"Jen, kamu nih kebiasaan.."
Jeno menghentikan pergerakannya untuk mengenakan hoodienya saat Renjun berbicara demikian. Ia menoleh ke arah Renjun dan melihat pemuda manis itu bersedekap sambil menatapnya tajam.
Ada apa dengan kesayangannya ini.
"Kebiasaan apa?" Jeno bertanya bingung.
Renjun mendengus.
Setelah hoodienya terpasang dengan rapi di badannya, ia segera menghampiri Renjun dan membawa tubuh kurus kekasihnya untuk mendekat. Namun Renjunnya menolak, ia menepis tangan Jeno yang akan menggenggam pergelangannya.
"Kali ini ada apa sayang, aku salah apa padamu. Hmm?"
Jeno kembali meraih tangan Renjun dan untungnya kali ini si pemuda 'ngambek' tidak menolak lagi.
"Hentikan kebiasaan meletakkan dagumu di pundakku. Aku tidak suka."
Renjun mengatakan dengan mantab sambil membuang muka, tidak mau menatap kekasihnya itu.
Jeno speechless mendengar jawaban Renjun.
Hanya karena ini? Pikirnya."Dan satu lagi.." Renjun mengarahkan tatapannya pada Jeno. "Jangan lakukan itu bila di depan kamera. A-aku malu." Suara itu melemah di akhir, wajahnya memerah saat mengatakannya. Renjun mengarahkan pandangannya ke bawah, tidak lagi pada obsidian kelam di depannya. Ia terlalu malu..
Mendengar alasan Renjun membuat Jeno mengembangkan senyumnya. Apalagi melihat semburat merah muda yang menghiasi wajah manis Renjun, ah betapa menggemaskan kekasihnya ini.
Jeno membawa tangannya untuk menuntun wajah manis itu kembali menghadap kepadanya. Ia tatap lamat-lamat netra bening yang selalu membuatnya terbuai. Renjun yang ditatap sebegitu dalam, tidak mampu menahan degupan jantungnya yang menggila. Ia benci saat jantunya berdegup kencang, rasanya sesak. Tapi ia juga suka saat jantungnya berdegup seperti ini, rasanya ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di dalamnya. Sangat menyenangkan.
Obsidian itu masih Setia menatapnya penuh damba. Seakan mengunci netra bening itu hanya untuk dirinya, tidak boleh yang lain.
Beberapa saat keduanya terdiam dalam keadaan saling mengagumi keindahan bola mata masing-masing. Tidak ada yang mengalihkan pandangan barang sedikit pun, bahkan mereka pun enggan berkedip. Baik Jeno maupun Renjun terlalu sayang melewatkan momen ini, momen dimana mereka dapat menyalurkan perasaan satu sama lain melalui tatapan mata."Jadi karena itu.." Suara berat Jeno mengakhiri sesi tatap-tatapan dalam itu. Terdapat kekehan dalam nada bicaranya yang otomatis membuat Renjun kembali menatap tajam pemuda tampan di hadapannya. Bukannya takut dengan tatapan itu, Jeno justru mencubit kedua pipi tirus kesayangannya yang masih memerah lucu itu gemas.
"Sakit jen!" Renjun berusaha melepaskan tangan Jeno yang mencubit pipinya. Cubitannya tidak main-main.
"Salah sendiri kenapa jadi orang sukanya bikin gemes."
Akhirnya Jeno melepaskan cubitannya pada pipi Renjun. Oh lihat, pipi yang tadinya merah kini semakin merah karena bekas cubitan Jeno.
"Pipiku jadi merah, sakit tau." Renjun mengusap-usap pipinya yang menjadi korban cubitan gemas Jeno.
Kini Jeno menuntun Renjun untuk duduk di sofa yang berada di ruang latihan.
Mereka berdua masih berada di tempat latihan omong-omong. Member lainnya sudah meninggalkan ruangan sejak siaran langsung berakhir setengah jam yang lalu.Renjun mendudukkan dirinya di pinggir sofa, menatap Jeno yang berdiri di hadapannya. Perlahan Jeno menurunkan badannya, agar dapat berhadapan dengan kekasih manisnya ini. Ia genggam tangan mungil Renjun. Menyimpan tangan itu dalam genggaman hangatnya. Tak lupa Jeno menatap netra bening Renjun.