Seven

6.4K 301 0
                                    

Ingin rasanya Lucas mengumpat, mengeluarkan semua isi kebun binatang dari mulutnya. Rasanya ia seperti orang bodoh yang menurut saja pada pria gila bernama Sean. Lihat saja sekarang, pria gila itu justru tersenyum tidak jelas sambil menyetir sedangkan Lucas menahan sakit sembari tangannya terus menekan darah yang merembes mengotori kemeja putihnya.

"Kau benar-benar gila, Tuan!" lontar Lucas tak bisa menahan kekesalannya. Jika saja ia tak bekerja dengan Sean, mungkin dirinya akan langsung menghajar wajah tampan pria itu. Seketika ia merasa menyesal telah bekerja pada Sean, kalau saja ia tahu akan seperti ini, Lucas lebih memilih Chris.

Walau ia harus mengurus jadwal menjijikan Chris untuk meniduri para jalang.

"Tak ada ide lain di otakku selain ini, Lucas. Lagipula kau bekerja dengan dibayar, bukan? Maka diam saja!" jawab Sean.

"Tapi tidak dengan melukaiku, Tuan. Bagaimana bisa Tuan melukai orang kepercayaan Tuan sendiri hanya demi wanita? Aku merasa seperti ditumbalkan, sialan memang!"

"Apa kau baru saja mengumpatiku? Berani sekali dirimu."

Setelah itu Lucas diam, bagaimanapun ia takut terbawa emosi dan berujung pada nasib pekerjaannya. Ia hanya tidak habis pikir Sean nekat menggoreskan belati di lengannya demi seorang Anna.

Dokter yang sangat ingin Sean miliki.

Gila memang!

Setelah perjalanan lumayan lama, mereka tiba di rumah sakit tepatnya tempat Anna bertugas. Sean semakin tidak sabar, ia berharap akan bertemu Anna di sana. Ya, anggap saja pria itu sedang modus.

"Jangan lupa pasang wajah kesakitan mu!"

"Apa anda bilang? Tanpa ada suruh pun aku sudah merasakan kesakitan!"

Dasar pria bodoh! umpat Lucas dalam hati.

"Sudahlah ayo turun, aku jadi merasa tidak tega melihat darahmu, lihatlah muka mu itu, sudah pucat seperti mayat!"

Keduanya lantas turun, perawat yang memang sudah mengenal Sean pun kemudian terlihat menyambut ramah kedatangan mereka.

"Ada apa dengan rekan anda, Mr. Wilson? Tunggu di sini, saya akan membawakan kursi roda," ucap si perawat.

"Tunggu dulu," cegah Sean.

"Ada apa, Mr. Wilson?"

"Apa di sini ada Dokter yang bernama Anna?"

"Ah ya, beliau adalah putri dari pemilik rumah sakit ini, Tuan."

Sean tersenyum tipis, sangat tipis hingga mungkin hanya dirinya dan Tuhan saja yang tahu.

"Aku ingin dilayani olehnya, kau bisa memanggilnya?"

Perawat itu tampak mengerutkan dahinya sebelum ekspresinya berubah tidak enak.

"Maaf, Tuan. Sebentar lagi Dokter Anna ada jadwal operasi, aku tidak yakin jika beliau mau menerima permintaan Tuan," jawabnya.

"Hanya sebentar saja, lagipula rekanku ini hanya mengalami luka goresan yang tidak dalam, itu tak akan membutuhkan lama," tutur Sean.

Di belakang, Lucas memejamkan matanya tidak tahan. Antara menahan kesal, marah, dan sakit. Bagaimana ia tidak kesal, dirinya segera ingin diobati tetapi, Sean malah banyak bicara dengan perawat itu.

"Baiklah, saya akan coba memanggil Dokter Anna, biar rekan saya yang mengantar anda ke ruang rawat," ujar perawat tersebut yang terlihat memanggil satu perawat lain untuk mengantarkan Sean dan Lucas.

Di sebuah ruangan, terlihat seorang wanita yang tengah memakai jaz dokter, ia bersiap untuk pergi ke ruang operasi karena 20 menit lagi operasi tersebut akan berlangsung. Namun, baru saja ia akan keluar, pintu ruangannya diketuk.

365 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang