Thirty three

3.3K 129 2
                                    

Washington.

Pria tampan itu tampak memasuki lobi hotel untuk menemui seseorang yang berada di ruangan kerja. Baru saja ia tiba di tanah kelahirannya, ia langsung menuju hotel tersebut sebelum seseorang semakin memarahinya.

"Selamat siang, sir."

"Siang, Haris. Apa Chris ada di dalam?" tanya Sean ketika ia telah berada di depan ruangan Chris.

"Ya, sir. 20 menit lagi beliau akan melakukan pertemuan penting, tuan bisa menemuinya sekarang. Ah ya, bagaimana kabar anda? Apa anda baik-baik saja?"

Sean tak menjawab, ia hanya berlalu meninggalkan Haris tanpa ucapan terimakasih atau apapun. Ia lantas membuka pintu tersebut, ia cukup terkejut dengan keberadaan Laura yang ada di sini, terlihat mereka pun sama terkejutnya seperti Sean.

Apalagi Chris tidak tahu jika Sean akan tiba siang ini.

"Sean?"

Sean melangkah masuk dengan wajah datarnya, sekilas ia memandang Laura yang tadinya duduk di sofa kini tampak berdiri, diam-diam Sean pun melirik ke arah perut Laura yang semakin membuncit.

"Kenapa kau tiba di sini tanpa memberitahuku, brengsek?!" kesal Chris.

Sean mengangkat bahunya acuh. "Ku rasa itu tidak penting, karna yang terpenting aku sudah berada di sini, bukan?"

Laura tampak takjub, baru kali ini ia melihat Chris dan Sean yang berdiri berhadapan secara nyata. Rasanya ia tak mampu mencari perbedaan di antara saudara kembar itu, mereka sama-sama tampan, sangat tak terlihat perbedaannya.

"Baiklah lupakan saja, ini Laura, Sean. Dan Laura, aku yakin kau sudah tau ini adalah Sean, adikku."

Laura tampak berjalan menghampiri Sean dengan senyum canggung lantas mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sean menyambut baik uluran tangan Laura yang merupakan calon kakak iparnya.

"Senang bertemu denganmu, Laura."

"Senang bertemu denganmu, Sean."

"Urusan kita belum selesai, aku akan bertanya banyak hal padamu nanti. Sekarang kita harus menghadiri pertemuan penting, Sean," ucap Chris.

"Kenapa tidak dirimu saja? Bukankah sebelumnya kau akan menghadirinya sendiri tanpa diriku?"

"Perusahaan ini kita berdua yang bertanggungjawab, bodoh! Bagaimana bisa kau menyerahkan semuanya padaku? Kau harus membantuku."

Sean menghela napasnya panjang sembari berdecak kesal, dirinya sangat lelah dan ingin beristirahat. Namun, jika sudah bertemu dengan Chris, pekerjaan menjadi nomor satu.

"Ya ya baiklah!"

"Laura, kau di sini sendiri tak apa?" tanya Chris.

"Mungkin aku akan mencari makan di luar saja."

"Tapi aku tidak tega membiarkanmu keluar sendiri tanpa seorang pun teman. Bagaimana jika kau menungguku?"

"Nasib mu buruk sekali, Laura. Kau harus menikahi pria bodoh seperti kakak ku ini, seharunya jika dia pintar, dia menyuruhmu untuk ke rumah saja, di sana ada calon ibu mertuamu yang akan menemanimu," celetuk Sean yang berakibat lengannya di pukul oleh Chris.

365 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang