Bel istirahat berbunyi mengisi seluruh penjuru gedung SMA Rajawali. Zira merapikan buku Kimianya, kemudian membuka tasnya untuk mengambil botol minum yang selalu ia bawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] unable to find one's way; not knowing one's whereabouts "Maybe, we can fix each other." *** Hidup Zira semula datar-datar saja. Kemudian suatu hari, kepala sekolah memintanya untuk mengajari Alvaro, murid paling badung yang nilainya menempa...