Sering kali kita seperti ensiklopedia wikipedia kamus berjalan, seolah tahu segala tentang seseorang lainnya. Membicarakannya seolah kita itu hidup dari otaknya. Mengupas tuntas dia. Padahal kita hanya melihat apa yg ia tampilkan, apa yg ia katakan, apa yg ia tulis. Selebihnya apa yg ia pikirkan, apa yg ia rencanakan, apa yg ia rasakan adalah misteri yg tak mungkin kita bisa menebaknya. Sekalipun adalah pembaca pikiran ulung, tapi perasaan manusia tak akan ada yg bisa mengerti 100% kecuali Tuhan.
Mengapa kita sanggup menilai orang?
Ada pepatah bilang :
"Kamu tahu namaku tapi tidak pikiranku. Kamu tahu kisahku, tapi tidak apa yg aku rasakan. Kamu mengenal aku seperti apa yg ingin kamu lihat"
Ya kita selalu memproyeksikan seseorang seperti apa yg ingin kita lihat, membicarakannya seperti apa yg ingin kita dengar, dan menggambarkan percis seperti khayalan kita. Subjektifitas.
Akupun sangat menyadari ketika aku menilai seseorang. Menarik diri dari pergaulan kalau dia kuanggap tidak menarik, tidak punya pembicaraan yg nyambung. Padahal dia punya daya tarik luar biasa, bunya materi pembicaraan yg segudang. Sebetulnya kadang aku merasa sangat terintimidasi, menemukan seseorang dengan kharisma yg luar biasa. Tapi apa daya, satu satunya hal yg bisa aku lakukan adalah menarik diri dari pembicaraan. Karena aku benci tampak bodoh karena tertutupi auranya.
Sama juga kamu tidak pernah mengenal aku. Kamu bisa saja mengatakan aku ini gila popularitas buat status nyeleneh, sok baik karena share status bermanfaat, sok suci karena selalu bilang mendahulukan Tuhan, pembenci yg sok mengajarkan cara memaafkan, si manusia yg hidup di masa lampau tapi sok bijak tentang modernisasi, atau si gagal move oon tapi sok bijak tentang cinta padahal tahu apa soal cinta?
Aku tidak perlu mengklarifikasi apapun tentangku, biarlah aku seperti apapun yg hendak kalian lihat, apapun yg ingin kalian dengar. Yg pasti aku bukan si motivator tanpa kebotakan. Sumpah kalimat itu ga mengenakan. Motivator favoriteku tuh andrie wongso,andy 'kick-andy'. Bukan om Mario Teguh. Jangan sama - samakan akulah. Aku belum pantas.
Kalau bertanya tentang seseorang, sejauh apa kita mengenal dia maka jawabannya subjektifitas.
Tapi herannya ketika aku mengajukan pertanyaan ini, banyal yg terbata, blank ga tau jawabannya.
"Seberapakah kamu mengenal Tuhan Allahmu yg telah menciptakanmu?"
Aku, tentu aku sangat mengenal Ia. Tuhan hadir dalam kepalaku, membantuku mengambil setiap keputusan. Tuhan hadir dalam sadarku yg menahan laju emosiku. Tuhan hadir dalam sisi alter egoku yg kuberi nama eve-ae, yg bijak dan jauh lebih pintar. Tuhan hadir dalam mimpiku yg memunculkan cuplikan masa depan yg kadang buram, kadang terlupa hingga memunculkan deja-vu ketika mengalaminya. Tuhan hadir dalam tiap nafasku, karena itulah bukti anugrahNya yg tak terkira. Tuhan hadir dalam amarahku ketika aku melenceng dari jalannya dan aku sendiri tak mau berubah. Tuhan hadir dalam tiap langkahku, menopang ketika aku akan jatuh, dan membantuku bangkit lagi dari jatuh. Tuhan hadir dalam tiap helaan angin di sekitarku, menyejukan dan menenangkan ketika kesibukan yg menyita kewarasanku. Tuhan hadir di setiap ukiran pahatan ciptaan alam yg luar biasa. Tuhan hadir dalam percakapan pribadiku, dengan diriku maupun denganNya. Ia berjanji mengabulkan harapanku sesuai kehendakNya. Dan aku percaya.
Pada akhirnya segala itu menyadarkanku sudah sangat sepantasnya aku bersyukur pada Tuhan. Ia begitu agung, tapi menerima aku yg hina ini. Ia begitu sibuk mengurus tiap manusia tapi masih sempat mendengarkanku, tapi mengapa aku selalu sok sibuk untuk mengabaikan panggilanNya?
Jadi kalau ditanya seberapa kamu mengenal Tuhan? Aku sangat mengenalNya. Selayaknya hambanya yg mengenal tuannya. Seperti karyawan mengenal bosnya. Kalau masih ga kenal btowsing aja. Hari gini kan ada mbah google. Kalau ga ya tanyakan pada hatimu, ada di manakan posisi Tuhan? Bukan sekedar beribadah sekenannya karena kebiasaan tapi dengan segenap Iman. Bukan menuntut pahala. Takut akan dosa. Itu beribadah ala anak kecil yg ada punnishment dan reward nya.
Tuhan pioritas dalam hidup. Jadi sanggupkah kamu meninggalkan segala kenyamananmu sebagai manusia dan mengemban misi sebagai hamba Allah? (Bukan nyumbang trus ga mau pake nama trus pake 'Hamba Allah')
God is all of my life.
I'll let Him lead my live.
#thanksGod
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice to my self
Ngẫu nhiênKarena berkarya lebih penting dari sekedar penghargaan.. menghargai diri dengan berkarya tanpa mendengarkan kritikan orang yang iri.. Nb. Ga membutuhkan komentar ataupun vote.. Really do not care about that.. Baca, dan renungkan saja. Sangat bersyu...