#LifeFootPrints Part26 Melatih Kebaikan

10 2 0
                                    


  Kalau agama hanya membahas ajaran mana yg benar ajaran mana yg salah. Maka esensi pemahaman luhur tentang Tuhan akan jadi hal yg kabur.
Kita hanya akan jadi manusia penghafal kitab suci. Si pintar yg ahli berdebat dengan akhlak nol besar.
Si manusia picik yg melihat kesalahan kecil saudaranya tapi melalaikan kesalahan besarnya sendiri.
Dan menjadi pemilik tiket langsung ke neraka. Oh pastinya karena ia 'memalukan' Tuhan dengan tingkah polanya.
Begini deh, pernah lihat teratai? Tumbuh di kolam penuh lumpur kotor. Tapi apakah ia lantas ikut menjadi kotor? Tidak kan, ia tetap saja jernih. Memancarkan auranya.
Sama seperti Tuhan. Mau sekotor apapun kata yg keluar dari mulut manusia menghujatnya, Ia tetaplah Tuhan yg agung. Tak bercela.
Tuhan tidak perlu kamu bela deng rentetan kata-kata, apalagi tergoda dengan membandingkan- mencela yg lainnya. Lantas kamu tak ada bedanya dengan yg mencela ajaran agama dan Tuhan.

Tingkah laku yg membuktikan manfaat dari ajaran agama yg kita anut.

Bukankah lebih baik berbuat baik pada sesama, daripada turun ke sebuah medan perang atas nama jihad dan membunuh musuh. Lalu apa bedanya kamu dengan musuh? Sama sama kejam.
Kalau bisa ketika perang itu, sanggupkah kita membalut luka dan menyembuhkan sakit dari musuh. Maka kita telah membuktikan diri kita selangkah lebih 'beradap' sebagai manusia.

Jadi agama itu hanyalah ajaran membuat kita tidak seperti barbar, kacau dan tak beradap.
Imanlah sesungguhnya inti dari segalanya.
Melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan dari Tuhan semata karena iman kita padaNya. Bukan karena iming-iming pahala untuk surga dan dosa dalam neraka. Itu hanya agama yg salah kaprah, karena Tuhan bukan tukang kredit! Tuhan itu Maha Pemurah. Ia memang mengadili seadil-adilnya, tapi bukan hitung-hitungan pahala-dosa manusia. Semuanya dilakukan hanya agar kita makin baik.

Alkisah seorang ibu yg mengajari anaknya, yg memberikan sebuah 'white-board' dan spidol untuk anaknya. Meminta anaknya mencatat setiap kebaikan dengan menambahkan bintang di kolom positif dan menambahkan tanda silang di kolom kejahatan. Dan dijanjikan mendapatkan hadiah bila bintangnya banyak. Pada akhirnya si anak akan berusaha untu berbuat kebaikan, mulai membantu ibu akan pekerjaan rumahnya; membantu ayah mencuci mobil; memangkas rumput; menjaga adik; menyebrangkan nenek tua, dll. Akhirnya si ibu bisa tersenyum ketika si anak mengumpulkan cukup banyak bintang. Dan anak menerima hadiahnya dengan senang. Lalu tiba saat si ibu meninggal, dan anak bersedih. Tapi si anak tahu apa yg harus ia lakukan karena terbiasa akan apa yg telah ia lakukan ketika berusaha mengumpulkan bintang.
Seperti itulah Tuhan kira-kira. Melatih kita untuk terbiasa berbuat baik, bukan hanya karena inginkan pahala. Karena pada akhirnya inti dari kehidupan adalah kebaikan yg menghasilkan kebahagiaan.

God bless u.

#ThanksGod.  

Notice to my selfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang