sedikit menyimpang dari psikologi anak ataupun tentang child healing center.
Ini lebih ke psikologi personal soal marketing sales sebuah website.
Belum lama ini saya kecanduan untuk vote di sebuah (beberapa dink) website, vote nya berbagai jenis mulai dari ttg artis favorite, lagu favorite, bahkan tokoh politik dan juga ada tokoh relawan favorite. setelah lama memberikan suara secara konsisten (entah kenapa ku lebih suka vote web ini, ketimbang kalau beneran harus kash vote untk pemilu ataupun pemilihan ketua lainnya), saya menyadari sesuatu.
Ini web benar benar tau caranya membuat orang kerajinan, membuat orang kecanduan, banyak yang ikut, lalu dia bisa dapat untung dari iklan yang dipasang di sana. Iklan yang tentu akan membawa orang secara sengaja atau tidak mengklik dan masuk ke link iklannya.Entah apa yang ditawarkan oleh web ini, rule nya juga saya masih ga paham, padahal sudah lebih dari 3 bulan voting di sana.
tapi tiap kali tokoh yang kita sukai menang, ada rasa bangga karena menjadi bagian voting dan pemberi suaranya. entah kalau benar benara ada fitur pemenang pemberi suara terbanyak, saya bisa lebih kecanduan, menghabiskan malam untk klik dan vote setian 30 detik, 1 menit, 5 menit, 10 menit (beda beda rule nya).
sebagai seorang menyukai psikologi, saya mencoba menganalisis syndrome ini. Ini adalah bagian dari ego, hormon testoteron yang melunjak, perasaan bahagia saat menang yang menjadi candu untuk terus merasaa bahagia. Ini kalau diteruskan, pasti akan menjurus pada self destruktif, menghabiskan terlalu banyk waktu untk vote, tidak istirahat, mengabaikan jam makan, jam kerja. menjadi berbahaya ketika menghalalkan segara cara untk menang.
banyak orang di luar sana yang mengalami hal yg sama. tidak perlu karena vote di web ini atau web yg lain, kecanduan yg lain yg merusak. seperti pada sosial media, game online, berkomentar di postingan orang dg bahasa kasar sehingga mengundang makian atau attention (attention seeker pada umumnya mencari cara aneh untk mendapatkan perhatian, termasuk dengan menyebar kebencian; link penelitian ini akan saya cantumkan segera setelah saya menemukannya lagi, ini dari univ luton / bedfordshire university-humaniora dept-).
balik ke bagaimana saya membahas tentang pengabaian anak, ketika orang tua kecanduan akan sosial media ataupun sinetron tv, sehingga lebih banyak menghabiskan waktu dg hsmartphone ataupn dg smart tv mereka, drpd membuat anakny lbh smart secara sosial. apalagi ketika orang tua sudah bekerja seharian, hidup di kota besar yg penuh kemcetan sehingga membuang waktu yg ckp bnyk di jalan. atau orang tua yg bekerja di luar kota, hanya bersama anakny saat akhir pekan, tp justru mengabiskan waktuny dg percuma.
ada sebuah kasus yg sangat menarik, sebuah tulisan dari seorang anak, yg berusia lebih dari 30 tahun, ketika dia akan menikah, dia menulis ttg ini untk org tuanya. isiny sebagian besar ttg rasa terima kasih sudah membesarkan dia, menjaga, merawatnya. tapi tulisan ini menjadi sedih ketika anak ini menyebutkan terima kasih sdh membayar bibi untk menjagaku, dia membandingkan dirinya dengan rumput, tanaman pohon yg dirawat oleh tukang kebun yg dibayar olh org tuanya. dia bilang bahkan tanaman bonsai kesukaan ayahnya mendengarkan kalimat lbh bnyk dari ayahny (artiny ayahnya lbh sering berbicara pada bonsai dripd anakny). ada bnyk lagi, akan ku posting stelah kami selesai mendengarkan isi curhatnya. surat itu saja sepanjang 33 halaman (sebanyak usianya)..
kasus itu memaksaku untk bergadang sepanjang malam, sekali dlm 3 bulan melupakan web voting ku. memaksaku membaca tulisannya (yg sungguh sangat rapi, jadi dlm 1 lmbr kertas, isiny sangat padat, sangat menyayat hati, dan sangat sedih). Dia (sebetulny dia lbh tua dariku, jadi mustiny ku panggil kakak, tp dia menolak, jiwa dia masih tertinggal d usia belasan. dia datang menemui kami, krn merasa diriny masih kanak kanak. well anak anak selamany adl anak anak di hadapan org tuanya), membuatku kecanduan akan buku setebal 1000 halaman, yg menjadi peerku untk kuhabiskan,. berharap ada pencerahan untk menyelesaikan ini. dia ingin menikah tnpa perasaan terbuang, dia ga ingin anakny kelak merasakanny. kerapuhan sangat dibalik sosok tangguhnya.
well ini sebetulny menyalahi kode etik, blm bs membicarakan kasus yg masih berjalan. tapi sungguh sangat ingin kubagikan kisah tentang ini. berharap ga ada org lain yg sperti ini lagi.kl ada yg tny saya adl psikolog profesional? pny certificate? ga, saya sama sekali bkn lulusan jurusan psikologi. yg saya pny adl pengaalaman menghadapi trauma, bully. yg saya pny adl telinga, hati, waktu untk mendengarkan keluh kesah lainnya. yg saya pny adl passion agar anak anak tidak mengalami trauma bully di golden age mereka. yg saya pny hanyalah mimpi seumur hdp untk menjadikan dunia lbh baik tnpa bully, trauma, perang, body shaming, penghinaan ttg minoritas mayoritas, pembagian berdasarkan SARA. saya ingin dunia yg equal, setara, semua sama hak dan kewajibannya, kesamaan perlakuan, penindakan hukum, dan jg kesempatan untk mencapai mimpi tnpa dibatasi olh SARA.
Alter egonya li (li dah tewas semalam stelah baca surat kakak itu)
22052018
KAMU SEDANG MEMBACA
Notice to my self
AcakKarena berkarya lebih penting dari sekedar penghargaan.. menghargai diri dengan berkarya tanpa mendengarkan kritikan orang yang iri.. Nb. Ga membutuhkan komentar ataupun vote.. Really do not care about that.. Baca, dan renungkan saja. Sangat bersyu...