Thirty Two : Chance

330K 10.1K 368
                                    

Bisakah kau memperbaiki hatiku yang patah?

•Citra•

Author

Citra mengaduk-ngaduk spaghettinya dengan tak berselera.
Setelah beberapa menit yang lalu staf room service hotel yang ditempatinya mengantarkan makanan dan minuman yang dipesan lewat telpon, gadis itu belum sekali pun menyuapkan salah satu dari makanan yang ada di hadapannya kini.

Padahal dia sendiri sengaja memesan makanan enak seperti spaghetti, steak dengan saus lada hitam, grilled chicken, hingga menu penutup seperti gelato dan juga tiramisu, untuk mengalihkan kesedihan yang ia rasa sekarang. Namun harum hidangan dari makanan enak itu semua tak berhasil membuat Citra tergiur.

Pikirannya sedang terfokus pada seseorang saat ini.
Ya, siapa lagi kalau bukan suaminya.
Wait---mungkin mantan suaminya.

Gadis yang saat ini mengenakan piyama tidur berwarna biru tua itu sudah mencoba mati-matian agar pikirannya membuang segala tentang Devan.
Namun, itu sulit untuk dilakukan.

Setiap kali dirinya mengingat pria tampan dengan mata indahnya itu, hatinya tiba-tiba menjadi sesak, seolah ada sesuatu tak kasat mata yang menyebabkan hal tersebut.

Citra ingin sekali menumpahkan tangisannya sepuas-puasnya berharap rasa sakit yang mendera hilang.

Tapi rasanya air matanya sudah habis sekarang.
Ia sudah menangis sejak menaruh surat perceraian di ruang kerja Devan hingga ia sampai di hotel ini.

Matanya bahkan sudah bengkak membuat pandangannya menjadi minim dari biasanya.
Saat staf room service hotel ini mengantarkan makanan yang ia pesan di kamar ini pun, memberi Citra tatapan bertanya-tanya sampai akhirnya sang staf yang berjenis kelamin laki-laki itu menanyakan keadaan Citra.

Tentu saja Citra membalasnya dengan berkata kalau dirinya baik-baik saja sembari menyelipkan senyuman manisnya di sana.

Dia berencana ingin menginap di hotel ini untuk beberapa hari. Ya, setidaknya sampai hatinya benar-benar mampu untuk memberitahukan perihal perceraiannya bersama sang suami kepada kedua orang tuanya.

Meskipun dirinya sudah memberitahu berita buruk ini pada sang ibu mertua.
Tapi, Ibu mertuanya berjanji belum akan mengabarkan hal ini pada kedua orang tuanya.
Setidaknya, sampai Devan menandatangani surat perceraian itu.

Ngomong-ngomong mengenai surat perceraian, Citra kini bertanya-tanya di dalam hati.

Apa Devan sudah menandatangani suratnya?

Citra terkekeh mengejek dirinya sendiri di dalam hati. Tentu saja suaminya sudah menandatangani surat itu dengan senang hati.
Devan pasti menganggap kalau surat itu seperti hadiah istimewa yang ia berikan.

Berbanding terbalik dengannya, yang menganggap surat itu sebagai awal kehancuran dirinya.
Tapi dia tak menyesal melakukan itu semua.
Dia sangat mencintai Devan. Jadi, dia harus melihat pria tampan itu bahagia. Ya, meski tak bersamanya.
Citra ikhlas melakukan ini semua sebagai bentuk rasa cintanya pada Devan.

Meski harus terluka.
Hancur.
Hingga rasa sesak harus memenuhi dada.
Ia ikhlas melakukan itu semua.

Dari awal memang seharusnya pernikahan mereka tak terjadi, benar apa yang dikatakan Devan.
Dia saja yang terlalu berharap pria yang selama ini ia cintai bisa membalas perasaannya dan mereka bisa hidup bahagia selamanya.
Itulah yang ia bayangkan.

Tapi bayangan itu rupanya hanya angan-angan yang sulit ia raih. Sampai akhirnya ia harus melepas pergi angan-angan itu melewati langit.
Untuk kemudian entah memerlukan waktu berapa lama angan-angan itu akan lenyap begitu saja, tak berbekas.

My Perfect Wife ✔️ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang