Bonus part

2.3K 53 6
                                    

BRAK!!!

"Oh shit!"

Mobil itu langsung berhenti ketika bagian depannya menabrak pembatas jalan. Empunya mobil keluar, melihat bagian depannya yang tentunya rusak terkena pembatas berbahan batu tersebut. Ia berpikir bagaimana bisa rem nya rusak?

"Sialan sekali!" Ia terus mengumpat dan berdecak kesal. Hari ini dirinya mempunyai kelas pagi dan ia akan terlambat jika terus berdiam diri di sini.

Gadis itu pun memutuskan untuk menghubungi seseorang untuk meminta bantuan. Namun, tiba-tiba ia tersentak kaget sesaat sebuah mobil berhenti di sampingnya seraya membunyikan klakson.

Kaca mobil itu diturunkan, memperlihatkan seorang pria yang begitu menyebalkan di matanya.

"Butuh bantuan, nona?" godanya.

Ia berdecih, memasang wajahnya sesombong mungkin. "Tidak, aku tidak butuh bantuan sama sekali!"

Pria itu terkekeh lalu melirik jam tangannya sebentar sebelum ia kembali melihat ke arah wanita tersebut.

"Sebentar lagi dirimu akan terlambat, berangkatlah bersamaku, atau terimalah resikonya!"

Ia terdiam, menggerutu dalam hati mengapa harus pria ini yang datang disaat seperti ini. Ia berdoa dalam hati, berharap ada orang lain yang akan membantunya. Seolah sebuah Dewi Fortuna tengah berpihak kepadanya, terdengar suara mobil yang melaju kencang dan berhenti di depan mobil pria itu.

Ia sangat mengenal pemilik mobil tersebut, ia menyeringai ke arah pria tadi seolah mengejek. Tak lama kemudian, pemilik mobil yang baru saja datang itu keluar, membuatnya semakin tersenyum senang.

"Ivana, what happen?"

"Hanz?"

"Kau mengalami masalah?"

"Ah ya, rem mobilnya rusak dan aku menabrak pembatas. Kelasku dimulai sebentar lagi, apa kau bisa membantuku?"

Pria itu terkekeh seraya mengangguk, siapa yang akan berani menolak seorang Ivana? Tidak akan ada.

"Dengan senang hati, masuklah!"

Ivana merasa lega kemudian ia masuk ke dalam mobil Hanz. Sementara Hanz, ia tampak memberikan tatapan remehnya kepada pria yang awalnya menawari bantuan kepada Ivana. Mereka terlihat seperti rival, tatapannya keduanya sama-sama tajam, seolah tengah memperebutkan sebuah berlian.

Ia lantas menyusul masuk, menjalankan mobilnya meninggalkan pria tadi yang masih terdiam di tempat.

"Kali ini kau menang!"

--

Waktu telah menjelang malam, keluarga besar yang baru saja tiba hari ini dari Swiss tampak berkumpul di meja makan yang tampak luas. Mereka berjumlah 10 orang, dengan satu orang yang duduk di bagian tengah sebagai pemimpin keluarga ini.

Lucio Alexander.

Pebisnis sukses yang memiliki beberapa usaha di beberapa negara seperti Prancis, Kanada, Milan, dan Berlin. Ia memiliki dua orang putra dan satu putri. Ketiganya sudah tumbuh dewasa, walau salah satu dari mereka hanyalah anak angkat, Lucio tak pernah membeda-bedakan semua anaknya.

"Bagaimana dengan kuliahmu, Hanz?" tanya salah satu dari mereka di sela-sela makan.

Hanz memandang seorang wanita berumur 38 tahun yang bertanya kepadanya, ia tersenyum. "Semua baik-baik saja, bibi."

"Baguslah, lalu bagaimana dengan pekerjaanmu, Nicholas?"

"Cukup baik!"

"Bibi tak bertanya padaku?" Wanita tadi mengalihkan pandangannya pada seorang gadis berusia 20 tahun yang tengah menekuk wajahnya.

Ia terkekeh, dirinya memang salah satu orang yang dekat dan akrab dengan ketiga anak itu, tak heran jika gadis tersebut merasa iri sebab ia merasa diabaikan.

"Kau rupanya masih tidak bisa bersabar, hm? Aku baru saja ingin bertanya padamu nona kecil. Bagaimana dengan kuliahmu?"

"Ku rasa cukup buruk."

Jawaban itu membuat semua orang yang ada di sana mengerutkan dahinya, pasalnya jawaban gadis tersebut berbeda sendiri dari kedua kakaknya.

"Kenapa begitu?"

"Bibi tau, aku baru saja putus dengan kekasihku, dia berani sekali berselingkuh di belakangku, bibi!"

"Kau pikir ada yang berselingkuh di depan dan secara terang-terangan? Pantas saja dia meninggalkanmu, kau sangatlah bodoh!" celetuk Hanz.

"Heh, aku tidak bodoh ya!"

Mereka semua hanya menggelengkan kepalanya heran, anak kedua dan ketiga itu sering kali memulai pertengkaran walau mengenai hal sekecil apapun, lalu bagaimana nasib anak pertama? Dia hanya diam dan menyimak saja, tak berminat untuk bergabung dengan obrolan tak jelas ini.

"Kau memang konyol, Moa. Bibi kali ini setuju dengan kakakmu Hanz."

"Ck, kalian semua menyebalkan!"

Mereka kembali makan dengan tenang, hingga salah satu dari mereka yang merupakan adik dari Lucio memperhatikan Nicholas, anak pertama kakaknya.

"Nicholas?" Pria yang dipanggil pun hanya berdehem sebagai jawaban.

"Kapan kau akan memberikan kami menantu, hm?"

Mendapat pertanyaan mematikan dari pamannya, membuat Nicholas terbatuk secara tiba-tiba. Ia minum dengan gelisah, mengusap bibirnya menggunakan tisu lalu berdehem.

"Berhentilah mempertanyakan itu, paman."

"Memangnya kenapa? Pamanmu ini benar, usiamu sudah cukup matang dan kau pun sudah terlihat siap sepenuhnya," timpal sang ibunda.

"Singkirkan dulu pekerjaan dari kepalamu, Nicholas. Musuh mu sudah terlalu banyak akibat dari pekerjaan itu, sekarang sudah saatnya kau memikirkan soal wanita," ucap pamannya.

Lucio menghela napasnya pelan, seolah tak setuju dengan pendapat dari sang adik. "Ku rasa apa yang dilakukan Nicholas sudah benar, pekerjaannya tidak salah, tidak seharusnya kau menyalahkan profesi Nicholas, Frans."

Pria itu mengalah, ia tak akan mau berdebat dengan kakaknya sendiri, sebab dirinya sudah pasti akan berakhir kalah adu argumen bersama seseorang seperti Lucio. Lagipula Nicholas benar-benar menuruni sifat dan karakter ayahnya, keras dan mempunyai prinsip yang kuat.

Ia tak bisa dikendalikan, gila kerja, dan suka hal-hal yang berhubungan dengan bahaya.

Itulah Lucio Alexander, yang semua itu mengalir kental dalam diri seorang Nicholas.

"Kalian tidak perlu cemas, aku sudah mengatur masa depan putraku dengan amat baik."

"Apa maksudmu, ayah?"

"Tepat usiamu yang ke 28 tahun, kau akan bertunangan dengan wanita pilihan ayah!"

"Apa?!"

"What the fuck!"


••

Sepenggal cerita dari series pertama 365 days. Cerita ini nantinya akan mengisahkan kehidupan Ivana, putri dari Anna ya guys. Untuk kapan publish nya belum tau, mungkin lihat-lihat kondisi dulu kali ya. Gimana, pada penasaran? Kalau kalian antusias untuk ceritanya, nanti bisa dibicarakan kalau pengennya cepet publish, okey?

Btw, makasih banyak banyak ya buat kalian yang udah baca cerita 365 days ini. Sayang bgt deh ah wkwk

Oke see you babay!


365 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang