Hari Senin.
Siapa yang tidak membenci hari Senin?
Well, sepertinya kebanyakkan orang memang membencinya, jika ada yang menyukai hari tersebut katakanlah dia termasuk golongan orang-orang rajin. Begitu pun Davin. Bukan, dia bukan masuk golongan kedua, tapi yang pertama.
Sambil menggenggam tangan sang Ayah memasuki sekolahnya yang besar, beberapa kali bocah tampan itu tampak menguap lebar akibat kantuk yang menyerang.Tak berbeda jauh dari sang putra, Devan sendiri juga tak henti-hentinya menguap dan sesekali mengumpat di dalam hati merutuki kesalahannya sendiri.
"Muka Ayah kusut."
Celetuk Davin ketika mendapati wajah Ayahnya yang tampak berantakan. Harusnya orang-orang di pagi hari begini akan terlihat rapi, segar, dan enak dipandang, namun Devan malah kebalikannya.Devan yang dikatai seperti itu hanya menoleh memandangi Davin, "Kau juga keliatan sedikit berantakan. Ngantuk ya?"
Davin mengangguk cepat, "Yah, ayo kita pulang, aku ingin tidul saja. Lagipula aku mengantuk pagi ini gala-gala Ayah. Ayah mengajakku belmain game semalaman sampai-sampai waktu tidulku belkulang, ditambah aku halus diomelin panjang lebal sama Ibu."
Devan berhenti melangkah, membuat Davin otomatis mengikutinya. Pria yang sudah mengenakan jas dengan dasi miring tak tentu arah itu berdecak pelan. "Kau tau, ini bukan hanya salah Ayah tapi kau juga. Kenapa kau pakai acara ngajak main game lain tadi malam, heh? Gara-gara itu, kita berdua diomeli Ibu, dan parahnya Ayah bahkan tak dibolehkan sarapan di rumah. Siapa yang paling menderita di sini?"
"Ayah." Davin menjawab dengan polos membuat Devan mengangguk gemas.
Sepulang dari kantor nanti pasti ia akan berusaha keras membujuk Citra agar tak marah lagi padanya. Tadi pagi saat wanita itu ngomel-ngomel panjang kali lebar ia sudah berusaha memasang wajah se-memelas mungkin, berharap hati sang istri dapat luluh, namun ternyata, usahanya sia-sia. Bahkan Citra melarang Devan untuk dekat-dekat darinya, jika melanggar, siap-siap saja Devan akan tidur di luar malam ini.
"Eh, Mas Devan, Davin. Kok berhenti di sini? Bukannya kelas Davin ada di sana ya?"
Devan dan Davin sontak melarikan pandangan ke arah sumber suara. Ternyata itu adalah Mama Justin, yang di mana anaknya Justin teman satu kelas Davin di sekolah.
Selain Mama Justin, juga ada Mama Jennie dan Mama Lisa di sebelahnya. Mereka semua adalah Ibu dari teman-teman Davin di kelas."Eh iya, kami---"
"Uhh Pak Devan selalu seperti biasa ya, keliatan segar dan tampan. Davin juga."
Celetuk Mama Jennie memotong ucapan Devan yang belum selesai.Devan hanya bisa tersenyum paksa, andai ia tak mengingat hubungan baik antara istrinya dan ketiga orang ini, pasti dia langsung pergi dari sana tanpa memedulikan basa-basi tak penting sekaligus cari perhatian Ibu-Ibu tersebut. Di dalam hati Devan bertanya demikian,
'Segar dari mana? Jelas-jelas Davin bilang wajahku kusut!'
Berbeda dari Devan yang berusaha terlihat ramah di depan Ibu-Ibu itu, Davin sendiri justru terang-terangan menunjukkan kerisihannya, apalagi ketika Mama Lisa dengan lancang mencubit pipi tembem miliknya.
"Kamu tuh udah ganteng, imut lagi, gumush banget sih, benar-benar bibit unggul Ayahmu. Nanti kalau sudah besar, kamu nikah sama anak tante ya, Lisa."
Davin cepat-cepat menjauhkan tangan Mama Lisa dari kedua pipinya, ia mendengkus sebal, "Jangan cubit pipiku telus, sakit tau! Lagipula aku masih kecil untuk dijodoh-jodohkan dan aku pun tak suka Lisa, dia bau!"
Setelah mengatakan hal tersebut, Davin langsung beranjak pergi dari sana memasuki kelas tanpa bersalaman pada sang Ayah.Devan yang melihat kelakuan anaknya hanya bisa meminta maaf pada Mama Lisa, namun di dalam hati mendukung penuh penolakan sang putra.
Benar-benar Ayah yang tak patut ditiru.
Untung saja Mama Lisa sendiri tentunya tak ambil pusing mengenai ucapan Davin, apalagi jika Ayah Davin sendiri yang sudah meminta maaf, hatinya langsung luluh seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Wife ✔️ [TAMAT]
RomanceSILAHKAN BACA NEW VERSION CERITA INI DI STORIAL. 17+ Bijaklah dalam memilih bacaan! DON'T COPY MY STORY! Demi memenuhi keinginan sang Ibu, Devan terpaksa menikahi teman masa kecilnya, Citra Maura Adigara. Keinginan itu seperti sebuah mimpi buruk unt...