Eight

6.2K 301 5
                                    

Terlihat empat orang pria yang tengah berkumpul di sebuah ruangan dengan pencahayaan minim. Satu dari mereka tampak memegangi dagunya seolah tenggelam dalam pikirannya. Sesuatu mengusik dirinya, gejolak dendam beberapa tahun silam, kini kembali berkobar memenuhi diri pria berusia 28 tahun itu.

"Jadi, apa yang akan anda lakukan, Tuan James?"

"Nyawa cucunya!"

Ketiga pria di sana terlihat saling memandang satu sama lain, seakan sama-sama tidak mengerti dengan rencana Tuannya kali ini.

"Mengapa cucunya? Bukankah yang membunuh Ayah anda adalah kakeknya?"

"Pria tua itu sudah bau tanah, akan sangat tidak menyenangkan membunuh seorang tua bangka. Lagipula dia sangat menyayangi kedua cucunya, aku akan sangat merasa bahagia ketika bisa melihat dia hancur karna kematian dua cucu kesayangannya."

"Tuan, aku ada kabar baru," celetuk salah satu dari mereka.

"Ada apa?"

"Keduanya akan pergi dari Washington besok pagi, itu akan membatalkan rencana kita."

Pria bernama James dengan sedikit tato berbentuk ular di bagian lengan kirinya itu tampak menyeringai tipis.

"Tenanglah, Evan. Semua sudah ku atur dengan rapi, kalian tidak perlu khawatir, rencana ini akan tetap berjalan!" putus James.

--

Entah apa yang telah terjadi, Sean dan Chris terlihat menahan amarahnya di ruangan, tak lupa bersama Lucas serta Haris yang lagi-lagi menjadi korban. Bagaimana bisa dua orang kepercayaan mereka lalai dalam mengawasi perusahaan bahkan sebelum Sean Chris pergi.

"AKU TIDAK MAU TAU, CARI PENGHIANAT ITU SAMPAI DAPAT! KALAU PERLU, BUNUH DIA!" bentak Chris seraya menggebrak meja.

"Baik, Tuan."

"CEPAT PERGI!"

Lucas dan Haris lantas melangkah pergi dengan nyali yang mulai menciut. Sungguh, Chris adalah orang yang jarang sekali marah, beda dengan Sean. Itulah alasan keduanya merasa mental mereka tersentak.

Chris duduk, bentuk kemarahannya begitu terlihat kontras di kedua mata dan wajahnya.

"Jika data dan dokumen penting perusahaan ini berhasil dia bocorkan, Daddy akan sangat marah, Sean!"

"Aku tidak habis pikir berani sekali manusia satu itu mengkhianati perusahaan ini!" geram Chris.

"Tenanglah, Chris. Kalaupun Lucas dan Haris tidak dapat menemukan manusia brengsek itu, aku yang akan turun tangan mencarinya."

Chris kembali mengusap wajahnya gusar. "Kabar buruknya, pertemuan kita dengan rekan bisnis di London besok tidak bisa dibatalkan, Sean. Ini yang semakin membuatku pusing!"

"Pergilah ke London, lagipula kerja sama dengan pihak London itu akan sangat menguntungkan untuk kita. Masalah ini aku akan mengurusnya dengan Lucas, kau pergi saja dengan Haris," ujar Sean.

Chris berdecak. "Bagaimana bisa aku meninggalkan perusahaan dalam keadaan seperti ini, Sean? Ini akan menjadi masalah besar untuk perusahaan kalau sampai penghianat itu berhasil membocorkan data pentingnya!"

365 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang