Buat yang baca cerita ini sebelum revisi pasti ingat chapter ini
Happy Reading!✨
---
I'll pick you up at seven.
Sebaris kalimat itu Alvaro ucapkan kepada Zira semalam setelah mereka berdua kembali ke gedung apartemen. Zira sempat bertanya kepada Alvaro perihal kemana Alvaro akan mengajaknya besok, namun Alvaro hanya mengedikkan bahu, memberikan jawaban yang mengantung. Entah artinya cowok itu tidak tahu, atau justru tidak ingin memberitahu.
Sebaris kalimat itu juga yang membuat Zira kocar-kacir memilih baju yang akan ia kenakan bahkan saat jarum jam masih menunjuk angka 6.
Pada akhirnya, Zira memilih pakaian simpel; kemeja berwarna peach dan rok putih yang jatuh tepat di garis lututnya.
Zira tengah menyisir rambutnya saat sebuah ketukan di pintu terdengar. Gadis itu mempercepat apa yang tengah ia lakukan, mengenakan sepatunya kemudian bergegas menuju ke pintu. Lewat lubang pengintip yang ada di pintu, Zira bisa melihat sosok Alvaro yang berdiri di luar pintunya.
Gadis itu menekan knop pintu kemudian menatap Alvaro yang tampak sudah siap. "Udah selesai?" Tanya Alvaro.
Zira mengangguk. Gadis itu lalu mengunci pintu apartemennya, dan berjalan menuju ke lift bersama dengan Alvaro disisinya. Berkali-kali Zira membuang nafas gugup, bahkan saat mereka sudah memasuki lift.
"Kenapa? Gugup?" Tanya Alvaro menyadari bahwa Zira sedari tadi terus membuang nafas. "Atau lupa ijin cowok lo kalau mau jalan sama gue?"
Pertanyaan terakhir Alvaro membuat Zira langsung menoleh. "Cowok... Gue?"
Lift terbuka. Keduanya langsung keluar dari lift dan menggerakan kaki menuju ke luar gedung. "Yang pernah jemput lo disini."
"Ah, Arkan," gumam Zira, pada akhirnya mengerti siapa cowok yang Alvaro pikirkan sebagai pacarnya. "Bukan cowok gue."
"Oh." Hanya itu respon Alvaro. Diam-diam, Zira penasaran bagaimana ekspresi Alvaro. Sesuai dugaan, ekspresi Alvaro hanya datar seperti biasa. Tanpa emosi, dan terkesan tidak peduli.
Alvaro berjalan menuju ke sebuah mobil hitam yang terparkir di tempat parkir apartemen. Zira memang sering melihat mobil itu terparkir disana, namun gadis itu tidak pernah tahu bahwa mobil itu adalah milik Alvaro karena cowok itu memang selalu menggunakan motornya.
Keduanya masuk ke dalam mobil, masih membiarkan sunyi mengisi ruang di antara mereka hingga mobil melaju membelah jalan.
"Kita mau kemana?"
"Ulang tahun Kakek gue." Pada akhirnya, Alvaro memberikan Zira jawaban pasti.
Setelahnya Zira tidak menjawab lagi, karena gadis itu juga tidak tahu harus menanggapi seperti apa.
Jarum jam menunjukkan pukul 19.30 saat mobil Alvaro perlahan memasuki pekarangan sebuah rumah mewah yang tampak begitu ramai dengan mobil yang terparkir.
Alvaro memarkirkan mobilnya di sisi rumah berlantai 3 itu, melepas seatbeltnya, namun tidak langsung turun. Cowok itu menghela nafas panjang, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa menginjakkan kakinya di rumah ini bukanlah keputusan yang salah.
Cowok itu memantapkan hatinya, menoleh sekilas kepada Zira dan berkata, "Ayo turun." Zira keluar dari mobil mengikuti Alvaro, lalu berjalan di sebelah cowok itu menaiki tangga yang membawa mereka ke depan pintu rumah bernuansa putih itu.
Zira mengedarkan pandangannya, menatap orang-orang berpakaian rapi dan formal yang membuat Zira merasa berada di sebuah acara perusahaan, bukan acara ulang tahun seperti yang dibicarakan Alvaro. Ia langsung menahan lengan Alvaro yang hendak melangkah masuk. Cowok itu menoleh. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] unable to find one's way; not knowing one's whereabouts "Maybe, we can fix each other." *** Hidup Zira semula datar-datar saja. Kemudian suatu hari, kepala sekolah memintanya untuk mengajari Alvaro, murid paling badung yang nilainya menempa...