Fourty

3.7K 114 15
                                    

Wanita itu menghirup aroma Petrichor dalam-dalam, membuat dirinya merasa amat tenang dan nyaman. Dari teras balkon kamarnya, ia memandang langit malam yang begitu gelap karena beberapa menit lalu baru saja menurunkan hujan. Tak lupa dengan iringan instrumen merdu yang terdengar memenuhi kamarnya, sekaligus menjadi pemecah keheningan malam.

Sesekali ia membenahi rambutnya yang tertiup angin, hawa dingin tengah malam seperti ini tak membuatnya beranjak dari sana, bahkan ia saat ini hanya mengenakan kaos oblong bewarna hitam dipadukan dengan celana hotpants, membuat angin-angin di luar sana seolah merasuk ke dalam kulitnya.

Sangat dingin.

Mungkin, untuk di beberapa negara misalnya Indonesia, suasana ini akan menjadi sangat horor dan seketika cerita-cerita mistis akan langsung membuat merinding.

Ia kembali mengecek ponselnya, membaca ulang pesan dari sang ayah yang terus membujuknya agar segera kembali ke tanah kelahirannya. Namun, dirinya masih begitu berat pergi dari tempat ini.

Lagipula ia masih harus mendapatkan maaf terlebih dahulu dari beberapa pihak, seperti Laura, Carolyn, dan Ethan. Walau bukan dia yang membunuh Chris, tapi tetap saja dirinya lah yang menjadi alasan utama terjadinya pertengkaran antara sepasang kakak adik itu.

"Semua menjadi kacau, bahkan rasanya ini hampir berakhir, bukan dunia, tapi hubunganku dengannya. Mungkin tidak hanya sekedar hampir, tapi ini memang sudah benar-benar berakhir."

Kisah cintanya berjalan cukup rumit, hubungannya dengan Kenneth dan Sean sama-sama berakhir. Bahkan kali ini, terasa begitu cepat, rasanya seperti baru kemarin ia resmi menjadi kekasih Sean.

Jika dia tau akan seperti ini, dirinya akan memilih untuk tidak mengenal lebih jauh tentang Sean. Atau jika perlu, ia tak mau mengenal Sean agar Chris juga tak mengenalnya. Jika semua itu terjadi seperti apa yang dia inginkan, mungkin pembunuhan ini tak akan terjadi.

Anna mengusap wajahnya yang sudah terasa dingin, ia berniat masuk dan menutup jendelanya kemudian tidur. Namun, niatnya itu ia urungkan ketika ada sebuah mobil yang berhenti di depan gerbang mansion nya.

Anna mengerutkan dahinya tipis, waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu malam, siapa yang bertamu semalam ini? Ia masih berdiri di sana, menunggu pemilik mobil tersebut keluar. Hingga ia dibuat terkejut oleh seseorang yang baru saja membuka pintu itu.

"Tante Carolyn?" gumamnya.

Dengan cepat Anna masuk dan berlari keluar kamar menuju halaman rumah untuk membuka gerbang. Ketika ia sudah berada di sana, dirinya memastikan terlebih dahulu bersama siapa wanita itu. Sesaat sudah yakin Carolyn hanya seorang diri, ia membukanya.

"Anna."

"Apa yang tante lakukan di sini malam-malam?"

"Bisa kita bicara, nak?" Anna berpikir sebentar sebelum ia mengangguk dan mempersilahkan Carolyn masuk.

Mereka duduk di ruang tamu, Anna bisa melihat kecemasan di wajah wanita itu, apakah Carolyn kemari untuk memarahinya? Jika ya, Anna sudah siap, pikirnya.

"Ada sesuatu hal yang harus tante katakan, tante harap kamu mengerti."

Anna menghela napasnya pelan. "Aku sudah mengerti, tante. Tante kemari untuk memarahiku atas kematian Chris dan kepergian Sean, kan?"

365 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang