#LifeFootPrints part69 : Haruskah aku mati?

8 0 0
                                    


Saya ga tau lagi harus bilang apa, berkomentar apa lagi. setiap hari, sepanjang hari selalu ada update tentang dia, tentang kesehariannya, tentang perasaannya. tentang segala sesuatu aktivitas dia sepanjang hari. Dia melaporkan dengan rinci, apa saja yang terjadi, pergi ke mana saja, dan dengan siapa saja.

Sungguh bukan keinginan ku tahu begitu banyak hal. aku pun bukan stalker yang peduli sama dia kelakuannya. Dialah stalker sesungguhnya, mungkin karena ku ga suka dengan nama nama aneh pada akunku, ku samakan nama akun setiap social media ku, dan dengan mudah memberikan nomer whatsapp, id line, id ig, id kakao, id wechat dan yang lainnya. bahkan kalian search aja bisa dengan mudah menemukan. biasanya kemalasan ku adalah memasang pp yang sama, pengenalan profile yang sama, selain nama id yang sama, dan juga kalau ada kemudahan me-link-kan postingan, selalu saya pakai, biar tidak perlu update di banyak tempat. satu kali post, untuk semua. karena sosmed ku punya fungsi yang berbeda tiap app nya. Dia bahkan tau tentang kebanyakan kisah ku yang kadang pun sudah kulupakan.

Saya memberikan semangat untuk dia, agar tidak down ketika patah hati, ataupun broken home, atau ada masalah dengan study dan band impiannya. Saya hanya berperan sebagai konselor, agar dia melupakan tentang jalan pintas bernama bunuh diri. tak ada niatan sama sekali untuk memunculkan kisah lainnya.

Siapa tau apa yang kubicarakan, apa yang kulakukan tanggapannya berbeda. Sungguh tak tau lagi harus bilang apa, terjebak antara ketakutan bagaimana kalau dia mencoba bunuh diri lagi, bagaimana kalau dia mengulangi lagi menyayat nyayat tanggannya, bagaimana kalau dia bermain main lagi dengan gasoline, atau segala upaya bunuh diri yang dia dokumentasikan dan publishkan selama ini. sungguh saya luangkan banyak waktu agar dia tidak mengikuti tindakan gilanya, saya buang waktu tidur yang kata orang berharga untuk membaca setiap curahan hatinya, mendengarkan keluh kesahnya, dan berfikir keras bagaimana membujuk dia agar tidak melaksanakan tindakan gilanya.

Cinta? Saya pun masih bertanya tentang kisah ini. Cinta yang saya tau, dan saya alami selama ini hanyalah berpusat pada Polaris saja, hanya satu untuk selamanya. dia telah pergi, telah hilang, direnggut dari kenyataan hidupku. lantas meluluh-lantakan kepercayaanku akan cinta. itulah cintaku. jadi tak ada lagi kisah ku jatuh cinta pada siapapun. selama setelah kehilangan Polaris, yang ada hanya rasa kagum, fans, dan kisah suka sesaat yang berakhir dengan pudarnya dan kebosananan.

Saya bilang di dunia ini masih banyak yang peduli padanya, memang termasuk saya. saya peduli, karena takut dia melakukan hal gila.

Sebut saja ku munafik sekarang ini, mencoba melarikan diri dari satu efek 'kepedulian' yang ditanggapi berbeda. segala alasan ku telah berikan, kami punya rentang usia yang berbeda jauh. dia baru saja menginjak usia 20 tahun, sementara ku dah 30 tahun. yang terjadi dia menyindirku, padahal ku pernah punya hubungan dengan pria yang kurang lebih 15 tahun lebih tua. apa bedanya? harus ku bilang, beda 15 tahun lebih tua dengan 10 tahun lebih muda, adalah perbedaan di rasa kenyamanan, keterlindungan. secure. saya merasa lebih nyaman dengan mereka mereka yang lebih tua dari saya, karena itulah lingkup sahabat terdekat saya juga dari lingkaran mereka yang lebih tua, karena saya tahu pasti saya sangat childish kekanakan, manja, dan emosian tidak terarah, tidak tentu, dan tidak sesuai dengan tempatnya. Memang saya mampu membuat yg lebih muda nyaman pada saya, karena sindrom big sister (saya tidak punya adik kandung, jadi sangat ingin punya adik, itulah saya tidak pernah memandang mereka yang lebih muda sebagai kisah romantic). Tapi mereka yang seperti adik itu punya sindrom loving noona (fall in love with big sisters), dan saya seharusnya sudah bisa tahu tentang ini, sudah harusnya mendeteksi sindrom seperti ini, kebiasaan dia yang tidak pernah menganggap ku lebih tua, membiasakan diri berbicara bangmal (bahasa untuk tingkatan setara lebih muda), dan menganggap dirinya seumuran dengan orang orang yang berada di lingkungan persahabatanku., dia mengakrabkan dirinya dengan mereka yang jauh lebih tua lagi daripada dia. tapi selama ini ku selalu berlindung dengan kisah, tak apalah dia begitu, asal dia tidak mengingat tentang bunuh dirinya.

Kemunafikan lainnya ketika saya bilang, saya ingin mencapai mimpi terlebih dahulu. Dia bilang, sudah dia dengar kisah tentang ini sejak lama, alasan sama yang diulang belasan kali pada banyak orang. mimpi yang menguburkan segala kisah romantic. mungkin alasan terbesar karena saya selalu percaya, true love come only once upon life. cinta sejati hanya datang sekali saja, dan cinta sejatiku sudah datang dan pergi sekali, entah itu kisah cinta monyet yang enggan kulupakan, atau memang benar teori mereka karena ku memang tidak serius untk berkisah tentang romantic, menjadikan Polaris sebagai tameng terakhir melarikan diri dari kenyataan.

Munafik, saya munafik. saya bahkan sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada kisah cinta saya. crush? oh tentu punya banyak. tapi mereka adalah orang orang yang tak terjamah (bukan artis), tapi mereka yang hadir dari tokoh novel yang tidak nyata. memimpikan tentang crush yang sempurna dalam novel, bukan dari orang orang yang ada. jantung saya jarang berdetak menggila ketika berdekatan dengan orang lain, jarang sekali, amat sangat jarang.

Lain lagi kisah saya yang berlindung dibalik keinginan tetua tentang pentingnya pemilihan latar belakang cinta itu. mereka yang punya marga, mereka yang serupa ciri ke'chinaan'nya, mereka yang seagama (yang bahkan hingga hari ini, agama pastiku aja ga jelas), dan jelas siapa orang tuanya. saya munafik, saya bilang saya benci orang pandang cinta tentang ini, tapi pada akhirnya, saya menyerah, berhenti berjuang untuk mempertahankan keyakinan akan cinta cinta saat ini, dengan alasan yang saya benci itu tentang latar belakang, melibatkan keinginan tetua. padahal saya adalah jagonya di bidang pemberontakan, tidak pernah peduli tetua bilang apa. tapi saya memanfaatkan mereka untuk mengakhiri cinta yang mejadi kebosanan dan hilang minatnya untuk dipertahankan lagi.

Habis sudah ideku untuk menolak kisah ini sekarang. alasan apalagi yang musti kugunakan? benar benar takut kalau dia kembali pada cara yang sama.

Tapi haruskah ku korbankan diriku untuk hal seperti ini? padahal selama ini berharap, ku korbankan waktu tidurku untuk menemani insomnia dia.

Jadi bertanya apakah ini kebodohan ku karena menganggap misi untuk menghilangkan tindakan bunuh diri, menurunkan angka suicide, dan menggalakkan #stopsuicidemovement ini lebih berharga, daripada pengorbanan pengorbananku. apakah ini kesalahanku? apakah ini kenaifan ku? kalau bicara dengan mamaku, dia selalu bilang ini bagian dari tanggung jawab pribadimu, dengan kebiasaan mendahulukan orang lain.

Update terbarunya dia bilang bahkan sekalipun jiwanya ingin melakukan bunuh diri, tapi otaknya bilang bunuh diri bukan solusi terbaik. sungguh kejam apa yang dia tulis. di sini saya sungguh khawatir dia akan melakukan hal bodoh.

bahkan setiap notifikasi dari setiap app yang kupunyai, selalu muncul nama dia. entah apa yang dia lakukan, selalu online semua app kah? bahkan like status, picture, achievement game selalu muncul namanya.

Haruskah kubuang egoku untuk merendahkan diri lagi, menerima segala kemunafikanku, dan membuang semua segala teoriku tentang cinta sejati? Selama ini sudah terlalu nyaman bermain dalam bayangan Polaris, love is without wax yang kupuja seumur hidupku. dengan kisah tentang jari manis dan juga cinta tanpa lilin (tempelan lilin). Haruskah ku mengubah semuanya?

Sebegini sulitkah segala ujian ketika memantapkan hati untuk menentang bunuh diri? sekarang melihat setiap kasus, lebih mudah ya kalau diakhiri dengan bunuh diri? terasa melepas segala beban tanpa perlu bertanggung jawab. Entahlah jiwa merapu ketika semangat membumbung tinggi. Saya makin mempertanyakan keputusan ku sendiri, makin meragukan mampukah aku meneruskan ini, sementara jiwa semakin memberontak.

Seperti keputusanku untuk mengakhiri kebiasaan mabuk, minum berlebih. tapi justru lebih sering ku langgar, karena efek ketika mabuk itu lebih menenangkan jiwaku yang berkisah tentang bunuh diri..

10 September 2018

Li –Confuse li-

Notice to my selfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang