Twenty five

3.6K 134 20
                                    

Ia keluar dari bandara dengan langkah terburu-buru, membiarkan seseorang yang tertinggal di belakang sembari membawa koper besar milik tuannya, ia mengumpat marah, pasalnya koper yang dibawanya tidaklah ringan dan sekarang ia harus mengejar tuannya secepat mungkin sebelum dirinya terkena amukan.

"Kau lama sekali, Lucas! Cepatlah!" teriak pria itu yang sudah tiba di pintu masuk.

Ia melirik jam tangannya, ia tak mempunyai banyak waktu, menunggu Lucas yang sangat lama akan membuang banyak kesempatan. Ia lantas membuka mobil yang di dalamnya sudah ada sang supir suruhan Chris.

"Jalankan mobilnya sekarang!"

"Tapi Tuan Lucas belum--"

"Dia hanya babu dan aku tuan mu, sialan. Tak perlu memikirkannya, cepatlah jalankan mobilnya atau kau turun saja di sini!"

Dengan anggukan pelan, supir itu melajukan mobilnya meninggalkan bandara sekaligus Lucas yang berteriak memanggil seraya melambaikan tangan.

Sementara di mobil, Sean merasa cemas, ia berharap wanita itu belum berangkat ke bandara atau ia akan benar-benar terlambat mencegah kepergiannya. Lebih parahnya jika mobil mereka saling bertemu tetapi, keduanya saling tak menyadari.

Sean tidak mau itu terjadi.

"Kita ke mana ini, Tuan?"

"Belok ke kiri!"

Sesuai perintah, mobil itu mengambil arah kiri lalu melaju dengan cepat, bahkan sampai ada beberapa kendaraan lain yang membunyikan klakson sebab terganggu dengan cara melaju mobil tersebut.

Sean memandang ke luar jendela, melamun sembari melihat beberapa bangunan yang berjejer rapi di sana. Ia merasa dirinya memang bodoh, setelah mendapat wejangan dari Lucas, ia sekarang sadar jika keputusannya untuk pergi itu adalah keputusan yang salah.

Seharunya dia tetap di Washington, menjaga Anna, dan berusaha meluluhkan hati wanita manis itu. Sean berdecak, bisa-bisanya ia melakukan hal bodoh selama dua bulan? Rasanya ia hanya membuang-buang waktu saja.

Dan lihatlah, tanpa rasa terimakasih kepada Lucas yang sudah menyadarkannya, ia justru meninggalkan pria itu di bandara. Sean memang benar-benar kurangajar.

"Kita sudah sampai, Tuan."

Sean spontan mengedipkan matanya dua kali, tidak menyadari dirinya sudah tiba di depan apartemen Anna karena sibuk melamun. Dengan gerakan cepat, ia turun dari mobil dan berlari masuk menanyakan pada petugas apartemen apakah Anna masih berada di sini atau tidak.

"Permisi, aku ingin bertanya."

Sang petugas wanita itu spontan terkejut melihat kehadiran Sean di apartemen ini. Ia bisa dibilang fans berat Sean, ia bahkan sekarang tak mampu berkata-kata karena terpesona dengan ketampanan putra kedua dari Ethan Orlando.

Merasa kesal, Sean sedikit menggebrak meja tersebut hingga membuat petugas tadi tersentak dan tersadar.

"M-maaf, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"

"Aku ingin bertanya dan tolong jawab dengan cepat!"

"Tanyakan saja, Tuan."

"Apa Anna Miller masih berada di apartemen ini?"

"Anna Miller? Sepertinya nona itu sudah pergi beberapa menit yang lalu, dia bersama seorang pria membawa koper."

Sean lemas seketika, kekhawatirannya terjadi, ia tak mampu berpikir sekarang. Kemungkinan besar mobil mereka saling bertemu. Namun, baik Sean maupun Anna tak ada yang menyadari. Sean mengusap wajahnya kasar, beranjak keluar dari apartemen tersebut dengan langkah tak bersemangat.

365 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang