11 • Petrikor

2.5K 428 30
                                    

Dirgahayu Indonesiaku🇮🇩

Happy reading!✨

---

Arkan dan Zira duduk berhadapan di kedai kopi tempat mereka pertama kali bertemu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arkan dan Zira duduk berhadapan di kedai kopi tempat mereka pertama kali bertemu. Zira dengan moccacino lattenya---minuman yang sama saat ia bertemu Arkan untuk pertama kalinya waktu itu---, Arkan dengan cappucino yang sudah ia habiskan setengah.

"Percaya kalau gue bilang gue makin ingin kenal lo saat lo nolak ajakkan gue yang pertama?" Tanya Arkan sembari kembali menyeruput kopinya.

"Kenapa gitu?" Bukannya memberikan jawaban iya atau tidak, Zira justru balik bertanya kepada Arkan.

"Sejujurnya, gue juga nggak tau alasannya kenapa. Tapi, saat lo nolak ajakan itu, gue malah semakin ingin berusaha lebih keras," balas Arkan.

Zira menatap Arkan yang menatapnya tepat di manik mata. Sorot mata cowok itu tajam, namun terkesan teduh dan tenang. Arkan mempunyai tatapan yang terasa dalam, mengingatkan Zira pada Alvaro.

Ah, untuk apa ia harus menyamakan Arkan dengan Alvaro?

"Mungkin karna gue cewek pertama yang menolak ajakkan lo?" Zira menebak-nebak.

Arkan tertawa kecil. "Sayangnya, itu sama sekali nggak benar." Cowok di hadapan Zira itu menyesap kopinya yang mulai dingin. "Faktanya, lo cewek pertama yang pernah gue ajak keluar."

Zira yang hendak meraih cangkir kopinya langsung terdiam. "Gue... Yang pertama?"

Untuk ukuran cowok seperti Arkan, sulit bagi Zira untuk percaya bahwa ia adalah gadis pertama yang Arkan pernah ajak keluar. Penampilan Arkan memang dikategorikan tampan, karena buktinya, beberapa gadis yang duduk agak jauh dari mereka tak henti-hentinya menatap Arkan terang-terangan tanpa takut cowok itu tahu.

Arkan tersenyum. "You are."

Zira menggenggam kuat cangkir kopinya membuat telapak tangannya ikut merasakan panas kopi itu. Ia memilih mengalihkan wajahnya yang memerah ke arah jendela disisinya.

Di luar, hujan turun dengan deras. Beruntungnya, air mulai berjatuhan dari langit saat Zira dan Arkan sudah sampai di kedai, sehingga mereka tidak perlu repot-repot berteduh.

Bagi Zira, hujan dan kopi adalah perpaduan yang sempurna. Favoritnya adalah menyesap kopi secara perlahan sembari menatap hujan yang jatuh menabrak tanah.

Namun, bagi Zira, Petrikor yang muncul saat hujan mulai mereda adalah hal paling indah.

Petrikor adalah satu hal terbaik yang pernah ada bagi Zira. Aromanya selalu sukses menenangkan Zira, namun juga selalu berhasil membawa kembali memori yang menjadi bagian hidup paling menyakitkan di hidup Zira.

Tanpa Zira sadari, Arkan sedang menatapnya yang tengah memandangi kaca jendela besar disisi mereka dengan tetes hujan yang menghiasi. Arkan menatap gadis itu, memperhatikan bagaimana rambutnya yang diikat tinggi, menyisakan helai rambut yang menggelitik tengkuk gadis itu.

Lost [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang